EU; 13

3K 197 0
                                    

"Arka!" Arka tersentak kaget akan teriakan super ceria yang menyambutnya pagi hari ini. Nana sudah rapi dengan seragam sekolahnya dengan senyum cerahnya dan dengan binar matanya yang menatap Arka.

"hmm.." Nana sudah kembali, semangatnya sudah kembali juga. Jadi pagi ini ia akan berencana membujuk Arka untuk mengantarnya sekolah, ada dua kemungkinan yang sudah Nana prediksi.

Satu: Arka akan menolaknya dengan kalimat pedas level super

Kedua: Arka akan menolak dan langsung pergi begitu saja seperti Arka yang memang cuek padanya

"Gimana kak?" Arka yang sedang memanaskan motornya menoleh singkat dengan alis terangkat

"Apanya?" walau tidak begitu ingin tau, Arka tetap bertanya.

"Hari ini kamu udah suka belum sama aku?" Arka menghela nafas, Nana rupanya masih ingat dengan pertanyaan itu. Pertanyaan yang bagi Arka tidak masuk akal. Berkali-kali Nana bertanya dengan pertanyaan yang sama sampai Arka bosan, dan sampai detik ini jawaban Arka juga masih sama.

"Gak" Nana tetap tersenyum, dia masih punya banyak hari esok untuk bertanya, Arka tidak akan kemana-mana.

Selama ini mungkin Arka judes tapi pria itu peduli, Arka mungkin memang cuek, tapi Nana sadar Arka lebih sering menjawab daripada mendiaminya ketika dia bertanya. Arka pria yang baik dan Nana percaya akan pikirannya yang itu.

"Yaudah besok aku tanya lagi" Arka bersiap menaiki motornya, ia baru akan memakai helmnya saat Nana memegang pergelangan tangan Arka

"Aku nebeng boleh ya? Ayah aku udah berangkat pagi banget tadi" Arka tidak jadi memakai helm, ia sudah janji pada diri sendiri untuk tidak lagi memberi Nana harapan. Perempuan ini cantik, pasti banyak yang mau dan tidak harus Arka.

"Na, gue mau ngomong serius" Nana menunggu, masih dengan senyumnya yang sama yang Arka akui itu memang menawan.

"Lo mending jauhi gue na, gue gak suka sama lo" Arka berkata dengan nada pelan, ia harus memberitahu nana baik-baik.

Senyum Nana memudar, ia menatap Arka begitu lekat sampai Arka menyadari binar di mata Nana meredup. Satu sisi Arka mengatakan bahwa ia telah melakukan tindakan yang benar, namun satu sisi lagi meneriakkan rasa bersalah dengan amat lantang karna telah kembali membuat seorang Nana sedih.

"Maaf kalo lo jadi sedih, tapi ini bakal percuma. Lo buang-buang waktu. Jangan bikin gue nyakitin lo lebih jauh" Nana ingin sekali menangis, tapi tidak akan ia lakukan di depan Arka. ia mencoba berfikir positif. Caranya mendekati Arka memang telah salah dari awal.

"Tapi aku serius kak" suara Nana yang serak membuat Arka makin merasa bersalah. Perpaduan antara kesal dan rasa bersalah sangatlah menyiksa

"Gue juga serius, gue gak suka sama lo dan lo gak bisa paksa gue" Nana mengangguk, kembali memasang senyum secerah dan setulus tadi dan Arka yang melihatnya jadi tidak tega.

"Kalo gitu aku berangkat sendiri aja deh, kak Arka juga pergi aja nanti telat kuliah" Nana berjalan melewati Arka, ia kembali mencoba berfikir positif. Mungkin tidak hari ini, masih banyak sekali waktu dan Nana siap menunggu hingga sampai kapan pun juga. Nana hanya manusia biasa yang bisa merencanakan banyak hal dengan hebat tapi semua tergantung pada yang maha kuasa. Termasuk juga soal hati. Nana tidak pernah bisa memilih atau menyuruh hatinya untuk tidak peduli pada Arka atau berhenti menyukai pria itu. Kalau saja Nana bisa, Arka tidak perlu mengatakannya pun Nana sudah lebih dulu menjauh saat pertama kali ia melihat Arka. Atau saat mamanya memintanya untuk berhenti.

Nana bingung, meski Arka telah berkali-kali menolak dengan sikap yang bisa membuat orang lain sakit hati, Nana tetap saja membela pria itu. Hati dan otaknya tetap saja menganggap Arka adalah pria yang baik. Ada saja alasan kenapa Arka selalu bisa diterima di akal sehat Nana.

Nana duduk di halte yang tidak jauh dari rumah, menunggu bis untuk pertama kali. Karna jujur saja, sebelumnya Nana tidak pernah naik bis. Lebih baik naik ojek karna akan lebih cepat sampai.

Nana tetap pada posisi duduknya saat bis yang ia tunggu lewat begitu saja. Nana kehilangan selera untuk sekolah. Kalau Rissa tau ia pasti di marahi. Namun nyatanya, apa yang Arka ucapkan tadi tidak ingin pergi dari kepalanya.

Arka yang memandang Nana dari jauh berdecak, gadis itu hanya duduk saja disana dengan pandangan kosong bagai orang putus asa. Sebesar itukah efek ucapannya hingga Nana jadi tidak ingin sekolah?

Arka bisa langsung pergi dari sana, mengabaikan Nana dan kesedihannya.

Tapi lagi-lagi Arka dibuat mengumpat karna keinginan untuk tidak membiarkan Nana berada disana cukup besar.

Ok, kali ini saja lalu semuanya beres. Arka berjanji dalam hati.

Maka Arka melajukan motornya dan berhenti tidak jauh dari Nana duduk. Gadis itu mengangkat pandangan dan menemukan Arka yang sudah membuka helmnya.

"Buru. Gue anterin sekolah, lo bentar lagi telat" Nana tersenyum lebar, Arka memang pria baik kan?

Ia berlari kecil menuju Arka membiarkan rambutnya yang tergerai tertiup angin

"Helm aku mana?" Arka terlebih dahulu memakai kembali helmnya kemudian menolah kembali pada Nana

"Cepet, gue mau kuliah" nada datar Arka memaksa Nana untuk diam saja, menjadikan bahu Arka sebagai tumpuan untuk naik keatas motor dan melaju membelah jalan bersama Arka

Arka rasanya takjub. Bahkan setelah kalimatnya tadi, Nana masih sanggup memasang senyum di depannya. Jika bukan Nana, orang lain mungkin sudah memakinya. Nana memang unik. Pikirannya luar biasa, tapi kenapa Arka tetap tidak suka?




























EUNOIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang