25. Apa Lagi?

39.5K 5K 798
                                    


Hehehee

****

"Kalau gue bilang, gue sayang sama lo gimana Dir?"

Dira mengernyit, menatap Erlan dengan pandangan seolah meremehkan. "Bulshit!" balas Dira ketus. Gadis itu tetap santai berjalan dengan rangkulan tangan Erlan dipundaknya.

Erlan terkekeh, mencubit pipi Dira gemas. "Kalau beneran?"

"Kalau benerann…" Dira menggantungkan ucapanya dan berfikir jawaban apa yang akan dia beri pada Erlan. "Kalau beneran gak mau. Nanti dibohongin lagii," balas Dira memberengut kesal.

"Sebel banget kayaknya," gumam Erlan. Tanganya yang dia gunakan untuk merangkul Dira berganti mengusap rambut gadis itu sayang.

Sebegitu buruknya Erlan dimata Dira sampai jawaban gadis itu hanya sama setiap maknanya. Tak mau dan takut jika ditinggalkan ataupun dibohongi. Erlan akui jika sikap Dira begitu karenanya, tapi tak tau bahwa Dira juga menelan rasa kecewa begitu besar padanya.

"Gimana ya Kak.." Dira mendudukan dirinya rumput luas. Membuat rangkulan Erlan terlepas, diikuti cowok itu yang duduk disamping Dira.

Keduanya menatap danau luas yang tersaji dihadapan mereka. Sejuk dan dingin, kata yang dapat digambarkan. Erlan mengajaknya kesini setelah pulang sekolah, masih dengan seragam lengkap. Rencananya setelah dari sini mereka akan pergi ke rumah Bunda Fani, Mama Erlan.

"Lo ngerasa aneh gak si pas gue marah-marah tentang hubungan lo sama Aurel?"

Erlan diam, menatap rumput basah memikirkan pertanyaan Dira. "Nggak." Jawab Erlan singkat.

"Gak tau kenapa bagi gue itu kelihatan wajar, padahal lo bukan siapa-siapa."

Dira sedikit tertohok dengan ucapan Erlan. "Gue mungkin awalnya mikir gitu, lo udah masuk seenaknya ke hidup gue, lalu nyakitin gitu aja. Walaupun bukan siapa-siapa, tapi kalau udah pakai hati tetap sakit Kak."

"Dan setelah bersikap seperti itu sama lo, gue malu. Malu ngatur orang yang bukan siapa-siapa gue, malu bersikap menuntut sama lo. Dan gue takut lo bilang murahan karena sikap gue," balas Dira lirih menyampaikan semuanya. Dira tipe orang yang selalu berbicara gamblang jika butuh, tapi memendam sesuatu yang bisa saja membuat orang lain terluka karena fakta.

"Kenapa harus malu? Gue gak pernah berfikir kaya gitu tentang lo," kata Erlan. Itu terdengar sangat membahagiakan ditelinga Dira. Dia kira Erlan sering berfikir seperti itu.

"Kak," panggil Dira. Gadis itu mengubah duduknya menjadi menyamping menatap Erlan. "Kalau boleh tau, hubungan lo sama Aurel apa?"

"Gak ada."

"Gak ada tapi deket? Lo sehat?" sinis Dira mencoba menelan rasa sesak yang hadir kala Erlan tak bisa kunjung jujur padanya.

"Lo cemburu?"

Dira menipiskan senyumnya. Kakinya dia tekuk, menyandarkan kepalanya ke lutut. Tanganya mengambil kerikil-kerikil kecil yang berserakan. "Kalau iya?"

Erlan menghela nafas pelan. "Kenapa? Itu kenyataanya, kan?" tanya Erlan serius.

"Percaya gak sih kak kalau gue suka sama lo?"

"Gue tau."

Entah keberanian dari mana Dira bertanya seperti itu, tapi mendengar jawaban Erlan membuat Dira malu. Malu karena Erlan mudah menebak perasanya dari sikap pengatur dan penuntut Dira pada cowok itu. Gadis itu tetap diam menatap lurus danau luas didepanya. Tak menghiraukan tangan Erlan yang mengusap rambutnya, berusaha menenangkan.

"Kenapa sih?" tanya Erlan lembut. "Gue udah jelasin, kan?"

"Takut itu wajar Kak," balas Dira pelan.

SENIOR LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang