5 : Maaf Ya Esa

2.9K 390 26
                                    

MPLS hari kedua baru saja dimulai beberapa menit yang lalu. Jevan dan Yesha sudah berkeliling memastikan acara aman kondusif. Setelah di rasa cukup keduanya pergi ke kantin untuk menemui Herlan dan yang lainnya. Yesha juga belum sempat sarapan karena Tresna tiba-tiba pergi pagi-pagi sekali, sedangkan yang lain belum ada yang keluar kamar. Bibi juga hanya menempelkan sticky notes untuk memberi tau dia sedang pergi ke pasar. Jadi jam setengah 6 pagi Yesha sudah duduk dengan tenang di atas motor gojek.

"SINI!!". Jingga melambaikan tangannya saat melihat siluet Jevan dan Yesha.

"Sana lo duluan, mau sarapan apa?". Tanya Jevan.

"Nasi wuduk telor nya dadar enggak pake bihun gorengan 2 ya?".

"Siap, gih sana. Nanti temen lo teriak-teriak lagi".

Setelah mengucapkan terima kasih, Yesha berjalan menghampiri Jingga, Renda dan Herlan. Mereka juga sama-sama sedang sarapan. Diantara mereka Herlan dan Jingga adalah orang yang paling sering sarapan di sekolah. Katanya malas jika harus sarapan di rumah. Berbeda dengan Yesha, Renda dan Jevan, sarapan di rumah adalah hal yang wajib kecuali dalam keadaan tertentu seperti Yesha hari ini.

"Tumben sarapan di sekolah Sa?". Renda bertanya seraya menyuapkan buburnya.

"Ibu sama Ayah lagi ke Surabaya, mas Tresna berangkat pagi banget yang lain abis subuhan langsung tidur lagi".

Jingga mencolek bahu Yesha. "Luka maneh udah enggak apa-apa?".

"Nih, masih biru". Yesha membuka sedikit maskernya.

"Anaknya sekarang di pisah gugusnya". Herlan menarik piring batagor. "Tadi gue liat si Esa masuk gugus 4".

"Anterin gue minta maaf ya nanti?". Yesha menatap Herlan. "Yaaa Herlan yaaaa...".

Herlan mendengus. "Ngapain sih kok jadi lo yang minta maaf?".

"Gue kemarin enggak denger dulu penjelasan Esa, kan siapa tau mereka punya alesan kenapa sampe berantem. Gue enggak enak aja udah ngusir dia kemarin".

"Gue enggak tau sebenernya gue itu sahabat lo dari orok atau justru gue sebenernya cuma baby sister lo Yesh. Yaudah, nanti istirahat gue temenin. Sekali lagi dia ngelakuin kekerasan gue yang maju".

"Ulluuuluuu.... Aa Herlan keren banget". Puji Jingga.

"Lo di suruh kakak-kakak lo ya?". Tebak Renda.

Yesha mengangguk. "Enggak di suruh juga sih, Cuma di kasih tau aja. Mereka juga enggak membenarkan Esa mukul gue, Cuma disini juga kan gue salah juga karena enggak mau denger penjelasan dia".

Renda ikut menganggukan kepalanya. "Nanti main yu ah, mau enggak?".

"Rumah Herlan". Kompak, Yesha, Jingga dan juga Jevan yang baru datang berteriak.

"Nggehhh... terserah lo pada".

Sambil makan mereka merencakan hal yang akan di lakukan di rumah Herlan. Biasanya ketika mereka bermain tidak jauh-jauh dari berdiam diri di kamar, bermain PS, gitar atau mencari pacar dimanapun itu, kadang di twitter atau di aplikasi tinder yang ini khusus dilakukan oleh Herlan yang memang sudah pro, Herlan pernah melakukannya. Di antara mereka yang sudah mempunyai pacar hanya Jevan, Renda dan Jingga. Sedangkan Yesha dan Herlan masih asik sendiri. Itu sih Yesha, alasan Herlan belum punya pacar karena belum bisa move on di tinggal mantan pacar pindah ke luar kota. Alhasil bocah itu sering sekali menjadi sadboy.

Merasa perut sudah terisi, mereka kembali pada tugas masing-masing. Herlan dan Renda kembali ke ruang OSIS takut ada keperluan atau ada hal lain sehingga memudahkan anggota mencari mereka. Sementara Jingga membuntuti Yesha dan Jevan kembali ke depan kelas siswa baru. Padahal Jevan paham, niat Jingga ikut bersamanya untuk melihat pacarnya yang menjadi pemimbing gugus.

Diary Yesha || Liu YangyangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang