Siang harinya saat matahari sedang semangat-semangatnya menyinari bumi, Elsa datang menemui Nana. Nana bahkan sampai terheran ada angin apa hingga most wanted sekolahnya ini mau mendekati dirinya yang memang tidak se-eksis orang-orang atau geng Elsa sendiri.
Siang itu pula, kelas berakhir sedikit lebih cepat dari biasanya dan Nana tidak minat mencari tau penyebabnya.
"Dari pada lo langsung pulang mending ikut kita. Lo gak bosen dirumah?" Nana memang anak tunggal, tapi untuk urusan bosan di rumah, Nana tidak pernah sama sekali.
"Iya, masa langsung pulang. Cari pengalaman aja dulu sama kita" namun tawaran tadi memang terdengar menarik, Apalagi saat Ghina yang memiliki rambut sebahu di samping Elsa mulai tersenyum manis padanya.
Elsa dan Ghina memang adalah primadona di sekolah, tidak seperti Nana yang tiba-tiba pendiam saat di sekolah dan tidak punya teman. Ajakan tadi seakan merangkai kisah sendiri di kepala Nana seperti misalnya, dia akan punya teman dan bersenang-senang.
Nana tidak akan sendirian, tidak akan bawa bekal lagi karna malas ke kantin seorang diri, tidak akan jadi anggota sisaan saat ada pelajaran kelompok. Semua terlihat indah di bayangan Nana."Aku izin ibu dulu kalo gitu" seberapa sering pun Nana bepergian di waktu dulu, pantang baginya pergi jika sang ibu tidak tau.
"Oke tapi jangan lama-lama" Nana segera mengambil ponsel pintarnya di dalam tas, menekan layar membiarkan jarinya merangkai kata diatas keypad ponselnya.
Me: Bu,aku mau jalan-jalan bentar yah sekolah aku selesai lebih awal kok.
Ibu Ratu; Jam tiga harus udah di rumah
Me: Oke ibu..
✨✨✨
Elsa yang duduk dibangku kemudi memutar stir dan berhenti tepat disebuah cafe yang cukup jauh dari tempat Nana tinggal, suasana cafe sedang sangat ramai. Untungnya masih tersisa satu meja untuk mereka bertiga duduk.
"oke, gue udah cukup basa-basi nya" Elsa tiba-tiba bersuara dimana sepanjang jalan tadi ia hanya diam, hanya Ghina yang sesekali mengajak Nana bicara. Tepat setelah kalimatnya selesai pesanan mereka tiba diatas meja
Tiga gelas milkshake blueberry dan satu porsi banana pancake menu yang mereka pesan memang seperti orang yang ingin melakukan sarapan
Lunch rasa breakfast
"capek gue daritadi pura-pura senyum" Ghina turut menambahkan, dan Nana semakin mengerutkan kening di tempatnya.
"Lo godain kayak gimana pacar gue?" Nana mengangkat alis kanannya, pertanyaan macam apa tadi? ia bahkan tidak tau kalau Elsa punya pacar. Yang ia tau Elsa populer di sekolah banyak penggemar dan ketua dari ekskul dance karna memang itu hobinya. Sudah hanya itu.
"Maksudnya apa ya?" Nana menyuarakan kebingungannya
"Lo gak usah sok polos gitu bisa gak sih?" Ghina memancing perhatian sekitar, sebagian besar orang yang ada di cafe ini menoleh kearah meja dimana ada Nana Elsa dan Ghina disana.
Nana merasa terjebak sekaligus bodoh karna mau-mau saja diajak kemari.
"Bukannya sok polos, tapi aku memang gak ngerti" Nana menjawab tenang. Jika situasi sedang seperti ini, Nana tidak boleh ikut menjadi api. Harus ada air agar bisa memadamkan kobar yang Nana sendiri belum sepenuhnya memahami.
"Gara-gara lo, Rehan mutusin gue" Elsa tidak membentaknya, tapi suara Elsa cukup untuk menarik sebagian dari atensi yang lain.
Rehan? Nana mencoba mengingat-ingat. Memang banyak pria yang sok akrab dengan dirinya sejak pindah, tapi semuanya mundur teratur karna Nana lebih dulu menolak keras. Rehan? Rehan? Nana ingat, pria tinggi berkulit agak gelap karna terlalu sering bermain basket di siang hari, orang yang sama yang menolongnya beberapa hari lalu saat bola keras membentur kepalanya dengan hebat lalu saat terbangun dia sudah berada di UKS.
"Kalo kalian putus hubungannya sama aku apa?" Ghina menggebrak meja, membuat Nana tersentak kecil.
Arka yang melihat itu dari kejauhan mencoba mengikuti yang lain, menjadi penonton. Bahkan beberapa ada yang mengangkat ponsel tinggi-tinggi.
Wajah Nana terlihat tenang, tanpa emosi dan terlihat agak kebingungan. Arka tentu tidak mengerti ada apa disana, tapi keinginan kuat untuk bertahan lebih lama cukup besar. Arka sudah mengemasi laptop dan bukunya sebelum melihat Nana berjalan dari pintu masuk. Gadis itu tidak terlihat keberadaannya sejak dua hari lalu.
Posisi Arka juga cukup strategis hingga ia bisa mendengar setiap kalimat yang terlontar dari tiga orang di meja sana, gadis dengan rambut kuncir kuda terlihat sangat marah sedang si rambut sebahu tampak begitu santai namun terkesan angkuh
"jangan sok-sokan gak tau deh!" Elsa berkata penuh penekanan, masih segar di ingatannya bagaimana Rehan memutuskan hubungan karna merasa sudah tidak cocok dan sudah menyukai orang lain. Dan Elsa pun tidak bodoh, ia mencari tau selama berhari-hari siapa perempuan yang telah merebut pacarnya. Elsa merasa dianggap membosankan padahal selama ini hubungannya baik-baik saja.
"Gimana? kalo kalian putus kenapa aku yang disalahin? aku gak ada hubungan apapun sama pacar kamu" Nana menjelaskan dengan biasa, memancing emosi Elsa yang memang sudah lama ditahan. Perempuan itu berdiri mengambil minuman yang tadi ia pesan dengan senyum licik dan menyeramkan bagi Nana
"Lo ambil tuh bekas gue, gue kira lo polos dan cewek baik-baik! tapi lo ternyata rendahan, lo rusak hubungan orang lain padahal gue gak pernah gangguin lo. Setelah hari ini hidup lo gak bakalan tenang" Nana memejamkan mata, masih diam di tempatnya dan membiarkan dirinya menjadi tontonan saat dengan sangat elegan bak di sinetron, Elsa menuang habis jusnya tepat diatas kepala Nana dan Ghina bertepuk tangan setelahnya.
Arka mendengus, dia baru saja menjadi korban bullying. Tapi malah diam saja tidak ada perlawanan sama sekali. Kalau memang tidak bersalah kenapa tidak melawan memperjuangkan harga diri?
Arka malas ikut campur, lagi pula ia tidak tau tuduhan itu benar atau tidak. Arka tidak mau terlibat dalam lingkup masalah orang lain. Kedua gadis sok berani tadi meninggalkan Nana yang masih tenang di kursinya, baju seragam sekolahnya sudah basah dan kotor karna jus tadi.
Menghela nafas sabar, Nana beranjak berdiri meletakkan beberapa lembar uang diatas meja lalu segera pergi dari sana. Ia mengabaikan pelayan yang menawarkan bantuan karna yang Nana inginkan hanya cepat sampai rumah, berbenah diri sebentar lalu tidur. Semoga ia tidak menangis dan ibunya tidak akan khawatir.
Begitu mau Nana, tapi keluar dari cafe hingga beberapa meter jauhnya tidak satu pun kendaraan umum yang lewat. Nana tidak bisa memesan ojek online karna jujur Nana tidak berani, Nana hampir putus asa, matanya sudah berkaca-kaca saat ia melihat motor yang sangat ia kenali berhenti tepat di hadapannya. Arka membuka helmnya memerhatikan penampilan Nana dari atas sampai bawah. Meneliti
"Habis nyebur ke empang?" Nana tersenyum tipis lalu menggeleng
"Kamu baru abis dari kampus?" Arka membuang muka, bisa-bisanya Nana masih santai dalam keadaan seperti ini. Jika dirinya yang ada di posisi Nana, sudah pasti Arka akan adu mulut dengan kedua orang tadi atau mungkin juga Arka menjambak keduanya. Sengaja arka berlama-lama menunggu gadis itu menangis, tapi rupanya Nana memang gadis yang kuat. Arka patut mengakui itu.
"Naik" Nana kebingungan, ia memandang Arka dengan tidak mengerti.
"Naik. lo budek?" Arka dan mulut pedasnya, mungkin dunia akan kiamat kalau Arka berbicara lembut sedikit saja.
"Naik kemana?" Arka ingin sekali menjitak Nana yang polos tapi lebih kearah bego ini.
"Naik keatas motor lah, masa ke bulan! buruan gak pake bacot!" tidak ingin membuat Arka lebih marah, Nana dengan sigap naik keatas motor
"Mak arka?" Arka memakai helm nya terlebih dahulu
"Apa?"
"Aku boleh pegangan ke kamu kan? Aku gak pernah naik motor, takut jatuh" Arka menyalakan mesin, lalu menarik kedua tangan Nana untuk memeluk pinggangnya hingga Nana merasa pipinya merona. Karna memeluk Arka dari belakang, Nana tidak sanggup menahan senyum, ada juga hikmah dari kejadian tadi.
Tuhan memang baik
"jaket kamu kotor, jangan salahin aku" Arka tidak menjawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
EUNOIA
Genç Kız EdebiyatıKalau Arka yang judes dan sarkas lalu bertemu dengan Nana yang ceria dan berhati selembut gulali? Apakah akan mengubah Arka?