Yesha baru saja pulang setelah membeli peralatan sekolah bersama Tresna. Tidak banyak, hanya tas dan juga beberapa buku tulis dan buku paket. Cuaca Bandung hari ini panas sekali membuat keduanya langsung berlarian masuk ke dalam rumah demi mendapatkan AC. Padahal di dalam mobil tadi mereka adem-adem saja. Hamas yang sedang menonton Tv bersama Winar sontak kebingungan saat mendengar suara ribut dari arah luar.
"Pada ngapain sih?". Tanya Winar menatap aneh.
"Panas... Bandung lagi PMS apa ya? Bawaannya panas terus". Jawab Yesha yang telungkup di bawah keramik.
Winar menarik paksa adiknya, takut masuk angin. "Yang bener dek, duduk di kursi. Masuk angin nanti".
Yesha menurut, berjalan lunglai menuju sofa duduk di sebelah Tresna yang baru saja kembali membawa buavita dari kulkas. "Mas mau buavita". Tresna memberikannya.
"Abis dari mana kalian?". Hamas jadi penasaran saat melihat tas belanja milik Ibu di seret Yesha.
"Dari gramed, beli buku. Besok aku kan sekolah". Yesha mengeluarkan barang-barangnya dari dalam tas belanja. "Mas nih kebiasaan, tas aku masih bagus malah beli lagi".
"Tasmu itu udah jelek tau dek, terakhir beli kelas 1 kan? Ya enggak apa-apa pakenya gantian, biar enggak cepet putus". Tresna yang tadi memaksa adiknya membeli tas menjawab. "Kalo enggak suka kasih ke yang lain".
Yesha langsung menoleh. "Bukan enggak suka mas.... ini tuh tasnya mahal juga. Pusing aku sayang mau makenya".
Hamas tertawa begitu juga dengan Winar. Mereka kira Yesha tidak menyukai merk atau hal lain, ternyata karena tas yang dibelikan Tresna harganya cukup mahal.
"Di jaga aja tasnya, pake yang bener. Jangan gdabas gdebus". Winar mengusap rambut Yesha. "Adek abang udah gede aja mau kelas 12".
"Apaaaa sih abang, dari dulu juga aku udah gede".
"Enggak ada orang gede yang nyanyi apa itu lagu bahasa German yang schnappi schnappi corocodile sambil tepuk tangan miring-miring kepala". Tresna mencibir, dia paling tidak bisa menerima adik bungsunya sudah dewasa.
"Itu emang akunya aja yang lucu. Udah ah males aku sama Mas". Yesha bangkit berdiri, berlari menuju kamarnya.
"JANGAN NYANYI SCHNAPPI YA DEK". Teriak Hamas.
"KAKAK NYEBELIN!".
Ketiga orang itu tertawa puas, senang sekali mengerjai anak bungsu. Winar membereskan barang-barang yang di buka Yesha tadi. Untung tidak ada Ibu, jika melihat ada saja barang berantakan pasti omelannya langsung terdengar. Buku paket dan buku tulis Winar pisahkan, begitu juga dengan beberapa pensil dan balpoin di tambah 2 kotak cat air. Yesha memang senang menggambar, Tresna yang mengajarkan.
"Adek udah beli buku UN gini?". Hamas menarik buku yang paling tebal.
Tresna menoleh kemudian menangguk. "Tadi dia sempet nanya, boleh enggak katanya. Mas bolehin, biar belajar dari sekarang juga kan?".
"Tapi apa enggak akan tertekan nanti dianya?".
"Siapa yang tertekan, serem amat?". Kenan dengan rambut basah ikut bergabung bersama adik-adiknya.
"Ini adek, baru masuk kelas 12 udah beli buku kiat-kiat UN".
Kenan membaca buku yang di tunjuk Hamas. "Enggak apa-apa. nanti di ingetin aja asal jangan sampe di forsir. Yeshanya mana?".
"Pundung di ledekin Mas Tresna". Jawab Winar.
"Ih enggak ya". Tresna menyangkal. "Hamas kapan ospek?".
"Nanti akhir Agustus".
"Udah nyiapain apa aja?". Kenan bertanya. "Yesha sendirian dong sekarang ya di SMA?".
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Yesha || Liu Yangyang
FanfictionMenjadi bungsu dari 7 bersaudara terkadang membuat orang lain menganggap hal tersebut hanyalah omong kosong. Di jaman sekarang, siapa orang tua yang memiliki banyak anak? Jawabannya adalah keluarga Alwira. Meskipun bukan satu-satunya keluarga dengan...