EU; 54

3.3K 250 11
                                    

"Arka katanya kerja di perusahaan temen papanya ya disini?" Ucap Rissa sambil memotong buncis. Mereka bertiga sedang di meja makan, Nana baru akan pergi kuliah. Bagas hari ini tidak ke kantor.

"Iya, kayaknya udah mau empat bulan." Selama itu juga, Nana tidak pernah melihat Arka dimana pun. Dan ia syukuri itu agar hatinya tetap aman.

"Dia enggak betah ya di Rusia?" Rissa bertanya lagi, matanya tetap fokus pada sayuran di depannya. Nana hanya perlu cepat menghabiskan nasi goreng ini agar segera pergi.

"Kata papanya sih, mending Arka pulang dari pada disana hidup karena keterpaksaan. Arka kerja, hasilnya juga bagus, tapi papanya aja yang enggak tega liat anaknya murung." Nana tidak tau ayahnya tau dari mana soal itu. Walaupun memang, orang tuanya dan Arka lumayan akrab. Apalagi Rissa dan Intan.

"Berarti papanya tetap di rusia gitu?" Bagas angkat bahu, sembari membolak-balikkan koran yang dia pegang.

"Katanya sih juga udah mau pensiun. Lagian kurang kaya bagaimana sih mereka itu." Nana juga mau bertanya begitu pada ayahnya Arka. Kurang kaya kah mereka?

"Intan bilang, mereka gak mau maksa anak-anaknya. Ya jadinya, Arka juga di biarin jalanin apa yang dia mau selama masih bertanggung jawab." Ucapan Rissa itu selesai bersamaan dengan Nana yang sudah selesai makan

"Aku pergi dulu" ia menyalami tangan kedua orangtuanya lalu bergegas keluar. Kalau Nana belum bilang, Nana sudah di belikan mobil oleh Bagas ketika Nana masuk kuliah semester tiga lalu. Katanya, ia mulai tidak tega melihat Nana kemana-mana naik ojek. Alhasil, Nana ke kampus selama ini menggunakan mobil.

Di depan rumahnya tempat Nana memarkirkan mobilnya, bersamaan dengan keluarnya Arka dari dalam rumahnya. Nana tanpa sadar menatap kearahnya lumayan lama. Ia mengenakan kemeja dan celana bahan. Khas pria kantoran sekali memang

Arka tidak mengeluarkan sepatah kata pun, dan Nana juga melakukan hal yang sama. Ia melanjutkan langkahnya menuju mobilnya berada

"Arka tungguin kek!" Nana spontan berbalik meski bukan namanya yang di panggil. Sivia berlari kecil mengejar Arka yang juga bersiap memasuki mobilnya.

Nana kembali melanjutkan, ia masuk ke dalam mobilnya juga meremas setirnya melampiaskan kesal. Kesal pada dirinya sendiri, kenapa masih harus merasa terusik melihat Arka dan Sivia? Itu sudah bukan urusannya, Arka sudah bukan miliknya, kenapa ia harus sedih melihat itu?

______

Nana sudah mulai mengerjakan skripsinya, bisa dibilang ia mengerjakannya lebih cepat dari pada yang lain. Nana memang sengaja, ia akan lulus tepat waktu agar bisa langsung bekerja.

Di kantor milik adik mamanya, yang memang sudah mengincar Nana untuk ikut bergabung. Perusahaan itu berada di Surabaya, dan Nana akan senang tinggal di kota yang jauh. Nana memang sudah lama berfikir, sepertinya ia butuh jarak dari kota ini untuk kembali menjernihkan pikirannya. Arka, terlalu berada dekat di sekitarnya. Nana tidak mau merasa hancur sendiri, ia butuh suasana baru.

"Na?" Friska bergabung duduk di samping Nana, di perpustakaan dengan laptop yang selalu di bawa kemanapun.

Hubungan mereka sudah membaik, Nana mana mungkin marah sampai empat bulan perkara ada temannya yang pacaran diam-diam? Friska sudah cerita, ia dan Rama tidak dalam hubungan, di kelab malam waktu itu adalah ketidaksengajaan dan mereka sudah tidak melanjutkan itu. Nana tidak tau detailnya, yang jelas Friska dan Rama tidak benar-benar dalam hubungan.

Joy dan Saka hingga sekarang masih, bahkan waktu Joy sekarang lebih banyak untuk Saka. Sampai Friska sering meledeknya.

"Buru-buru banget kenapa sih? Pelanin dikit Na" iya, Nana memang semangat sekali dalam mengerjakan skripsi. Friska takjub.

EUNOIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang