🕊. ―twelveth

212 33 4
                                    

Seokjin masuk ke dalam rumahnya. Tubuhnya langsung dipeluk oleh Fany yang sudah menyimpan rasa rindu padanya.

Seokjin gemas. Dia mengusak rambut Fany, kemudian mengangkat Fany ke dalam gendongannya. "Waduh, Fany berat banget sekarang, ya? Berapa sekarang berat badannya?"

"Nggak tau, Fany lupa," jawab anak itu. "Kalau nggak salah, bu guru bilang dua puluh kilogram."

"Udah besar berarti anak Papa dong, ya?" Seokjin basa-basi, mengajak anaknya berbicara santai sebelum memberitahu bahwa dia akan segera memiliki adik dalam beberapa bulan ke depan.

"Iya, dong," kata Fany. "Tambah besar, tambah pinter. Biar nanti bisa jadi dosen kayak Papa."

"Fany mau jadi dosen?" tanya Seokjin.

Gadis kecil itu mengangguk. "Iya, pengen banget!"

"Kalau gitu belajarnya yang rajin, ya!"

"Siap, laksanakan!" Fany tertawa usai mengakhiri kalimatnya.

"Nenek mana, Fan?"

"Ada, di dapur," jawab Fany.

Seokjin menurunkan Fany dari gendongannya. Dia membungkukkan badannya sembari berucap, "Tolong panggilin Nenek, ya? Papa mau ngomong."

Usai berkata iya pada Ayahnya, Fany berlari kecil menuju dapur untuk memanggil Neneknya. Sementara Seokjin mengambil posisi duduk di atas sofa sambil menunggu Ibunya datang.

"Kenapa, Nak?" tanya Ibu Seokjin ketika tiba.

Seokjin mempersilakan Ibunya duduk, bersama Fany di pangkuan wanita paruh baya tersebut.

"Sojung beneran hamil, Bu. Usia kandungannya udah tujuh minggu," curah Seokjin tanpa banyak basa-basi.

"Oh, ya? Aduh, Ibu ikut seneng kalau kayak gitu." Ibu Seokjin kemudian melanjutkan kalimatnya, "Terus kemana Sojung sekarang? Kok nggak sama kamu?"

"Di rumah orang tuanya, Bu. Mungkin bawaan bayinya, jadi kepengen deket orang tua biar ada yang jagain terus ngasih tau yang mana yang bener dan yang salah. Ini 'kan kehamilan pertama dia ... jadi ya, harus banyak-banyak belajar sama ibunya," jawab Seokjin.

"Pa, Mama Sojung hamil itu maksudnya ... di perut Mama Sojung ada adik bayi? Fany nanti punya adik dong kalau gitu?"

Seokjin tersenyum, menatap putrinya. "Iya, Sayang. Fany nanti jadi kakak, Fany punya adik, punya temen main, nggak sendirian lagi. Fany seneng, nggak?"

Gadis kecil itu mengangguk antusias. "Kapan adik bayinya lahir?"

"Kalau itu masih lama, Sayang," jawab Neneknya. "Fany masih harus nunggu kurang lebih delapan bulan lagi dari hari ini. Selama itu juga, Fany harus doain supaya Mama Sojung sama adik bayi diberi keselamatan juga perlindungan dari Tuhan."

"Aamiin ...," Fany mengaminkan doa Neneknya. "Fany nggak sabar banget, ngeliat adik bayi lahir."

Melihat rasa antusias Fany yang begitu besar, Seokjin jadi lega. Raut wajah Fany sama sekali tidak menunjukkan kekhawatiran, yang artinya anak itu tidak khawatir sama sekali kalau perhatian dan kasih sayang orang tuanya nanti akan terbagi untuk adik kecilnya yang dalam beberapa bulan ke depan akan lahir.

― ♡ ―

Sojung menyalakan laptop, duduk di bangku sambil menunggu Seokjin menyambungkan koneksi dengan laptopnya. Dia menenggak segelas susu formula, sebelum akhirnya tersenyum karena wajah Seokjin sudah tampil di layar.

"Itu lagi minum apa, Jung? Minum susu?" tanya Seokjin di sebrang.

Sojung mengangguk. "Tadi Ayah yang beli, sekalian beliin keperluan Ibu di minimarket."

[2] Emotions; Sowjin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang