Pagi yang biasa saja, hari minggu untuk pertama kali dalam sejarah delapan belas tahun Nana hidup akhirnya ia bisa bangun pagi. Bangun pagi di hari minggu, Rissa bahkan sampai meletakkan tangannya diatas kening sang putri takut-takut dia sedang sakit atau malah sedang kerasukan, karna sungguh bukan hal biasa melihat putri semata wayangnya itu tengah duduk manis di meja makan paling awal sebelum Rissa berteriak sampai tenggorokannya terasa hampir keluar dari tempatnya.
"Wah tumben nih anak ayah bangun pagi" sindiran halus Bagas tidak membuat senyum manis Nana surut
Bangun pagi salah bangun siang salah, emang beresnya gua gak bangun sekalian.
"Iya dong, biar ayah sarapannya gak berdua mulu sama ibu. Bosen kan?" Rissa berdehem. Sekedar mengingatkan bahwa ia juga berada disana.
"Kamu nih bisa aja" tipe ayah humoris macam Bagas memang selalu menyenangkan. Lebih menyenangkan lagi kalau niat Nana bangun pagi terpenuhi hari ini.
"Ibu curiga nih, kamu mau kemana?" Nana memang bukan anak rumahan, ia akan keluar dengan teman atau ayahnya atau bahkan seorang diri. Tapi Nana tidak pernah pergi di hari minggu terlebih sejak mereka pindah.
"Udahlah bu, mungkin Nana sekarang udah punya pacar" Nana tertawa sombong, lalu menggenggam tangan Bagas yang ada diatas meja.
"Ayah doakan saja" jawaban Nana membuat Rissa memutar bola mata
"Emang mau kemana sih?" sebagai seorang ibu, wajib Rissa tau kemana putrinya akan pergi. Nana memahami itu.
"Gak kemana-mana bu, tenang aja aku akan selalu bersama ibu"
"Sekali aja kalo ibu tanya kamu serius jawabnya bisa gak?" Bagas dengan sengaja menyeruput kopinya keras-keras seperti hendak memanaskan suasana
"Cuma ke depan"
"Kalau cuma kedepan ngapain kamu rapi banget" Rissa hafal betul sikap anaknya, diluar seperti model tapi dirumah malah kayak gembel.
"Gak kok, biasa aja." Nana membalas cuek
"Mau ngapain di depan?" Bagas menyahut
"Duduk"
"Dari pada duduk aja, mending kamu bantuin ayah cuci mobil, nanti ayah kasi uang jajan" bola mata Nana berbinar bagai anak kucing diberi whiskas, ia mengangguk beberapa kali.
"Yaudah cepet makan"
✨✨✨
Di luar Nana bahkan sudah sengaja berlama-lama mencuci mobil, bahkan Bagas sampai menghela nafas berkali-kali. Niatnya mengajak Nana cuci mobil agar pekerjaannya lebih mudah, tapi justru malah jadi tambah lama. Sudah hampir satu jam tapi Nana hanya menggosok bagian itu-itu saja, sambil melihat ke rumah depan yang memang bisa dilihat dengan jelas.
"Kamu ngapain sih na?" Bagas sudah lelah, pekerjaannya jadi tidak selesai-selesai.
"Biar bersih ayah, sekalian sabun cair ibu taruh sini" Bagas geleng-geleng kepala, ada saja memang tingkah anak gadisnya ini.
Tak lama, pagar hitam depan rumah Nana terbuka, menampakan pria yang Nana tunggu-tunggu sedang mengeluarkan motornya.
"Hai!" Bagas sampai tersentak, memalukan sekali melihat putrinya menyapa pria yang sama sekali tidak dikenal. Sungguh sikap SKSD yang amat natural.
Sementara Arka di tempatnya sempat terdiam bingung lalu mengangguk singkat tanpa senyum padahal Nana sudah senyum selebar yang ia bisa.
"Mau kuliah ya kak?" Arka mengangguk saja, dalam hati heran sekaligus bertanya-tanya sejak kapan rumah itu berpenghuni gadis sok akrab?
"Kuliah dimana kak?" Nana masih gencar
"Nana" nada peringatan sekaligus malu mengalir dari Bagas. Anaknya ini benar-benar sok akrab sekali.
"Permisi" pamit Arka sebagai bentuk pencitraan, matanya bahkan tidak melihat dengan jelas wajah Nana.
"Oh mau bantuin ayah cuci mobil ternyata" Nana cengengesan mendengar lagi-lagi ayahnya menyindir halus
Mau bagaimana lagi, namanya juga penasaran. Bagi wanita mencari tau sesuatu tentang hal yang disukainya memang berada diurutan atas.
"Yaudah cepat, ayah udah kering nungguin kamu gak selesai-selesai, mana yang digosok cuma bagian itu aja"
Nana menurut, mulai mencuci mobil ayahnya dengan serius dan bersemangat seakan wajah tampan tadi telah memberinya kekuatan. Tapi sayang, Nana lupa menanyakan siapa nama pria tadi, umurnya berapa, nomor teleponnya berapa, sandi facebooknya apa, tapi tidak masalah. Nana bisa bertanya di lain waktu
"Senyum-senyum sendiri udah kayak orang sinting" Nana tertawa mendengar ucapan ayahnya
✨✨✨
Sore hari setelah hari-hari kuliah yang padat, Arka kembali mendapati gadis yang sama pagi tadi sedang duduk santai dibangku panjang yang memang sengaja di letakkan di depan pagar rumah Arka. Jangan tanyakan siapa yang meletakkan itu disana karna Arka tidak tau dan juga tidak mau tau.
"Sore kak!" sapaan bernada cempreng dengan senyum yang lebar kembali terdengar. Arka menaikkan alisnya dibalik helm full face yang dia kenakan.
arka hanya mengangguk sekilas, menunggu ART-nya membuka pagar setelah Arka mengklason tadi
"Kak, pertanyaan aku tadi pagi belum dijawab" dalam hati Arka mengomel, kenapa pintu pagar rumahnya belum juga dibuka?
"Kak, gak budek kan? gak dong, masa ganteng-ganteng budek." Arka menghela nafas, mencoba bersabar jangan sampai ia menabrakkan diri.
Arka diam saja, langsung saja ia masuk setelah pagar rumahnya dibuka menghiraukan Nana yang seketika mencebik.
Sombong bat mentang-mentang ganteng!
"Sabar ya dek, mas Arka memang cuek anaknya" celetukan si asisten rumah tangga tadi membuat senyum Nana kembali terbit
"Oh jadi namanya Arka?" bi minah mengangguk
"Terus-terus, apalagi bi"
"Apalagi apanya dek?" bi minah terlihat kebingungan
"Arka kuliah dimana? semester berapa? terus berapa bersaudara?" bi minah sampai heran sendiri karena interview dadakan dari Nana
"Oh, mas Arka udah semester akhir, tapi bibi gak ingat nama kampus nya, mas Arka anak bungsu dek" Nana merekam baik-baik setiap kata dari bi Minah di otaknya
"Arka anak bungsu?" bi Minah mengangguk "Iya, kakak-kakaknya cewek semua" kini Nana yang gantian mengangguk. Rissa benar, Nana terlalu sering berada di kamar sampai tidak tau kalau di depan rumahnya dihuni oleh jelmaan dewa yunani.
"Makasih bi infonya, sampein salam aku sama kak Arka ya, bilang salam kenal dari Nana gitu" bi Minah tersenyum lalu mengangguk. Ia kemudian menutup pagar dan segera mendatangi Arka yang sedang duduk santai di meja makan dengan sepotong kue di depannya
"mas Arka, dapat salam dari Nana" Arka menautkan alis
Nana siapa dah?
"Siapa bi" walau tidak benar-benar penasaran, Arka bertanya sebagai bentuk menghargai bi Minah yang sudah menyampaikan hal tadi saja
"Tetangga depan mas, cantik ya anaknya?" Arka mengangguk malas, lalu kembali bermain game.
KAMU SEDANG MEMBACA
EUNOIA
ChickLitKalau Arka yang judes dan sarkas lalu bertemu dengan Nana yang ceria dan berhati selembut gulali? Apakah akan mengubah Arka?