22. Kecupan

45.6K 6.1K 1.2K
                                    


Yang lupa alur baca bab atas dulu.

****

"Kenapa Dir?"

Dira menggeleng pelan mendengar ucapan Desi. Gadis itu terlihat tak baik-baik saja, tapi Dira masih bisa tersenyum cerah seperti biasanya.

"Gak papa lah," ujar Dira.

Yara masih tak percaya, mencoba menoleh kedalam kelas yang masih terdapat Erlan disana. Gerakanya itu malah langsung ditahan Dira dan menariknya pergi.

"Kenapa sih Dir?" tanya Winda melihat gelagat Dira yang terlihat aneh, gugup menjadi satu.

"Gue gak papa," ujar Dira lirih.

Mereka malah tambah tak percaya, apalagi tadi Dira berada didalam kelas hanya bersama Erlan. Tak mungkin jika sekarang gadis itu mengatakan baik-baik saja, mengingat hubungan Dira dan Erlan renggang akhir-akhir ini.

Aneh, siapa peduli jika hubungan mereka renggang? Hanya sebatas teman 'kan?

"Lo diapain sama Kak Erlan?" tanya Desi memegang lengan Dira yang terus berjalan mendahului mereka.

"Gak diapa-apain. Kenapa sih?" tanya Dira sensi. Cewek itu menepis lengan Desi. "Gue mau sendiri, lo bertiga kalau ketantin ya sana!"

Setelah mengatakan itu, Dira berjalan mendahului mereka dengan cepat. Tak ada yang mengejar, melihat respon Dira yang seolah tak mau diajak berbicara membuat mereka malas. Mungkin akan membujuk lagi jika sudah tenang.

Dira sendiri hanya bisa diam, kepalanya pusing karena masalah Erlan yang tiada habisnya. Dira tak salah 'kan? Dia bukanya marah, hanya kecewa. Erlan ingin dimengerti, tapi Erlan tak mau mengerti dirinya. Seolah cowok itu yang paling butuh pengertian disini, egois.

Cewek itu duduk dibangku koridor depan gudang. Sepi, satu kata yang menggambarkan. Entah kenapa Dira malah menjadi menuntut seperti ini. Memalukan, Erlan bahkan tak pernah menembaknya, kenapa Dira malah jadi mengejar? Seolah mereka memang sudah kenal dan satu rasa.

Hanya diam menikmati semilir angin yang masih terasa karena letaknya dekat dengan taman belakang sekolah.

"Dir."

Dira mengernyit heran, menoleh kearah samping mendapati cowok dengan pakaian rapinya. "Iya?"

"Nih."

Pandangan Dira beralih kekantung kresek yang dibawa cowok itu. Tapi bukanya mengambil, Dira malah mengernyit heran.

"Buat gue?" tanya Dira.

Cowok itu mengangguk cuek. "Iya buat lo," ujar cowok itu dengan cepat menyodorkan kearah Dira.

"Loh, ini kok—"

"Terima aja," ujar cowok itu lalu pergi begitu saja.

Dira diam, membuka bingkisan itu. Terdapat nasi goreng kantin yang dibungkus tempat makan plastik bening serta satu gelas teh botol kemasan. Ini dari cowok itu? Matanya kini memandang punggung cowok yang mulai menjauh dari pandanganya.

"Aneh."

Suara notifikasi ponsel membuat Dira merogoh sakunya, membuka aplikasi chat. Satu pesan dari Erlan membuat Fira menahan nafas.

Kak Erlan

Dimakan!

"Jadi dari Erlan yaa..." gumam Dira. Hatinya bimbang, dia baru saja mengatakan aura permusuhan yang kental dengan cowok itu, menyuruh Erlan menjauhinya atau sebaliknya. Tapi kenapa Erlan tetap seperti ini?

"Erlan bangsat," umpat Dira kemudian. Memilih tak menjawab pesan dari Erlan, agar cowok itu tau bahwa Dira memang marah kali ini. Tapi tak ayal membuka bungkusan itu.

SENIOR LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang