17 : Jingga Punya Cerita

2.7K 307 35
                                    

Herlan mengetuk-ngetukan jarinya di atas helm bogo bergambar Minion, sesekali matanya menatap jam di tangannya. Dia sedang menunggu Jevan, Jingga dan Renda. Hari ini mereka akan pergi ke rumah sakit untuk kembali menjenguk Yesha, sekalian menginap. Tadi Jingga sudah izin pada Tresna, hitung-hitung gantian menjaga bocah sableng yang susah sekali menurut. Tapi setelah 20 menit berlalu ke 3 temannya ini belum memunculkan batang hidungnya. Kebiasaan memang, tukang ngaret.

"Herlaannn mumumumu.....". Jingga datang dari arah lapangan dengan kaki yang meghentak-hentak.

Herlan mendengus, bisa tidak ya si Jingga cap Abdul Latif ini tidak aneh sehari saja?

"Naon? Kemana dulu sih? Gue kalo niat jadi Avatar udah bisa menguasai dunia".

"Lebay banget lo". Jevan memukul kepala Herlan. "Kan udah bilang tadi kumpul eskul dulu bentar".

"Ya sebentar dimata gue sama dimata lo beda".

"Meni da maneh teh bukan mau ketemu Presiden (laga lo, bukan mau ketemu Presiden ini)". Jingga tertawa saat melihat wajah Herlan semakin masam. "Udahlah hayu berangkat aja".

"Beli dulu jajan ya ya yaaaaa?". Renda menatap Jevan yang hari ini akan memboncengnya.

"Lo tuh mau jenguk pasien, buka nginep kayak biasanya, masa mau beli jajan?". Jevan menatapnya heran.

"Tapi kan gue butuh makan".

"Yaudah, gue sama Jingga duluan, kalian beli makan dulu atau apalah sana". Herlan yang sudah kesal langsung menarik tangan Jingga.

Mereka pun berpisah sesuai arahan Herlan, dari pada menunggu lama mending dia langsung tancap gas. Dia sudah gatal ingin mengoemali Yesha, kemarin kan dia belum sempat bertemu dengannya. Pokoknya awas saja, setelah sampai nanti dia akan memarahi bocah itu habis-habisan karena sudah membuatnya khawatir, berani sekali Yesha itu.

"Helmna bawa tong?" (helmnya bawa jangan?). Tanya Jingga saat dia turun dari motor milik Herlan.

"Bawa belegug, helm si Yesha itu".

Jingga melirik helm di tangannya. "Demi apa siah? Urang kira punya Adek maneh soalnya gambarnya kumbang".

"Nya lebih moal mungkin eta helm urang". (lebih enggak akan mungkin kalo itu helm gue)

"Bener sih, ayo ah masuk aja. Lapar gue".

Herlan menggelengkan  kepalanya. Padahal saat ini mereka di rumah sakit bukan di rumah makan padang, bisa-bisanya Jingga malah berkata lapar. Sedikit berlari, Herlan mensejajarkan langkahnya agar berbarengan bersama Jingga. Hanya butuh naik lift, mereka langsung bisa menemukan kamar rawat Yesha.

Memang dasarnya Jingga si manusia aneh, dia langsung saja membuka pintu. Padahal ucapan salam baru terucap di ujung lidah Herlan, tapi Jingga malah langsung menerobos pintu. 'Istighfar aja lah aing mah' (istighfar aja deh gue). Batinnya.

"Pas banget udah pada dateng". Tresna menyambut Herlan dan Jingga. "Cuma berdua nih?".

"Yang lain beli jajan". Jawab Herlan. "Mas mau pulang?".

Tresna mengangguk. "Iya nih, tadinya mau sama Hamas tapi dia ada acara dadakan jadinya balik ke kampus, Mas juga besok ada kerjaan dadakan jadi harus pulang".

"Santai aja Mas, ada kita". Jingga menaik turunkan alisnya.

"Iya percaya Mas mah, nanti juga Mas Kenan nginep disini kok, maaf ya jadi ngerepotin".

"Kayak ke siapa aja". Herlan duduk di samping ranjang Yesha.

"Yaudah, Mas pamit ya? Assalamualaikum...".

Diary Yesha || Liu YangyangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang