29 : Berjarak

2.4K 313 47
                                    

Renda membuka gerbang rumahnya dengan dahi mengerut. Tadi sepupunya ini mengabari jika dia akan datang ke rumah karena ada urusan dengan orang tuanya. Hanya saja Yesha datang ke rumah dengan sebuah ransel dan totebag di tangannya, belum lagi dia turun dari ojek online. Biasanya kemana pun Yesha pergi, salah satu Kakaknya sudah seperti pawang yang setia mengantarkan majikannya kemana saja.

"Kenapa sih? Gue enggak bawa bom". Yesha menatap Renda bingung.

"Lo mau nginep?".

Yesha mengangguk. "Gak boleh?".

"Dengkulmu enggak boleh, ayo masuk". Renda menarik tangan Yesha. "Bundaa Yesha udah dateenggggg".

"Enggak usah teriak sih gue kaget".

Wanda datang dari arah dapur, senyumnya langsung melengkung saat dia melihat Yesha. "Mau nginep ya?".

"Iyaa, boleh kan Ibun?".

"Ya boleh dong, sana ke kamar Renda aja. Nanti ngobrolnya kalo Om udah pulang".

Yesha mengekori Renda yang sekarang berjalan di depannya. Rumah Ibun selalu rapih dengan wangi kopi bercampur vanilla, selain itu meskipun hanya 3 orang yang menghuni rumahnya tapi suasanya selalu hangat, dia selalu betah jika datang ke sini. Rumahnya juga selalu hangat, tapi itu dulu. Sebelum Ibu dan Ayah pergi dan sebelum Kakaknya menjadi manusia-manusia paling sibuk di muka bumi.

"Ngelamun lo, ayo masuk". Renda menepuk bahu Yesha.

Kamar Renda masih sama seperti terakhir dia berkunjung kesini.

"Bukannya 2 hari lagi lo pergi ke Surabaya? Kenapa malah ke rumah gue?".

Yesha menatap Renda. "Lo enggak suka banget gue nginep apa gimana?".

"Gak gitu, aneh aja lo bisa pergi dari rumah. Kakak lo udah di kasih kabar belum kalo lo nginep?".

"Udah". 'tapi chat gue enggak dibaca'. Lanjut Yesha dalam hati. "Gue minjem Bunda lo dulu boleh kan?".

"Yesha, Bunda gue Bunda lo juga".

Yesha terkekeh. "Iyaa iyaaa.. gue ke Ibun dulu ya? Mau minta tanda tangan".

"Kakak lo enggak ngasih tanda tangan?".

"Katanya harus sama orang tua, yang udah bersitri atau suami gitu. Kan lo tau sen—".

"Iyaa gak usah di lanjutin, sana ke Bunda aja".

Diam-diam Yesha meminta maaf pada Renda karena sudah berbohong. Karena jika dia mengatakan yang sebenarnya Renda bisa saja khawatir, lalu dia becerita pada orang tuanya, nantinya orang tua Renda akan membicarakan hal ini pada Mas, Abang atau Kakak, Yesha tidak mau mereka di salahkan. Toh sekarang masih ada tante dan om nya kan?

"Ibun...". Yesha memanggil Wanda yang sedang sibuk di dapur.

"Kenapa anak Ibun?".

Yesha menyodorkan amplop di tangannya. "Boleh minta tanda tangan Ibun buat surat izin dan surat persetujuan orang tua? 2 hari lagi aku harus ke Surabaya buat lomba".

Wanda menerima amplop dari Yesha, dia mengeluarkannya kemudian membacanya dengan teliti. "Kakakmu enggak tanda tangan? Udah izin sama mereka?".

"Udah Ibun, tapi katanya harus sama orang tua atau wali yang sudah beristri atau bersuami".

"Makanya suruh Masmu itu cepet nikah". Wanda terkekeh. "Bentar ya Ibun bawa balpoint dulu".

Yesha mengangguk seraya tersenyum manis. Kenan ya? Mungkin sebentar lagi dia akan menikah karena akhir-akhir ini selain sibuk di rumah sakit dia juga sibuk bersama Reina. Entah apa yang mereka lakukan, Kenan hanya memberi kabar di grup chat jika dia sedang mengantar Reina ke sini atau sedang menemani Reina ke situ, kata Lucas Masnya ini sedang bucin. Lalu Yesha menjadi sadar, cepat atau lambat dia memang bukan lagi proritas Kakaknya.

Diary Yesha || Liu YangyangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang