"SAH!!!"
Suara tepuk tangan dan orang-orang yang sedang berbahagia di sebrang telfon bisa Yesha dengar. Meskipun dia tidak ada di sana, rasanya tetap aneh, dia sama sekali tidak merasa bahagia seperti orang-orang yang sedang bertepuk tangan di sana. Malah perasaannya sesak bukan main, melihat Ibu tersenyum untuk orang lain masih belum bisa Yesha terima dengan hati lapang sekalipun dia sudah berkata bahwa dia ikhlas dengan segala sesuatu yang sudah terjadi. Tangannya menggenggam ujung baju Lucas sebagai kode bahwa dia ingin menyudahi panggilan video yangs sedang di lakukan bersama Hamas.
"Udah dulu yaa, kita lagi nunggu jam besuk nih nanti gue telfon lagi." Lucas berpamitan setelah melihat proses pernikahan Ibu.
"Kamu enggak apa-apa?" Juna bertanya saat Lucas mengakhiri panggilan, "Yesha?"
"Ibu... udah bahagia kan sekarang?"
"Mungkin, kita kan enggak pernah tau isi hati manusia gimana. Udah jangan di pikirin, percaya sama Abang semua pasti baik-baik aja nanti."
Yesha hanya memberikan anggukan sebagai jawaban. Jam sudah menunjukan pukul 10 lewat tapi dia dan 2 Kakaknya belum bisa menjenguk Ayah. Tadi dia hanya bertemu pamannya yang menjelaskan kondisi Ayah. Tadi pagi dia berkata bahwa Ayah harus masuk ICU karena kondisinya kembali menurun. Setelah memberi penjelasan mengenai kondisinya mereka pun pamit karena ada urusan yang tidak bisa di tinggalkan. Tanpa mengetahui apa yang terjadi di dalam ICU sana Yesha hanya bisa berharap semoga Ayahnya baik-baik saja dan bisa kembali sehat.
Beberapa menit kemudian seorang dokter menghampiri Lucas, Juna dan Yesha. Dia meminta salah 1 di antara mereka untuk ikut ke ruangannya karena ada yang harus di jelaskan perihal kondisi Ayah. Lucas yang merasa memiliki tanggung jawab mengingat sekarang dia yang paling tua akhirnya mengajukan diri. Yesha dan Juna menunggu di kursi karena Lucas bilang lebih baik dia yang masuk lalu menjelaskan apa yang terjadi nanti kepada mereka. Meskipun Yesha merengek ingin ikut ke dalam tapi Juna bisa memberinya pengertian dan untungnya sang adik bisa mengerti.
Juna melirik Yesha yang terlihat murung, ini memang bukan sesuatu yang bisa di terima dengan mudah, apalagi untuk Yesha. Jika Kakaknya yang lain sudah memilih bagaimana akan bersikap, lain halnya dengan Yesha. Dia masih bingung akan menentukan jalan yang harus dia pilih, haruskah dia bersikap seperti Lucas dan Juna atau bersikap seperti Kenan dan Hamas yang masih bisa menerima Ibu meskipun tidak sama seperti dulu. Juna paham, usia Yesha masih teramat labil untuk dia bisa memutuskan sesuatu yang berat.
"Yesha?"
"Iya Kak?"
"Mau cerita sama Kakak? Dari tadi kamu murung terus."
Kepala Yesha menggeleng tapi setelahnya dia mengangguk dengan bibir mengerucut. "Enggak tau, rasanya aneh... Aku enggak mau Ibu punya keluarga lagi tapi, enggak tau Kak. Aku gak tau."
"Enggak apa-apa adek, jangan di fikirin. Meskipun Kakak enggak tau gimana rasanya perasaan kamu sekarang, kamu cukup jadi diri sendiri. Mau menyikapi Ibu seperti apa dan bagaimana kamu hanya perlu mengikuti apa kata hati kamu. Seandainya kamu belum siap, enggak apa-apa jangan paksa diri kamu untuk siap menerima apa yang terjadi. Atau ketika kamu udah siap nanti jangan sampai bikin kamu justru menyakiti diri sendiri. Inget kata Lucas? Let it flow... ikutin aja alurnya gimana. Kamu enggak harus siap untuk menyikapi banyak hal kok. Ada Mas, Abang sama Kakak di sini, biarin Ibu bahagia dengan pilihannya dan kamu harus bahagia sama kita di sini."
"Aku fikir, aku anak yang jahat karena enggak siap dengan apa yang terjadi sekarang. Tapi itu bukan berarti aku jahat kan Kak? Aku belum bahagia bukan berarti aku enggak bahagia dengan keputusan Ibu kan? Yesha sayang Ibu tapi bukan dengan cara yang seperti ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Yesha || Liu Yangyang
FanfictionMenjadi bungsu dari 7 bersaudara terkadang membuat orang lain menganggap hal tersebut hanyalah omong kosong. Di jaman sekarang, siapa orang tua yang memiliki banyak anak? Jawabannya adalah keluarga Alwira. Meskipun bukan satu-satunya keluarga dengan...