9 : Fight

2.6K 362 14
                                    

Setelah Yesha turun karena mendengar keributan dia sedikit menyesali perbuatannya. Jika tau meja makan akan terasa sepanas ini, Yesha lebih memilih pura-pura tidak mendengar suara ribut dari pada harus melihat Juna dan Winar saling melempar tatapan tajam. Kalau saja kondisinya sedang tidak semenegangkan ini sudah pasti Yesha akan menyelip di antara keduanya kemudian berkata 'Apanih tegang amat?'. Sayang situasi dan kondisinya sekarang sedang tidak memungkinkan.

"Abang... Kakak, ada apa?". Tanya Yesha pelan-pelan.

Juna menolehkan kepalanya. Seketika raut wajahnya berubah menjadi lebih bersahabat. "Udah pulang Dek? Pulang sama siapa?".

"Sama Jingga". Jawab Yesha takut-takut. "Abang sama Kakak kenapa?".

"Enggak ap—".

"Bilangin Kakak kamu, jangan ganggu Abang dulu". Winar tiba-tiba memotong ucapan Juna.

"Kalo enggak mau di ganggu pindah ke ruang kerja, ruang baca atau kamar Bang. Jangan di meja makan". Juna kembali menatap Winar.

"Yaudah emang kenapa sih? Enggak ganggu juga kan?".

Juna menghela nafasnya sabar. "Ya emang enggak ganggu. Tapi Abang moodnya lagi enggak bagus, tadi aku tanya udah makan sama di tawarin mau makan apa juga Abang jawabnya beda. Jadi mending pindah dulu aja, takut nanti yang lain pulang terus ngasih pertanyaan sama kayak aku Abang juga nanti yang kesel".

"Jangan sok tau, orang aku enggak apa-apa".

"Bang, kita hidup bukan cuma 1 atau 2 tahun aku enggak se-gak tau itu ya sampe enggak bisa bedain perubahan Kakak sendiri".

"Kenapa jadi ribet sih? Sebentar aja kenapa? Abang di kejar deadline".

Yesha menepuk bahu Juna saat di rasa Kakaknya bisa meledak kapan saja. "Abang mau aku bikinin teh anget atau apa? Siapa tau bisa bikin tenang. Kalo Abang enggak mau pindah enggak apa-apa biar nanti aku jelasin ke orang-orang yang baru dateng biar enggak ganggu Abang".

"Gak usah makasih".

"Ada yang bisa aku bantu enggak Bang? Siapa tau—".

BRAK!

Winar membanting setumpukan map yang entah berisi apa membuat Juna dan Yesha terkejut.

"Tau apa kamu?". Sentaknya di depan Yesha.

Yesha menunduk takut. "Maaf Bang...".

"Abang udah". Juna berusaha menarik Winar supaya menjauh, sayangnya langsung di tepis kasar.

"Denger. Enggak semua bisa kamu bantu, enggak selalu kamu bisa ikut campur urusan orang lain, kamu tau apa Abang tanya? Kamu sama aja kayak temen-temen Abang di kantor, sok tau. Kamu Cuma anak manja yang bahkan bisanya nangis kalo lagi ada masalah".

"Abang...". Tegur Juna. "Udah sih kenapa jadi ngerembet kemana-mana?".

"Dasar tukang ganggu". Winar membawa map dan tabnya kemudian pergi dari hadapan Yesha dan Juna.

Juna mendengus kasar, Winar dan sifat jeleknya keluar hari ini. Sedangkan Yesha masih diam setelah Winar meninggalkannya.

"Udah enggak apa-apa". Juna merangkul Yesha. "Abang lagi emosi hari ini".

Andai saja dia bisa menganggap ucapan Winar adalah hal yang biasa, maka Yesha pasti akan baik-baik saja sekarang. Maka dia tidak akan memikirkan ucapan Winar, maka dia hanya akan mengangguk lalu bersikap seperti biasa.

"Yesha...". Juna memanggilnya. "Enggak usah di fikirin, Abang lagi cape hari ini".

"Aku mau ke kamar Kak, nanti panggil aja kalo mau makan malem".

Diary Yesha || Liu YangyangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang