Enjoy...
Nana tau bahwa di jam enam pagi Arka sudah duduk manis di teras rumahnya menunggu Nana untuk berangkat kuliah bersama. Namun selain hati Nana yang belum siap, pikiran yang belum melupakan kejadian kemarin, tanpa di duga-duga tubuh Nana menjadi drop sejak kemarin malam. Demam Nana tinggi di sertai pusing yang membuatnya mual. Sejak kemarin memang Arka sudah mencecar dengan puluhan panggilan dan pesan yang Nana abaikan karena masih sakit hati. Mungkin Nana memang berlebihan, namun jika di pikir lebih lanjut, Arka seolah tidak membutuhkan kehadiran Nana hingga pertanyaan "apa gunanya Arka memintanya jadi pacar?" muncul ke permukaan. Nana juga jadi mulai merasa heran sekaligus bingung di hari-hari lalu apakah Arka hanya sedang pura-pura sangat mencintainya saja?
Pintu terketuk pelan, Nana memilih menarik selimutnya hingga menyembunyikan separuh wajahnya. Nana tau kalau kedua orangtuanya selalu over panik setiap kali nana sakit. Mungkin terutama Rissa karena dia adalah sosok yang telah melahirkan Nana. Bahkan Rissa tidur bersama Nana semalam demi memastikan Nana baik-baik saja dan demamnya tidak makin tinggi. Nana paham mengenai ke- khawatiran itu. Namun ada kalanya juga Nana merasa jengah. Yang mengetuk itu pasti Rissa lagi
"Na, gue masuk ya?" atau tidak, Rissa tidak memiliki suara berat begitu kan?
Nana memilih bergeming, rasanya masih belum memiliki tenaga untuk meladeni keberadaan rka disini
Melihat Nana masih tidur, dengan gerakan pelan Arka membungkuk dan mengusap belakang kepala Nana. Tanpa kata, hanya matanya saja yang tak lepas menatap Nana. Dalam hati ia tidak tega juga apalagi mengingat hari itu Nana pulang lebih dulu dan sendirian. Arka merasa bersalah sekaligus tidak berguna.
Merasa Arka mencium rambutnya, Nana mengepalkan tangan. Jika situasinya beda ini akan jadi hal yang romantis. Tapi pikiran Nana justru lain, Arka berubah lagi. Entah dia punya kepribadian ganda atau bagaimana?
Arka keluar tidak lama setelahnya, sekitar satu menit disana Arka benar-benar tanpa kata dan suara.
Nana menghempas kasar selimutnya ketika pintu tertutup sempurna, sikap Arka membuat kepalanya tambah pusing. Padahal dulu ia sudah menyerah pada Arka tapi setelah semuanya tercapai kenapa Nana jadi merasa ada yang mengganjal. Arka posesif, dia juga tidak malu menunjukkan kemesraan di depan orang lain. Tapi kemarin itu benar-benar membuat Nana juga introspeksi diri habis-habisan. Apakah mungkin justru dirinya telah membuat Arka marah? Tapi kapan? Kenapa dan masalahnya apa? Nana tau Arka cuek, dan itu juga menyebalkan.
________
"Nana, makan dulu yuk baru minum obat." pukul empat sore, makanan yang harusnya di santap di siang hari itu jadi mundur ke jam empat sore karena Nana tertidur pulas setelah kelamaan mikir. Rissa menjadi tidak tega membangunkan Nana karena semalam memang Nana sulit tidur karena demam tinggi
Nana bangun dan bersandar pada kepala ranjang, pusing di kepalanya masih ada namun sudah tidak separah kemarin atau tadi pagi.
"Ini dari mamanya Arka" kata Rissa sembari menyodorkan sendok berisi nasi dan ayam kecap. Mamanya Arka bahkan se-perhatian itu?
"Ibu bilang ya aku sakit?" Rissa mengangkat bahu, matanya fokus pada nasi dan lauk di piring.
"Dia nanya, ya ibu jawab" katanya enteng
"Arka juga ijin sama ibu buat datang lagi abis dia kuliah" Nana agak terkejut, dan tidak perlu di tebak Rissa, pasti mengijinkan.
"Dari kemarin ibu liat kamu jadi aneh" dengan mulut penuh meski tenggorokannya pahit, Nana mengernyit
"Apa? aku mirip alien?" Rissa berdecak, sedang sakit otak Nana bisa lebih korslet dari biasanya
"Kemarin kan perginya sama Arka, kenapa pulangnya malah sendiri?" tanya Rissa langsung pada intinya
Loh? kok doi tau?
"Ibu jangan sok tau" Rissa menyuapkan wortel pada Nana sebelum menjawab
"Arka ke rumah satu jam setelah kamu sampe, dia nanya kamu dirumah apa gak. Ibu udah manggil kamu tapi kamunya tidur" syukurlah karena Nana tertidur, jadi dia tidak harus melakoni drama bersama Arka.
"Kamu pulang duluan? Kenapa?" Nana pulang dengan tidak sopan, Nana sempat mengirim pesan pada Ara dan meminta maaf untuk itu yang di balas Ara dengan permintaan maaf juga karena tidak sempat menemani Nana. Belum lagi Nadia yang juga mengirim pesan dan menelfon beberapa kali sudah cukup membuat Nana merasa bersalah. Dia tidak ingin menyalahkan Arka, tentu Arka punya prioritas lain dan teman-temannya kemarin itu mungkin saja sedikit lebih penting dari dirinya. Tapi tetap saja, rasa sakit dan terabaikan itu tetap ada.
"Ibu gak akan ikut campur" kata Rissa kemudian, Nana dan Arka sudah sama-sama dewasa. Harus di biasakan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Orang tua tidak selalu harus ikut campur.
___________
Tadinya Nana memang menunggu kedatangan Arka, mungkin dia bisa meminta penjelasan atas sikap anehnya waktu itu. Namun tidak seperti kata Rissa, hingga jarum jam menunjuk pukul delapan Arka tidak juga muncul.
Dan ya..Nana memang kesal
Namun satu sisi pikirannya kembali membela, Arka mungkin saja sibuk di kampus atau di tempat lain. Dia mungkin punya pekerjaan yang jauh lebih penting dan harus di dahulukan daripada dirinya. Nana berusaha berfikir positif di sela-sela sakit hatinya.
Tidak apa-apa, mungkin lain waktu. Meski Nana ragu karena Arka bahkan tidak menelpon atau mengirim pesan satu pun
Arka memang se-cuek itu? ataukah Nana memang tidak penting?
__________
Esok harinya, Nana sudah jauh lebih baik. Meski mudah sakit Nana juga tidak butuh waktu lama untuk sembuh, maka meski Rissa dan Bagas melarangnya, Nana tetap kekeuh ingin kuliah hari ini.
"Kalo masih lagi mode marahan, telpon ayah aja buat jemput" Bagas tentu akan tau, karena Rissa tentu saja. Susah memang pacaran dengan tetangga sendiri.
"Iyaa, ayah bawel" kata Nana lalu turun dari mobil, pagi tadi Nana tidak melihat keberadaan Arka. Jangankan Arkanya, motor pria itu juga tidak kelihatan.
Nana sungguh amat penasaran, tapi Nana ragu Arka mau menjawab saat ia tanyai lewat telpon.
Nana melewati kelas pertamanya dengan baik, meski sesekali pusing di kepalanya masih muncul, Nana berusaha menahan karena kelasnya hari ini hanya sampai jam tiga sore.
Selalu sedari kecil, Rissa selalu membuatkan Nana bekal ketika Nana baru sembuh dari sakit. Dengan alasan agar Nana tidak jajan sembarangan. Dan sama seperti dulu juga Nana selalu lebih nyaman makan di tempat sepi. Untung saja perpustakaan masih memperbolehkan mahasiswa makan disana asal tidak berisik
Sebelum ke perpustakaan, Nana menyempatkan diri untuk ke toilet mencuci tangannya di wastafel saat seorang dengan rambut sebahu masuk dan tersenyum tipis padanya. Nana tidak kenal tentu saja, tapi demi kesopanan Nana balas dengan senyum tipis yang sama.
"Lo Clarinna?" dengan rasa bingung, Nana mengangguk kecil lalu mengambil tissu untuk mengeringkan tangannya
"Tau Arka?" ok, Nana tidak paham arahnya kemana.
"Tau" singkat, Nana baru akan pamit sebelum gadis itu kembali menyahut
"Gue tunangannya" andai ada kata lain selain terkejut, Nana akan pakai itu. Dengan pelan Nana kembali menoleh, menatap gadis itu dengan senyum tipis seolah itu adalah sebuah ketulusan.
"Oh ya? oke. Kalau gitu aku permisi" sakit hati yang belum sembuh itu, justru tambah parah. Apakah karena ini Arka jadi mengabaikannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
EUNOIA
ChickLitKalau Arka yang judes dan sarkas lalu bertemu dengan Nana yang ceria dan berhati selembut gulali? Apakah akan mengubah Arka?