Rencana pergi ke rumah Herlan setelah pulang sekolah terpaksa harus di batalkan karena Jingga, Renda dan Jevan di culik oleh pasangan masing-masing. Herlan tentu saja terus mengomel sepanjang jalan, sementara Yesha hanya tertawa di atas motor Herlan. Bukan 1 atau 2 kali mereka gagal bermain, Rina selalu menjadi pelopor gagalnya mereka berkumpul sedangkan Renda yang manut hanya bisa menurut.
"Pokoknya enggak mau tau, gue nanti nginep di rumah lo!". Herlan berkata tegas setelah menurunkan Yesha di depan rumahnya.
"Iyaa Herlan".
"Lo jangan iya-iya mulu dong Yesh, apa kek".
Yesha memutar bola matanya. "Dih terus gue harus sungkem gitu?".
"Tau ah bodo amat... sama aja lo, nyebelin". Herlan langsung menggas motornya untuk pulang, padahal rumahnya tepat di sebelah Yesha.
Setelah mentertawakan Herlan, Yesha membuka pintu gerbang rumahnya. Matanya menatap bingung mobil Tresna yang sudah terparkir padahal jam baru menunjukan pukul 4 sore, lalu motor dan kendaraan yang lain juga sama-sama terparkir rapih, kecuali mobil Kenan. Yesha membuka pintu depan, tidak menemukan siapa-siapa selain suara tv yang menyala.
"Lohh Yesha...". Hamas turun dari lantai 2. "Pulang sama siapa? Kok gak ngabarin di grup?".
Yesha yang melihat Hamas meraih tangannya untuk salim. "Sama Herlan kak, sengaja kok kan aku ada tebengan. Tadi aku liat mobil mas Tresna, tumben udah pulang?".
"Tadi ada client deket-deket sini jadi sekalian aja pulang gitu katanya. Udah makan?". Hamas menarik tangan Yesha ke dapur. "Tadi udah pada makan, mau di panasin?".
"Enggak ah aku mau ke kamar aja".
"Yaudah sana".
"Kak, kok Ibu sama Ayah enggak ada ngehubungin aku ya? WA aku juga cuma ceklis 2". Yesha kembali berbalik untuk menanyakan kabar orang tuanya.
"Sibuk mungkin, kan Ayah sama Ibu kalo lagi ada seminar gitu suka sibuk".
Yesha hanya mengangguk kemudian melanjutkan langkahnya menuju kamar. Meskipun dalam hati rasanya janggal sekali, sesibuk-sibuknya Ibu atau Ayah tidak biasanya mereka mengabaikan anak-anaknya sekalipun Kenan dan Tresna sudah di beri tanggung jawab untuk urusan rumah dah isinya. Helaan nafas terdengar cukup nyaring, Yesha kembali menghubungi orang tuanya namun tetap tidak ada jawaban. Padahal dia ingin bercerita banyak hal, terutama pada Ayah. Dibanding dengan Ibu, Yesha memang sangat dekat dengan Ayahnya, sewaktu dia lahir Ibu hanya mengambil cuti sesuai ketentuan dari kampus tempatnya mengajar jadi intensitas bersama Ibu terbilang cukup jarang.
Meskipun begitu Yesha tetap sayang Ibu, sayang sekali. Apa lagi ketika dulu dia mimpi buruk, pasti Ibu akan membukakan pintu kamarnya kemudian mengajaknya tidur bersama. Yesha jadi kangen Ibu. Setelah mengganti seragamnya dengan baju yang nyaman, Yesha kembali ke luar. Membawa makanan kucing dari halaman belakang untuk dibagikan pada kucing-kucing liar yang ada di kompleks perumahannya.
"Puss... krrr...krrr...pussss...". Yesha berdiri di luar gebang rumah sambil memanggil kucing-kucing yang biasa datang padanya. Bibirnya tersenyum saat melihat kucing yang datang. Jika ada waktu, Yesha selalu menyempatkan memberi kucing-kucing itu makan.
"Meowww...".
Yesha mendongkak saat mendengar suara kucing jadi-jadian. "Ihhh ada kucing garong". Dia pura-pura ketakutan.
"Enak aja". Juna, yang baru saja berpura-pura menjadi kucing tidak terima. Sambil mengigit cilok di tangannya dia ikut berjongkok bersama Yesha. "Kucingnya jadi makin banyak ya?".
"Ini justru dikit, 2 hari yang lalu sampe kayak ayam saking banyaknya". Baru saja tangannya ingin mengelus salah satu kucing, tangannya sudah di geplak Juna. "Aw.. sakitt ih".
![](https://img.wattpad.com/cover/240670314-288-k951142.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Yesha || Liu Yangyang
FanfictionMenjadi bungsu dari 7 bersaudara terkadang membuat orang lain menganggap hal tersebut hanyalah omong kosong. Di jaman sekarang, siapa orang tua yang memiliki banyak anak? Jawabannya adalah keluarga Alwira. Meskipun bukan satu-satunya keluarga dengan...