33. Sakit

29.3K 4.1K 1.6K
                                    

Dira semakin menelungkupkan wajahnya ke bantal dengan air mata yang perlahan merembes keluar. Gadis itu seolah menulikan telinganya saat dering telfon terdengar kencang. Nama Erlan yang tertera masih membuat Dira sedih.

Dia bukan prioritas. Dira sebenarnya tak terlalu memperhatikan hal itu. Cowok itu juga memiliki sesuatu yang dia prioritaskan, jika keluarga, bundanya, Dira tak akan seperti ini. Kenapa harus Aurel yang notabenya tak ada hubungan apa-apa dengan Erlan. Hanya sebatas sahabat kan? Kenapa lebih memprioritaskan gadis itu saat Erlan dengan terang-terangan berkata menyukainya.

Tanganya menggapai ponsel saat sambungan telfon Erlan sudah berhenti berganti notifikasi pesan. Tangan Dira mengusap matanya yang basah, diam saat melihat pesan dari Aurel sebelum menangis kembali.

Aurel
Lo tau kan arti perkataan gue semalem Dir?
Dia tetep selalu disamping gue meskipun suka sama lo. See?

****

"Perasaan lama amat dah persiapan doang. Emang acaranya apa aja Dir?"

Dira menggeleng mendengar pernyataan Rehan. Gadis itu diam dengan pandangan lurus ke lapangan yang ramai siswa-siswi. Ditambah beberapa orang yang memasang panggung.

"Palingan cuma sambutan sambutan doang," sahut Seina sambil membuka bungkusan coklat miliknya.

"Si Dira kek anjir. Elu deket sama Erlan, tau dong harusnya."

Seina yang seperti mengerti kenapa Dira seperti ini menggeplak lengan Reyhan keras.

"Kenapa sih anjing," sungut Reyhan kesal.

"Erlan," gumam Seina berbisik pada laki-laki itu.

Tatapan Reyhan menjadi serius. Cowok itu berdehem singkat. Bergerak duduk disamping Dira diikuti Seina.

"Lo diapain lagi sama Erlan?" tanya Rayhan.

Dira menoleh. "Apasih, engga," ujarnya tersenyum pelan.

"Itu tuh, kemarin si Erlan pulang sama Aurel. Mana pelukan lagi. Sebel banget gue ama tuh orang mulai sekarang," ceplos Seina.

"Lah?" bingung Rayhan pada ucapan Seina.

"Jangan plonga plongo doang lo, lo kan temenya Dira. Cowok lagi, marahin anjir si Erlan!" Rayhan terkekeh pelan tampak canggung.

Tatapan Seina langsung berubah menyelidik. "Lo takut?" ejeknya membuat Rayhan memutar bola mata malas.

Dira berdehem pelan kala mereka berdua bergosip tentangnya tepat disampingnya. Tenang dan asal ceplos. Meski ucapan mereka benar.

Melihat Dira kembali, Rayhan menghela nafas saat gadis itu tak seheboh biasanya. "Kalau diapa-apain sama Erlan, bilang sama gue."

"Jangan terlalu berharap Dir. Kalaupun Erlan bilang suka, cinta sama lo. Tapi kalau dia nggak bisa ngehargain lo, jauhin. Dia tipe orang yang nggak bisa milih sesuatu secara pasti. Lo bisa dapet yang lebih baik," Dira diam semakin sedih mendengar ceramah cowok itu.

"Kaya lo gitu?" tanya Seina mengejek membuat Dira menoleh cepat. Matanya menatap tajam Rayhan.

"Kaga ye anjir, gue tuh anggep Dira sebagai adik. Ya meski cuma selisih beberapa bulan doang," ujar Rayhan. Tatapanya menaruh sebal pada Seina yang selalu menggodanya.

Dira tersenyum pelan menepuk pundak Rayhan. "Iya Kak, iya," ujarnya menggoda. Lagian dia tau Rayhan bukan cowok seperti itu. Mereka memang dekat, tapi mereka tau batas hubungan mereka seperti apa. Dan ya, hanya teman, adik kakak, seperti itu.

Mempunyai ide bagus, senyum tengil Rayhan muncul. Cowok itu mengeluarkan ponselnya. "Ayo photo bertiga," ujarnya.

"Gue lagi galau, gak usah pamer pameran foto," sungut Dira.

SENIOR LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang