54 : Lama Tak Jumpa

1.5K 269 176
                                    

Pagi yang tenang dan jarang bisa terjadi akhirnya bisa di rasakan di Kamis pagi. Semua orang di rumah sudah berangkat bersama kesibukannya masing-masing, kecuali Winar yang hari ini di beri jatah libur secara cuma-cuma setelah dia menyelesaikan banyak projek sampai kepalanya mau meledak selama beberapa Minggu terakhir. Secangkir kopi dan alunan musik klasik menemani pagi hari yang nampak cerah, secerah hati Winar karena demi semesta alam dia jarang sekali menikmati moment seperti ini. Biasanya setiap pagi dia sudah di sambut oleh keributan yang di ciptakan adik-adiknya. Jadi Winar akan memanfaatkan kesempatan langka ini sebaik mungkin.

"WAAAHH BURUNG JANGAN BERANTEM HEHH!!!"

Tapi ketenangan Winar langsung hancur begitu saja begitu dia mendengar suara teriakan yang berasal dari halaman belakang. Dia menghela nafas, melupakan Yesha yang sedang menjadi pengangguran dan pasti anak itu akan berada di rumah seharian. Semoga saja dengan tidak adanya Lucas, Juna dan Hamas anak itu tidak berulah apa-apa. Bisa gila Winar jika seharian bersama Yesha, entah kewarasannya yang akan hilang akibat kelucuan Yesha atau karena tingkahnya yang di luar nalar manusia.

"Loh Abang ngapain?" Yesha yang baru kembali dari halaman belakang menatap Winar yang sedang menyeruput kopi.

"Ngaduk semen enggak sih? Kan ini Abang lagi minum kopi adek."

"Itu tuh pertanyaan basa-basi tau, gimana sih Abang."

"Abis ngapain kamu sama Burung?"

"Tadi aku di mintain tolong nguras akurium sama Bang Lucas, terus aku lupa malah masukin si Burung sama Bebek di toples yang sama, berantem dia, repot aku misahin mereka, untung ada Leon tadi aku di toel-toel sama dia ngasih tau kalo Burung sama Bebek berantem."

Sejujurnya sampai sekarang jika Yesha menceritakan ikan-ikannya Winar masih sulit menalarnya dengan baik. Di bayangannya masih terpampang bahwa ada seekor bebek dan seekor burung berkelahi, bukan ikan cupang dan ikan cupang lainnya yang sedang berkelahi. Dia masih sulit menerima realita bahwa burung adalah seekor ikan cupang begitu juga dengan bebek.

"Ikan kamu enggak di makan kucing emang?"

Yesha yang sedang mengoleskan selai di atas roti tiba-tiba menoleh dengan raut wajah berbinar. "Engga Abang... masa ya Leon tuh kemarin mantengin akurium gitu tapi enggak dia makan ikannya. Louis juga gitu tau, ya meskipun dia kemarin minum air akurium sih, cuma dia enggak makan ikannya, baik kan dia? Mereka tuh sering nongkrong juga deket akurium, jadi akur deh."

"Bagus deh, nanti kalo di makan kabarin Abang."

"Abang kok gitu sih? Mau aku sedih iya?"

Winar terkekeh. "Bercanda dek."

"Tapi Bang, aku kepikiran sesuatu."

"Apa?"

"Kalo kita adopsi anjing juga keren ya? Nanti di rumah tuh jadi banyak hewan, terus terus nanti kita namain anjingnya bunglon. Kan keren, iya kan?"

Winar hanya bisa meringis ngeri jika seandainya keinginan Yesha terpenuhi nanti. Meskipun kecil kemungkinan dia bisa mengadopsi anjing, tapi jika benar terjadi Winar benar-benar tidak akan sanggup. Mengurus banyak ikan dan 2 kucing saja mereka sudah kelimpungan bukan main, bagaimana jika menambah anjing?

"Mau order sarapan enggak? Atau kamu mau makan roti aja?" Lebih baik Winar mengganti topik daripada meladeni celotehan Yesha.

"Aku udah makan Abang, tadi Mas Kenan masak sarapan."

"Tapi kok meja makan kosong?"

"Iya, soalnya sarapannya di abisin Bang Lucas sama Kak Hamas."

"Kok gitu? Masa Abang enggak kebagian?"

Diary Yesha || Liu YangyangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang