Yesha sampai di Surabaya setelah duduk di kereta selama berjam-jam. Karena dia dan guru pembimbing yang ikut hari ini tidak memiliki waktu yang banyak, mereka langsung pergi ke hotel tempat acara sekaligus tempat mereka menginap selama disana. Bibirnya tersenyum saat menerima banyak notif dari Kakak dan teman-temannya, dasar kemarin saja cuek minta ampun giliran di tinggal pergi malah merengek.
Setelah jemputan mereka sampai Yesha dan Guru pembimbingnya pergi meninggalkan stasiun, selama di perjalanan Bu Acit menjelaskan bahwa selama dia disana, kegiatan Yesha akan sedikit padat. Sangat tidak memungkinkan dia bisa bersama ponselnya 24 jam, jadi Bu Acit menyarankan agar Yesha menghubungi keluarganya terlebih dahulu.
Pulang harus sehat, Mas tunggu di rumah
Pesan Kenan menjadi pesan terakhir yang dia baca sebelum Yesha turun dari mobil jemputan. Selama 3 hari ke depan dia akan menjalani kegiatan disini, selain untuk lomba ternyata acara kali ini di lengkapi oleh beberapa seminar juga, Yesha jadi tidak sabar. Meskipun dia pasti akan merindukan Kakaknya, tapi kapan lagi kan dia bisa mendapatkan kesempatan seperti ini. Maaf ya Mas, Abang, Kakak, gantian sekarang Yesha yang sibuk hehe.
---
Sementara keadaan dirumah menjadi sangat sepi. Hari sudah siang tapi seperti tidak ada kehidupan di dalamnya. Hanya ada 3 orang manusia yang sedang duduk di taman belakang. Sedangkan penghuni yang lainnya entah berada dimana.
"Kangen Adek". Juna melempar batu asal.
"Suruh siapa kemarin di cuekin, rasain tuh di tinggal Adeknya. Gak balik lagi tau rasa ntar".
Lucas meminting leher Hamas. "Ngomong tuh yang bener, nanti ada malaikat lewat yang ngeaminin gimana?".
"Enggak akan ada malaikat di sekitar dia, setan semua yang ada". Juna tertawa puas sekali.
"Iyaa lo berdua setannya". Jika ada Yesha pasti Hamas bisa punya sekutu. "Ngomong-ngomong berapa hari dia di Surabaya?".
"3 hari, 3 hari 2 malam berarti. Ini belum ada 24 jam gue udah kangen aja gila". Keluh Lucas. "Biasanya jam segini kita beli jajan di depan kompleks".
Hamas mencibir, inginnya mendorong kepala mereka satu-satu dan berkata 'kemarin kemana aja?'. Tapi dia masih sayang nyawa. Berani berkata seperti itu kolam yang ada di depan mereka bisa menjadi saksi perang saudara nantinya. Tapi ini juga memang salah mereka sih, Yesha sering bercerita padanya jika dia seperti tidak di anggap selama di rumah.
Hamas juga sama-sama merasa bersalah, karena sebelum dia berangkat ke Bali, dia juga salah satu pelaku yang membuat Yesha merasa seperti menjadi orang asing. Hanya saja level dia tidak terlalu parah dan masih bisa di maklumi. Coba seperti Mas Tresnanya sekarang, laki-laki itu langsung murung setelah mengetahui Adik kesayangannya sedang pergi. Galau kan dia.
"Lagian suruh siapa pada sok sibuk". Hamas mendengus. "Bukan berarti enggak boleh sibuk loh ya? Cuma kan sesuatu juga ada batasnya. Masa tiap hari Yesha cerita makan sendiri, enggak ada orang di rumah, ngeluh ngerasa kesepian, kalian tuh jahat tau kesannya".
Juna membuang nafasnya. "Gue fikir tuh yang lain enggak begitu, makanya gue anteng-anteng aja kemarin".
"Sama..". Luca menimpali. "Ini jadinya semua orang mengira-ngira".
"Makanya kalo ada sesuatu di pastiin dulu jangan main di kira-kira, dipikir lo nimbang terigu apa di kira-kira".
"Ya maap namanya juga manusia pasti ada salah". Juna yang sedang merana begini jadi semakin merana karena ucapan Hamas.
"Masalahnya lo salah terus Jun". Lucas menepuk bahu Juna. "Lo hidup aja udah salah sebenernya ini mah gue jujur aja".
"Mau berantem lo sama gue? Lo beban keluarga aja bangga lo".
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Yesha || Liu Yangyang
फैनफिक्शनMenjadi bungsu dari 7 bersaudara terkadang membuat orang lain menganggap hal tersebut hanyalah omong kosong. Di jaman sekarang, siapa orang tua yang memiliki banyak anak? Jawabannya adalah keluarga Alwira. Meskipun bukan satu-satunya keluarga dengan...