Lewat jam 12 siang, Yesha akhirnya bisa benar-benar membuka mata setelah kesadaraannya terus timbul tenggelam beberapa saat lalu. Dimas juga sudah melakukan check up dan mengatakan kondisi Yesha sudah lebih baik tapi masih harus dirawat untuk beberapa hari kedepan. Siang ini juga Yesha sudah mencoba untuk diberi makan meskipun masih harus pelan-pelan.
"Aku masih enggak nyangka kalo orang kecelakaan ternyata bisa biru-biru bengkak gitu". Hamas menopang dagu di sebelah ranjang.
"Kamu tuh beneran enggak ada jadwal kuliah atau bolos sih?". Tanya Tresna.
Dari 3 kurcaci tersisa Hamas yang katanya tidak ada jadwal kuliah. Sedangkan Lucas dan Juna sudah pergi bersama Winar tadi.
"Beneran loh Mas, nih liat". Hamas membuka chat dari dosennya. "Adek sakit enggak itu mukanya?".
Yesha tersenyum. "Ya sakitlah Kak, aku baru aja kecelakaan masa enggak sakit".
"Pas kecelakaan gimana rasanya? Enak enggak?".
Tresna hampir saja melempar piring yang berisi bubur untuk Yesha. Bisa-bisanya bertanya enak atau tidak. Mana ada manusia yang kecelakaan tapi rasanya enak.
"Enggaklah". Yesha sedikit meninggikan suaranya. "Kak aku tuh ke banting sana sini terus berasa muter, sadar-sadar udah dirumah sakit gini gimana bisa enak? Badan aku juga semua sakit ini".
Hamas mengangguk-anggukan kepalanya. Jujur saja dia masih merasa takjub saat melihat Yesha. Ini kali pertama dalam hidup Hamas melihat orang kecelakaan secara langsung dan yang mengalami adalah adiknya sendiri. Bukan berarti Hamas tidak kasihan atau tidak tega saat melihat Yesha, hanya saja rasanya dia benar-benar tidak menanyangka hal seperti ini harus dialami sang adik.
Tapi memang siapa juga yang bisa menyangka hal seperti ini akan terjadi? Yesha sendiri juga tidak akan pernah mau mengalami hal semacam ini. Apalagi saat piala hasil lombanya kemarin harus patah menjadi beberapa bagian. Kenan yang tadi datang ke ruangan bilang akan memperbaiki pialanya. Meskipun tadi Yesha sempat sedih karena beberapa barangnya juga ikut rusak.
"Mas.. kemarin aku ketemu Ayah". Ucap Yesha setelah menyelesaikan makannya.
"Dimana?". Bukan Tresna yang bertanya, Hamas sedikit terkejut saat dia mendengar ucapan Adiknya.
Yesha mencoba membenarkan posisi meskipun mau bagaimana juga tubuhnya terasa sakit semua dibantu oleh Tresna. "Jadi Ayah dateng ke tempat aku nginep, terus Guru pembimbing aku ngasih tau kalo ada yang mau nemuin aku, aku pikir itu kalian tapi ternyata Ayah".
"Ayah bilang apa sama kamu?". Tresna bertanya seraya mengusap kepala Yesha.
"Banyak, tapi intinya Ayah minta maaf. Tapi aku bilang Ayah enggak usah minta maaf. Buat apa juga kan?".
"Enggak boleh gitu, Ayah kan niatnya baik udah mau minta maaf". Hamas menasehati. "Itu artinya Ayah udah mengakui kesalahan dia".
"Aku bukan enggak mau maafin Ayah atau enggak nerima Ayah minta maaf, tapi bukan itu jawaban yang aku mau. Jauh-jauh hari juga aku udah maafin Ayah sama Ibu. Tapi ya gitu rasanya, aku enggak tau juga".
Tresna tersenyum. "Seenggaknya kamu udah denger penjelasan Ayah kan? Jadi meskipun kamu enggak dapet jawaban, tapi kamu tau apa sebenarnya maksud Ayah".
Yesha mengangguk. "Iya, aku juga seneng kok ketemu Ayah, liat Ayah sehat juga aku seneng banget rasanya".
"Jangan di pikirin dulu, kamu sembuh aja sekarang ya? Enggak kangen rumah apa?". Hamas biasanya mengacak-ngacak rambut Yesha jika sedang gemas.
"Kangen". Yesha mencebik.
"Makanya harus cepet sembuh". Tresna tetap mengusap pundak Yesha pelan-pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Yesha || Liu Yangyang
FanfictionMenjadi bungsu dari 7 bersaudara terkadang membuat orang lain menganggap hal tersebut hanyalah omong kosong. Di jaman sekarang, siapa orang tua yang memiliki banyak anak? Jawabannya adalah keluarga Alwira. Meskipun bukan satu-satunya keluarga dengan...