62 : Damai

2.1K 260 169
                                    

'Mas Yesha enggak bisa bangun dari tempat tidur.'

Pesan dari Juna yang di terima Kenan di jam 7 pagi membuatnya langsung kalang kabut. Selepas menunaikan ibadah solat Subuh tadi Kenan kembali tidur sebelum kembali ke rumah nanti. Karena dia ingin menenangkan diri sejak kemarin Kenan sama sekali tidak meangktifkan ponsel, akibatnya semua panggilan yang masuk tidak bisa dia terima. Termasuk pesan dan panggilan dari adiknya yang melaporkan keadaan Yesha. Sudah cukup Kenan memperlakukan sang adik dengan begitu tidak manusiawinya kemarin, dia tidak mau menyakiti Yesha maupun adiknya yang lain.

Maka dari itu, tidak memperdulikan keadaannya yang jauh dari kata rapih, Kenan langsung pergi dari tempatnya menginap untuk memastikan keadaan sang adik di rumah. Jika Yesha tidak bisa bangun kemungkinan panasnya kembali naik sehingga mempengaruhi keadaan fisik maupun psikisnya. Dengan kecepatan penuh Kenan melajukan mobil hitam miliknya di tengah jalanan pagi yang cukup lengang. Untung hari ini akhir pekan, tidak banyak orang-orang yang beraktivitas di pagi hari.

Jarak tempat Kenan menginap dan rumah memang tidak terlalu jauh, Kenan hanya membutuhkan waktu 15 menit untuk kembali ke rumah. Setelah memarkirkan mobil di garasi Kenan segera masuk ke dalam dan langsung menuju ke kamar Yesha. Tanpa mengetuk pintu dia masuk tetapi di dalam hanya ada Juna dan Winar. Kakinya melangkah menghampiri sang adik yang sedang tertidur. Entah tidur atau hanya memejamkan matanya Kenan belum mengetahui apapun.

"Tadi udah di periksa sama Kak Dimas." Ucap Juna, "Kita bingung harus ngehubungin ke mana soalnya ini hari Sabtu sedangkan Mas enggak bisa di hubungi, jadi kita minta tolong ke Kak Dimas."

"Apa katanya?"

"Mas yang lebih faham daripada kita." Winar hanya menjawab seadanya sebelum berlalu meninggalkan kamar Yesha.

"Tadi Subuh sempet menggigil tapi panasnya tinggi banget, kata Kak Dimas memang demam, banyak fikiran sama asam lambungnya naik, kondisi dia memang lagi enggak stabil di tambah... kemarin Mas mukul dia." Juna menatap Kenan yang masih diam mematung, "Minta maaf ya Mas? Yesha udah jelasin alesannya kemarin. Aku udah record, tinggal Mas dengerin, kalo masih belum puas bisa tanya ke anaknya langsung. Juna keluar dulu..."

Kenan duduk di kasur milik Yesha kemudian mengusap kening sang adik. Tatapan matanya penuh penyesalan namun Kenan tau, apa yang sudah terjadi kemarin tidak bisa dia rubah sekalipun dia terus berandai-andai. Andai saja dia mau mendengar penjelasan Yesha pasti keadaannya tidak akan seperti sekarang, andai saja dia mau sedikit meredakan emosinya, andai saja dia mau bersabar, mungkin kondisi adiknya bisa jauh lebih baik. Bukan terbaring dengan kain kompres serta wajah yang pucat seperti sekarang.

Setelah mengusap kepala Yesha, Kenan keluar sebentar untuk kembali ke kamarnya. Dia membawa beberapa peralatan yang dia miliki untuk benar-benar memastikan kondisi sang adik. Meskipun sudah di periksa oleh Dimas, dia ingin mengetahui sendiri seperti apa kondisinya sekarang. Saat memegang keningnya tadi Kenan masih merasakan panas yang cukup tinggi, jika anak itu membuka mata pasti akan terasa berat dan sakit. Helaan nafas terdengar di ruangan yang cukup sepi itu, bahkan Kenan tidak mengetahui keadaan Yesha sebelum dia menyiksanya kemarin.

"Maaf... Mas minta maaf..." Kenan tidak bisa menahan air matanya begiu dia melihat sudut bibir Yesha yang sedikit terluka, "Yesha Mas minta maaf..."

Dari luar kamar Hamas bisa melihat Kakak pertamanya yang sedang menelungkupkan kepala di tangan Yesha. Tadinya dia akan masuk untuk membangunkan sang adik karena dia harus makan dan meminum obat. Namun saat mendengar Kenan yang sedang menangis mungkin Hamas akan menunggu beberapa menit lagi. Dia tidak mau menganggu seseorang yang sedang menyesali perbuatannya. Meskipun ingin sekali Hamas membenturkan kepala Kenan kemudian memaki-makinya sampai puas.

Diary Yesha || Liu YangyangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang