🕊. ―extra part+++

445 46 28
                                    

Satu dari sekian hari, yang hadir di masa depan,

"Mama, gigi depan Hani goyang," keluh Hani pada Ibunya, saat keluarga mereka sedang makan malam bersama. "Tadi Hani bilang sama Kak Fany, terus kata Kak Fany, gigi Hani harus dicabut."

Sojung mengangkat kedua alisnya, lalu tersenyum menatap Hani. Rupanya ... bayi yang dulu mengejutkannya karena hadir tanpa peringatan di rahimnya, sekarang bukan bayi lagi. Gigi yang dulu perlahan tumbuh, sekarang justru mulai akan pergi satu-satu.

Sojung meletakkan sendok di atas mejanya, berdiri dan berjalan mengitari meja agar sampai di hadapan Hani.

Wanita itu berlutut, usai membetulkan kursi dan posisi Hani agar berhadapan dengannya. "Buka mulutnya, bilang 'a', biar Mama bisa tau, seberapa goyangnya gigi anak Mama yang udah mau dewasa ini." Sojung menggoda putrinya, dia mengangkat dagu Hani, lalu memberikan senyuman penuh arti.

Sojung membuka mulutnya, mengucap huruf O, sepanjang yang wanita itu inginkan. "Goyangannya udah ringan banget, udah siap buat dicabut."

Sojung berdiri, membenarkan kursi dan posisi anaknya lagi. Setelah wanita itu kembali pada posisi nyamannya di kursi makan, dia mengucapkan, "Besok, pulang dari TK, Hani ikut Mama ke dokter gigi, ya?"

"Sojung, jangan besok siang. Aku masih ada kelas," kata Seokjin.

Sojung spontan menatap Seokjin dengan satu alis terangkat. "Apa hubungannya? Kamu di kampus aja, biar aku yang anter Hani. Aku nggak minta kamu buat anterin kami."

"Kalau kamu anter Hani, Gio gimana?" tanya Seokjin. "Mau kamu ajak? Emang nggak repot?"

"Gio anak aku, dia nggak akan rewel kalau sama aku," kata Sojung. "Kamu ini mulai ngeraguin aku lagi, ya?"

Seokjin menggeleng. "No! Sama sekali nggak. Aku cuma khawatir, takut kamu kesusahan."

Sojung mendecak, tak mau melanjutkan obrolan. "Dimakan aja makananmu, nggak usah lanjutin obrolan. Aku biasa jaga Fany, Hani sama Gio di rumah sendirian ... apa lagi sih, yang harus kamu khawatirin?"

"Sojung, nggak gitu maksudku―"

"Seokjin, aku bilang makan! Jangan ngerusak suasana!"

Sojung masih kesal dengan Seokjin sejak peristiwa tak menyenangkan di meja makan tadi pagi. Dia bisa pergi sendiri, seharusnya memang begitu. Tapi semenjak Sojung mengandung Gio, melahirkan Gio, bahkan merawat Gio ... Sojung merasa bahwa Seokjin lebih menjaganya.

Suaminya itu tak pernah membiarkan Sojung melakukan semuanya sendiri. Dia bilang, mereka harus selalu melakukan semuanya bersama. Tapi untuk masalah seperti ini―yang bahkan sendiri pun Sojung mampu, harusnya Seokjin tak berlebihan seperti itu. Sojung tidak suka Seokjin yang berlebihan.

Lantas ketika kakinya menginjak lantai rumah sakit, Sojung berusaha melepas semua rasa jengkelnya pada Seokjin. Dia menggandeng Hani dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya ia gunakan untuk menopang tubuh belakang Gio―yang dia lilit kain dengan posisi wajah bayi laki-laki itu, menghadap dadanya.

Sojung mendaftarkan anaknya, menunggu giliran, lalu menemani Hani masuk ke dalam ruang tempat dia mencabut giginya. Hani menangis, kencang sekali saat itu berlangsung, mungkin karena ini adalah kali pertama baginya.

"Mama, Hani berdarah!" adu anak itu sambil merengek, menangis karena terkejut ... rasa nyeri, juga sedih karena giginya sudah hilang satu.

"Mama, nanti kalau Hani makan gimana? Gigi Hani dicabut." Anak itu menangis, sambil menggigit kapas di antara giginya.

Sojung menghapus air mata di pipi Hani, kemudian tersenyum. "Emangnya Mama atau dokter pernah bilang, kalau gigi kamu dicabut, artinya kamu nggak bisa makan apapun?"

[2] Emotions; Sowjin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang