EU;35

2.6K 174 0
                                    

Untuk seumur hidup, menghadiri acara semacam ini adalah perdana bagi Nana. Biasanya saat-saat ada acara keluarga seperti syukuran atas usia kandungan atau lahirnya anak Nana tidak pernah hadir, itulah sebabnya mengapa ulang tahun Nana atau ulang tahun kedua orang tuanya tidak pernah di rayakan di luar. Selalu Rissa yang repot memasak untuk merayakannya. Atau kalau Rissa ingin lebih praktis biasanya ia memesan saja dari luar. Setau Nana juga, keluarganya jarang menggelar acara begini mengingat keluarga mereka memang tidak banyak. Rissa anak bungsu dua kakaknya tinggal di luar negeri sementara Bagas anak tunggal yang kampung halamannya cukup jauh. Makanya, saat ada acara begini Nana bingung mau berpakaian seperti apa. Karena acaranya siang, otomatis pasti santai. Nana mengikuti usul Rissa yang menyuruhnya memakai dress saja. Dress itu sederhana namun tetap cantik

"Duh bidadari mau kemana siang-siang begini?" kata Bagas dengan cengirannya. Sudah dua hari pria itu tidak ke kantor. Cuti sekali-kali katanya.

"Kak Ara ngundang makan siang, sekalian syukuran usia kandungan nya" Nana sungguh tidak sabar karena akhirnya ia bisa melihat Ara setelah sekian lama

"Sama Arka?" Nana mengangguk, mengambil tangan Bagas dan menempelkannya di kening lalu pamit. Rissa sedang tidak dirumah, dari pagi ia membantu si ibu RT yang sedang mengadakan arisan

Nana tidak perlu menunggu karena ternyata sudah ada Arka yang juga baru saja menutup gerbang rumahnya setelah mengeluarkan mobilnya.

Pria itu nampak berkali-kali lipat tampan padahal hanya memakai kemeja

"Udah?" reaksi Arka tidak berlebihan setelah melihat Nana, yah.. memang pria itu kan cuek. Padahal jujur saja Nana sampai kerepotan merias dirinya secantik mungkin namun reaksi Arka hanya melirik padanya sekilas. Nana tidak memakai lipstik warna cerah, hanya lipbalm yang ia beli beberapa hari lalu mengingat Arka protes jika Nana memakainya.

Bahkan sepanjang perjalanan pun Arka juga diam saja, sama sekali tidak ada percakapan sampai Nana sendiri bingung. Apakah dia melakukan kesalahan?

Penampilan nya hari ini berlebihan kah?

_________

Halaman rumah Ara nampak ramai dengan banyaknya kendaraan yang terparkir, Nana menahan lengan Arka yang sudah hendak ingin turun membuat alis pria itu terangkat?

"Kenapa?" tanya Arka, harusnya Nana yang bertanya.

"Kamu yang kenapa? Kok daritadi diam aja?" diamnya Arka begini adalah suatu peristiwa dimana Nana merasa Arka mungkin saja hanya iba memintanya menjadi kekasih. Bisa jadi pria itu sebenarnya mulai jengah dan akhirnya mengiyakan saja supaya tidak panjang

"Gue gak papa" jawaban itu membuat Nana kesal, ia turun mendahului Arka dengan wajah cemberut hingga mencapai pintu rumah Ara. Seberapa baiknya pun Ara padanya, Nana merasa dirinya masih terbilang baru. ia belum sedekat itu dengan Ara. Maka untuk memencet bel saja Nana masih sungkan. Tidak ada pilihan lain selain menunggu Arka meski pria itu menyebalkan sekali hari ini

Rasanya baru kemarin Arka bersikap manis dan meminta maaf padanya, tapi sekarang apa? Mengapa pria itu seperti bunglon? Berubah-ubah.

"Kenapa gak masuk?" heran Arka setelah menyusul Nana. Dia bahkan tidak peka

"Nungguin kamu lah! pake nanya" Nana tau nada suaranya menjadi judes, tapi jangan salahkan dia, ini salah Arka yang membuat moodnya menjadi berantakan. Sebenarnya tidak sepenuhnya salah Arka juga, tapi paling tidak beri sedikit saja apresiasi karena Nana begitu susah payah untuk hal semacam ini yang bagi sebagian besar wanita di luar disana adalah hal yang mudah. Nana bukan perempuan yang peduli akan penampilan atau trend busana, jika Nana nyaman ya itu yang dia pakai sekalipun hanya baju kaos dan celana tidur, Nana percaya diri untuk keluar rumah.

Arka meraih tangan Nana untuk di genggam, pria itu mengernyit karena Nana justru menolaknya.

"Kenapa?" Nana tidak menjawab, Arka kembali meraih tangan Nana dan kali ini tidak menolak. Mereka masuk dan sampai diruang tengah rumah Ara. Ada Nadia yang sedang mengobrol dengan Ara. Hanya itu yang Nana tangkap karena yang lain Nana tidak kenal.

"kak Ara selamat ya, semoga lancar sampai lahiran" Ara tersenyum manis lalu memeluk Nana

"Makasih ya udah dateng" Nana mengangguk. Berada di lingkaran pertemanan Arka, Nana benar-benar merasa kecil.

"Gue udah ngebayangin kalian pake baju couple tau" seru Nadia dengan kue coklat di tangannya

"Mimpi" balas Arka datar, ya itu memang hanya mimpi. Mana mau seorang Arkatama repot-repot

"Lo kan sekarang bucin, bucin biasanya mau-mau aja" Nana agak ragu, Arka tidak bucin. Entahlah, Nana bingung karena pola pikir Arka sama sekali tidak terbaca. Satu waktu pria itu begitu perhatian sampai ke arah berlebihan, waktu lain dia memuji Nana hingga terbang, lalu waktu lainnya lagi Nana seolah tidak mengenal Arka. Benar-benar pria yang sulit di tebak.

Sepanjang acara, Nana rasanya menjadi tidak nyaman. Moodnya resmi berantakan dan meski Nadia atau Ara tidak mengabaikannya sekejap pun, Nana masih saja merasa kurang. Mendapati Arka justru asik sendiri dengan teman-teman kampusnya yang juga turut hadir Nana makin kesal, sebenarnya apa gunanya ia pergi bersama Arka? apa fungsinya? Karena pria itu bahkan tidak menemaninya disini. Dia yang bukan siapa-siapa dan tidak mengenal siapa-siapa. Nana tidak mungkin menahan Ara yang sedang bertemu dengan mertuanya, belum lagi tatapan Andra yang seperti ingin membekukan apa saja saking dinginnya, Ara juga tidak mungkin menahan Nadia yang juga sedang mengobrol dengan temannya yang lain. Nana memilih menyisihkan diri ke dapur setelah dari toilet.

"Mbak kok disini? mau sesuatu biar saya ambilkan?" Nana menggeleng dengan senyum menjawab si asisten rumah tangga Ara.

Sebenarnya Nana sudah ingin pulang, lagi pula ia sudah cukup lama disini. Dan menyebalkannya lagi Arka sama sekali tidak menghiraukan keberadaan nya disini.

Melihat Arka sedang tertawa ringan dengan kedua tangan yang masuk kedalam saku celana kainnya, Nana jadi tidak mengerti. Sebenarnya pria itu ingat keberadaan nya atau tidak?

Kalau pun memang harus mengobrol apakah tidak bisa dia mengajak Nana saja? toh dirinya tidak akan menganggu.

"Lo liat Arka gak sih?" entah siapa itu, Nana tidak kenal dan tidak ingin menoleh meski suaranya begitu jelas dan nama yang ia sebut begitu akrab di telinganya

"Ganteng banget kan?" suara lain menyahut dengan kekehan kecil

"Baru kali ini sih gue liat dia pake pakaian gitu, jadinya kan tambah ganteng. Gue udah foto sih" oke, Nana memang kesal mendengar itu. Tapi memangnya buat apa? buat apa dia cemburu? toh memang benar, Arka tampan hari ini. Lalu kenapa? Meski Arka adalah pacarnya bukan hak Nana melarang orang untuk memuji atau mungkin menyukai Arka.

"Lo kirim ke sivia?" Sivia, siapa? untuk apa dia tau?

"Gue kirim lah, dia harus liat" Nana jengah, tidak ada Ara tidak ada Nadia dan Arka selaku pacar sekaligus orang yang menemaninya kesini sama sekali tidak menghiraukan keberadaan nya. Nana memutuskan pulang setelah mengirim pesan pada Ara untuk pamit. Memang tidak sopan, padahal Ara mengundangnya dengan baik. Namun hadir di tengah-tengah keluarga Ara juga bukan pilihan tepat.

Nana tidak habis pikir, entah siapa yang salah. Dirinya atau Arka?

Jujur saja, Nana agak menyesal datang kemari. Ia bahkan tidak menyentuh sesendok pun makanan sewaktu disana, pulang naik taksi karena Arka benar-benar sangat menikmati dunianya sendiri.

Nana sengaja mematikan ponselnya hingga tiba dirumah, menemukan Rissa yang baru saja selesai membereskan dapur.

"Kok cepet pulangnya?" setau Rissa, ini baru satu jam sejak Nana pergi.

"Iya, aku bosen disana" Nana mengambil duduk di salah satu kursi meja makan.

"Aku laper bu" Rissa mengernyit, memerhatikan Nana yang mengambil nasi dan lauk pauknya.

"Masa gak kenyang?" kalau urusan makan, Nana itu bukan pemalu. Ia pasti akan makan sepuasnya tidak peduli sedang dirumah siapa

"Arka langsung pulang?" Nana mengangguki, ia sibuk mengunyah meski hatinya sangat ingin menangis.

Arka tidak tau, se-susah payah apa Nana menahan tangis.

EUNOIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang