28 : Ketika Semua Orang Sibuk

2.4K 279 27
                                    

Kepala Herlan berkali-kali terantuk meja karena menahan rasa kantuk di matanya. Guru Sejarah yang sudah sepuh sedang menjelaskan tentang perang dunia ke 2 di depan. Namun beberapa murid justru mengabaikan penjelasan Beliau, bahkan barisan anak-anak di belakang sudah tertidur pulas. Yesha hanya mendengus karena beberapa kali kepala Herlan justru terkulai di pundaknya. Jika tidak ada Guru dengan senang hati dia sudah menjungkalkan Herlan sekarang juga. Yesha juga sedang berjuang menahan kantuknya, kata Bang Winar sengantuk apapun kamu enggak boleh sampe tidur di kelas. Alhasil Yesha menahan kantuknya dengan mengoleskan minyak kayu putih milik Jevan.

Jevan sendiri sudah tidur sejak Guru Sejarahnya bahkan baru mengucap "Assalamualaikum hari ini kita bahas perang duna ke-2 ya". Kepala anak itu sudah menelungkup di atas meja. Yesha yang mengambil kayu putih di mejanya pun terheran-heran, kok bisa fikirnya. Tapi untuk manusia sejenis Jevan mau dia tidur dari awal pelajaran sampai akhir pun tidak akan memperngaruhi kepintarannya. Herlan kadang iri, bagaimana ada murid sepintar Jevan? Sedangkan dia besok ulangan saja jika malamnya belajar mana ada yang menempel di otak.

"Baik, ada yang ditanyakan? Tidak ada? Yowes... tugas dari halaman 204 sampai 230 dirangkum ya tulis tangan jangan di ketik-ketik, masih muda kok pemalas, selamat istirahat anak-anak". Pak Bagus mengkahiri pelajaran Sejarahnya dengan memberikan oleh-oleh.

"Si anjir? Keluar-keluar ngasih tugas? Mentang-mentang Sejarah gue harus kerja rodi apa?". Herlan langsung bangkit saat Pak Bagus keluar kelas. "Tangan gue jadi apaan nanti?".

"Paling cosplay jadi pensil inul". Jevan menyaut dari belakang.

"Selamat siang Jevano tidur nyenyak hari ini?". Tanya Yesha seraya tersenyum manis. "Bagaimana jika anda segera bangun dan kita pergi menuju kan—".

"Heh anak perawan!".

Yesha menoleh saat ucapannya terpotong. Ada Jingga dan Renda berjalan ke kelas mereka. "Ngapain lo?".

"Ke kantin ayo lapar aing". Jingga memegang perutnya.

"Ih si Jevan pasti baru bangun". Renda menatap Jevan yang sedang melamum mengumpulkan nyawa.

Herlan mengangguk kemudian tangannya mengelus kepala Jevan. "Uhhh Jevano tidur nyenyak iya? Jevano boboknya nyenyak iya utukutututkkkk". Lalu dengan kekuatan penuh dia menodorong kepala Jevan. "Hudang sia!". (bangun lo)

"Anjing!". Jevan mengumpat. "Iya ini mau".

Jingga tidak peduli lagi, perutnya sudah meronta butuh makan jadi dengan tidak berperikejevanan dia langsung menarik tangan Jevan. Tentu yang di tarik langsung protes karena pusing di kepalanya belum hilang. Lalu temannya yang lain peduli? Oh tentu tidak. Yesha malah dengan semangat mendorong Jevan dari belakang.

"Makannya gue jajanin deh hari ini". Ucap Yesha yang langsung mendapat tatapan senang dari temannya. "Ya jangan gitu ngeliatinnya lo kayak macem ayam jago ngeliat ayam betina".

"Dalam rangka apa?". Tanya Renda.

"Uang hadiah sama uang bonus lomba kemarin cair hehehe".

Herlan menepuk bahu Yesha. "Lo enggak usah repot-repot kayak gini gue jadi enak. Lain kali sering-sering ikut lomba ya? Kalo bisa tiap hari aja biar lo dapet bonus dan hadiah, jadi gue enggak perlu keluar uang buat jajan".

"Sinting sia". Jingga tertawa. "Ini mah tanpa mengurangi rasa hormat ya Yesh, tapi gue boleh makan nasi goreng sama bakso 2 porsi?".

"Enggak ngotak anying". Jevan menggelengkan kepalanya. "Gue sih enggak muluk-muluk, 3 porsi aja".

"Lo pada tuh yaaaa". Yesha menghela nafas. "Yaudah terserah sana gue nitip aja".

Renda langsung berdiri dengan semangat. "Siap komandan! Apa yang sekiranya anda inginkan saya akan memesannya sekarang".

Diary Yesha || Liu YangyangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang