26 : Terkadang Usaha Bisa Mengkhinati Hasil

1.8K 268 60
                                    

Perlombaan yang di ikuti Yesha sudah dimulai, Guru pembimbingnya juga sudah mengabari agar Yesha bersiap. 2 kursi yang terletak di tengah tampak penuh, selain Yesha sendiri sebagai peserta 7 orang yang mengantarnya hari ini ikut menjadi pelaku penuhnya kursi sehingga mereka duduk dalam 2 baris. Di baris depan Yesha di apit oleh Winar dan Lucas, sedangkan di sisinya ada Tresna dan sisanya ada di barisan belakang. Sejak penampilan peserta pertama anak itu menjadi semakin gugup, apa lagi saingannya hari ini tidak main-main, kata Kak Jenan bahkan sanggar yang terkenal pun ikut menjadi bagian dalam festival hari ini.

"Jangan gugup, ini minum dulu". Reina menyodorkan sebotol air mineral dari belakang.

"Makasih Kak Rei". Yesha tersenyum.

"Wah pasti diskualifikasi ini mah". Lucas mengomentari seorang peserta yang berhenti memainkan pianonya di tengah-tengah lagu. "Lupa nada apa gimana dia?".

Yesha ikut memperhatikan. "Lupa not Abang".

Lucas hanya mengangguk, dia tidak terlalu mengerti masalah musik. Berbeda dengan Juna yang terdengar sedang berdiskusi di belakang bersama Kenan. Dia hanya penikmat saja, jika Lucas bisa musik nanti dia tidak punya kelemahan dan makin banyak di kejar-kejar kaum hawa, kan Lucas bisa dosa karena terlalu sombong.

"Abang mau ke toilet". Yesha menarik-narik kemeja Winar.

"Ayo, Abang anter". Winar berdiri kemudian izin pada Kenan.

"Euhh beser kebiasaan". Hamas menggelengkan kepalanya. "Dia tuh kalo gugup bisa bulak balik kamar mandi tau Kak".

Reina di sampingnya tertawa. "Kamu kalo gugup enggak gitu emangnya?".

"Mana ada dia gugup, ketemu gebetan aja dulu dia mah lempeng-lempeng aja 'halo manis mau pulang bareng enggak?' ya di geplak lah". Curhat Juna.

"Sirik banget sih alis Pattimura".

"Diem, jangan ribut". Tresna menegur dari kursi depan.

Winar bersandar pada tembok selagi menunggu Adiknya di dalam toilet. Samar-samar dia bisa mendengar suara seseorang yang sedang menangis, karena penasaran dia pun mendekat, rupanya peserta yang tadi melakukan kesalahan di atas panggung. Dia sedang di tenangkan entah oleh orang tua atau Gurunya. Menggendikan bahunya Winar meninggalkan mereka, memilih kembali pada posisinya saat menunggu Yesha tadi.

Setelah selesai dengan urusannya, mereka kembali ke tempat duduk. Peserta yang tampil sudah sampai di angka 6, artinya tinggal 4 peserta lagi agar Yesha bisa tampil. Semakin guguplah Yesha, meskipun ini bukan kali pertama dia mengikuti lomba seperti ini tapi tetap saja, rasa gugup itu tetap ada. Lucas yang ada di sampingnya berusaha mengurangi rasa gugup Yesha dengan memijatnya.

"Kamu main biola di atas panggung enggak sama buaya, kenapa sampe gugup gini? Slow aja man...".

Yesha memukul pelan tangan Lucas yang sedang memijatnya. "Abang nih...".

"Enggak apa-apa Yesha, kan kemarin udah latihan". Tresna ikut menenangkan. "Percaya sama Mas, ya?".

Dia hanya bisa mengangguk, mau mengeluh pun tidak akan mengubah keadaan supaya dia bisa tenang. Yesha pun pasrah, dia hanya akan tampil secara maksimal dan memberikan yang terbaik, untuk kerja kerasanya selama ini, untuk Guru pembimbingnya, untuk Kakaknya, untuk sekolah juga untuk Ayah dan Ibu, yang di harapkan bisa hadir hari ini. Tapi Yesha cukup sadar diri, keadaannya sudah tidak sama. Jadi dengan adanya Kakaknya disini pun sudah sangat cukup.

"Yesha, ayo pindah ke kursi peserta di depan".

Saat sedang melamun Jenan datang menghampirinya. "Sekarang Kak?".

Jenan mengangguk. "Udah peserta nomer 8".

Yesha pun berdiri, sedikit merapihkan bajunya. Kemudian dia melirik Kakak-kaknya, mereka memberinya semangat juga mendoakan yang terbaik untuk Adik mereka. Setelah selesai merapihkan penampilannya, Yesha di bawa oleh Jenan. Tresna menatap punggung Yesha dengan senyuman yang hangat.

Diary Yesha || Liu YangyangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang