26. Rayhan

33.1K 4.7K 711
                                    

Yang lupa alur baca bagian sebelumnya yaa

***

Dira menutup pintu kamar Erlan dengan hati-hati. Cowok itu menyuruhnya untuk turun dahulu menghampiri Fani yang mungkin sudah menunggu mereka untuk makan siang. Dengan langkah pelan, Dira menuruni tangga. Yang tertangkap matanya adalah satu orang wanita paruh baya yang tampak modis dengan pakaianya dan seseorang seumuranya, mungkin hanya lebih muda beberapa bulan.

Tak ada laki-laki yang berbicara pada Erlan tadi, juga Fani. Maka, Dira lebih memilih berjalan ke dapur berusaha tak memperhatikan kedua orang yang tengah sibuk dengan ponsel masing-masing itu.

"Bun—" Dira diam, merapatkan mulutnya melihat Fani dan laki-laki paruh baya tadi berbincang di dapur. Yang dia rasakan malah tak setegang tadi saat dia dan Erlan turun, tampak hangat saat melihat Fani sesekali tersenyum manis.

Pertanyaan Dira, mereka siapa? Dan itu, Ayah Erlan?

Menghembuskan nafas pelan, Dira berjalan menghampiri keduanya. "Bun," panggil Dira membuat Fani menoleh. Raut kekagetan tampak jelas, tapi langsung berhanti dengan raut hangat seperti biasanya.

"Diraa, Erlan mana?" tanya Fani mengelus lengan Dira sayang.

"Dikamar, katanya nanti turun." Dira hanya tersenyum kikuk.

"Pacar Erlan?"

Suara berat itu membuat Dira tersentak kaget. Menatap pria paruh baya yang malah juga menatapnya datar. Bunda tersenyum menggoda, mengedipkan matanya kearah pria itu.

"Biasa, percintaan anak muda," gumam Fani.

"Oh iya Dir, kenalin. Ini Papanya Erlan," Dira mengangguk pelan menanggapi. Tampak takut dan kaku secara bersamaan, aura yang dikeluarkan Papa Erlan tak main-main. Apalagi dia sempat melihat tatapan pria itu yang memarahi Erlan tadi.

"Kamu jangan galak galak!" Fani memperingati pria itu, wanita paruh baya itu tersenyum manis. Seperti biasanya, selalu menampilkan senyum manis tanpa beban.

Papa Erlan hanya menatap Dira tajam menyelidik, sebelum membenarkan jas yang terpasang rapi ditubuhnya, setelah itu meninggalkan mereka menuju ruang tamu.

"Baik kok dia," ujar Bunda Fani.

Dira tak percaya, matanya menatap Fani teduh. "Bunda ada masalah?"

Raut Fani sedikit berubah, tapi wanita itu mengalihkan dengan menata hasil masakanya. "Nggak ada, kenapa Dira hem?"

"Nggak tau aja, Bunda lagi kaya nyimpen sesuatu. Dira tau. Dan kalau itu Papa Erlan, perempuan itu siapa?"

Terkutuk untuk Dira yang menanyakan hal se-privasi ini dengan gamblang kepada Fani, yang notabenya hanya kenalanya saja. Bukan bagian dari Dira. Gadis itu menunduk kala Fani menatapnya tak percaya.

"Maaf Bun.."

"Tolong panggilin Erlan Dir, biar dia makan."

Dira meneguk ludahnya kasar merasa tak enak, tapi Dira juga tak mau menambah masalah lagi. Dengan itu, Dira memilih beranjak dari dapur. Pergi ke kamar Erlan meninggalkan Fani yang menatap punggungnya datar.

Dia tak mempermasalahkan Dira bersikap seperti itu padanya, dia juga tau bahwa Dira memang khawatir. Tapi, dia sangat sensitif dengan pembahasan tadi.

***

"Yaahh.. kok tidurr." Dira menatap Erlan yang tiduran di atas kasur. Setengah badanya menumpu pada ranjang, bagian lutut sampai kaki terjulur kebawah dengan wajah yang tertutup lengan. Tampak tertidur pulas.

Dira menghampiri cowok itu, mencoba membangunkanya. "Kaaaakk.." tak ada sahutan membuat Dira berdecak, gadis itu bimbang. Meninggalkan Erlan atau membangunkanya. Dira tak tega, apalagi Erlan yang tampak pulas. Namun jika dia berkeliaran di rumah ini tanpa Erlan rasanya asing, dan tak enak hati. Apalagi setelah ucapan lancangnya pada Fani tadi.

SENIOR LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang