53 : Resahnya Anak Bungsu

1.8K 288 91
                                    

"...dadah Ayah, cepet sembuh ya?"

Yesha menutup sambungan telfonnya bersama Ayah. Tadi saat dia sampai di rumah, Kenan sudah melakukan video call bersama Nenek dan Kakek. Ayah masuk ke rumah sakit karena serangan jantung. Katanya karena beberapa hari ini Ayah sibuk bekerja juga memikirkan Ibu yang akan berubah status dalam beberapa hari ke depan. Mungkin karena terlalu banyak fikiran membuat kondisi Ayah menurun sehingga membuatnya harus terbaring di rumah sakit.

"Kita enggak bisa jenguk Ayah aja?" Mata Yesha menatap Kenan penuh harap.

"Bisa, tapi tunggu nanti ya? Kalo nanti kondisi Ayah masih sama, kamu pergi ke Surabaya. Tapi enggak sama Mas gak apa-apa kan? Mas enggak mungkin ninggalin rumah sakit juga."

"Aku sendirian juga enggak apa-apa kok."

"Jangan, nanti di temenin Juna atau Lucas aja." Winar mengusap pundak Yesha.

"Kok aku enggak?" Hamas protes.

"Katanya mau ke nikahan Ibu."

"Oh iya bener."

"Aku ke kamar ya? Mau tidur."

Tresna melirik jam yang tergantung di dinding. "Jangan lupa solat Isya dulu."

"Hmm..."

Mereka yang tersisa di ruang tv hanya menatap punggung Yesha sampai anak itu hilang di balik pintu kamarnya. Baik Kenan dan yang lain akan membiarkan Yesha sendiri dulu. Anak itu dari raut wajahnya saja sudah terbaca sekali bahwa dia begitu sedih. Mana tadi dia sudah merengek ingin pergi menemui Ayah membuat Kenan kelimpungan. Untung saja Winar bisa menjelaskan dengan baik sehingga Yesha bisa tenang. Perihal sakitnya Ayah memang menjadi kabar yang mengejutkan, selama ini Ayah jarang sakit bahkan fisiknya juga selalu sehat. Kenan saja terkejut saat mendengar bahwa Ayah mengidap penyakit jantung. Padahal setaunya dia dulu baik-baik saja, bahkan tidak pernah mengeluh apapun.

Yesha menatap sebuah figura yang tersimpan apik di sebelah kasurnya. Potret bersama Ayah saat dia berusia 5 tahun masih Yesha simpan hingga sekarang. Jika di ingat-ingat dia tidak punya foto bersama Ibu karena beliau selalu sibuk sejak dulu. Hanya Ayahnya yang masih bisa menyisihkan waktu untuk Yesha di akhir pekan. Tapi bukan berarti Ibu tidak pernah, hanya saja estimasi waktunya bisa di katakan sangat jarang. Beliau bahkan sering kali bekerja sekalipun itu weekend.

"Ayah harus sehat, biar bisa liat aku kuliah terus wisuda nanti." Yesha memeluk figura di tangannya kemudian membenahi kasurnya. "Selamat malam Ayah."

---

Suara ribut di jam 6 pagi membuat Kenan yang baru selesai melipat baju terkejut. Dia langsung keluar dari kamar karena tidak mungkin ada orang sepagi ini yang mau melihat apa yang terjadi. Mereka sadar ada suara panci jatuh dari dapur saja sudah menjadi hal yang luar biasa.

"Adek? Ngapain?"

Kepala Yesha muncul dari kolong wastafel. "Hehehe pagi Mas Kenan."

"Lagi nangkep tikus?"

"Enak aja." Yesha mendengus. "Emang aku Leon?"

"Ya terus ngapain di sana?"

"Lapar, tadinya mau masak mie tapi ketauan deh."

Kenan meminting leher Yesha. "Masih pagi udah mie, ada roti ada susu ada telor malah mie."

"Aduuhh Mas!!!! Sakit!!!!"

"Duduk, Mas bikinin makan buat kamu."

Seraya mengelus lehernya yang sakit, Yesha menurut. Dia duduk di kursi meja makan dan menatap punggung Kenan yang sedang sibuk ke sana ke mari untuk membuat sarapan. Kakak pertamanya pasti akan langsung membuat sarapan untuk orang-orang di rumah. Padahal Yesha tau, setelah ini dia harus kembali pergi bekerja sampai sore bahkan sampai malam, tapi tanggung jawabnya untuk memenuhi kebutuhan adik-adiknya tidak pernah dia abaikan.

Diary Yesha || Liu YangyangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang