Dahulu..
Aku terlalu sibuk menghitung rintik hujan yang jatuh ke bumi.
Hingga tak kusadari keindahan pelangi yang menghiasi..Dahulu..
Ku terlalu takut untuk mengarungi lautan..
Hingga tak kusadari bahwa ada kapal yang bisa membawaku kesebrang..Dahulu..
Ku terlalu sibuk mengejar matahari..
Sampai aku lupa, jika indahnya bintanglah yang hadir setelah kepergian matahari..Dan sekarang..
Tak akan aku lewatkan kicauan merdu burung dipagi hari..~Zahira
Jam menunjukan pukul tujuh waktu London, namun Rasel sudah terlihat tampan dengan kemeja yang membalut tubuhnya. Sudah hampir dua bulan kini usia Rasel. Ara pun sudah banyak belajar cara mengurus bayi dari Mbak Maya.
Sejak saat kepulangannya dari Airin Hospital ia sudah tak pernah bertemu lagi dengan Riza. Hanya Nadine yang selalu menyempatkan diri untuk menjenguk Ara, tentu saja untuk bermain bersama Rasel. Karna Nadine sangat menyukai anak-anak.
Riza hanya mendengar setiap perkembangan anaknya itu melalui mulut Nadine. Gantara dan Sinta pun sudah mengetahui tentang kelahiran cucunya itu dari Mbak Maya. Gantara dan Sinta sangat berterimakasih kepada Mbak Maya yang selama di London telah banyak membantu Danish dan Ara.
"Anak ayah udah mandi?" Ucap Danish yang mendaratkan ciumannya di pipi Rasel.
"Ih bau, mandi dulu sana baru cium Rasel" Ucap Ara yang menyapu pipi Rasel dengan telapak tangannya
"Iyaa..iya aku mandi. Tapi setelah mandi bukan hanya Rasel yang akan aku cium, tapi bundanya juga pasti aku cium" ledek Danish yang segera masuk kedalam toilet.
Ara hanya menahan tawanya saat mendengar perkataan Danish.
***
Jam kantor telah usai, kini saatnya seluruh karyawan Barack Advertising untuk segera kembali pulang ke rumahnya masing-masing.
"Nad, apa bisa bicara sebentar?" Ucap Riza sesaat sebelum Nadine memasuki pintu lift.
"Hmmm" Nadine hanya membalas dengan deheman.
"Bukan disini maksud saya, apa kamu ada waktu untuk menemani ku minum teh di luar?" Ucap Riza
"Saya sangat lelah pak. Mungkin bisa lain waktu" Nadine menolaknya
"Ayolah Nad" Riza merengek
Pintu lift terbuka dan Nadine segera memasuki lift tanpa menjawab ajakan Riza.
Tak lama pintu lift tertutup dan meninggalkan Riza yang masih berdiri disana.
"Entah apa yang merasuki tubuh saya saat ini. Mengapa saya menjadi tertarik pada wanita yang angkuh, sombong dan kecut seperti Nadine?" Gumamnya
***
Nadine termenung dibalik jendela kamarnya. Gelapnya malam bertambah indah dengan hadirnya bintang-bintang. Sang rembulan pun seolah tak mau kalah, ia memancarkan sinarnya dengan sangat terang.
"Maaf pak, saya hanya tak ingin menjadi pelarian. Setelah bapak dicampakan oleh Ara, bukan berarti bapak bisa mendekati saya" Ucap Nadine kepada gelapnya malam
Jauh dilubuk hatinya yang paling dalam, ia pun mencintai Riza. Namun, ia tak yakin jika Riza akan membalas perasaannya. Riza bukanlah seseorang yang mudah melupakan seseorang yang ia cintai. Maka, bukan tak mungkin jika Nadine hanya akan menjadi pelariannya karna ia dicampakan oleh Ara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zahira
Teen FictionBagaimana Zahira harus menerima kenyataan bahwa ia telah di perkosa oleh seorang bajingan? Dan ia harus mengandung anak dari hasil pemerkosaan yang di alaminya? Bagaimana ia menjalani hidupnya? Apakah ia akan menerima dan menyayangi anak itu atau ba...