4.Tak Dianggap

65.5K 8.2K 428
                                    

Koreksi kalau ada typo
_  _ _

"Sialan! Gak jadi!"

Dengan teganya Dira merebut kertas dan pulpen yang sedang dipegang oleh Andi Andi itu.

"E-eh tapi.." ujar Andi tak rela. Ia masih berharap.

"Diem lo!" sentak Dira kasar menudian berbalik. Gadis itu berlari dengan cepat sampai didepan salah satu sumber biang masalahnya. Erlan.

"Sialan lo kak! Kenapa boongin gue? Mana waktunya tinggal 10 menit lagi. Pokoknya gue nggak mau dihukum. Tanggung jawab! Anterin gue ke orang yang namanya Zayn!" ujar Dira berteriak kesal. Membuat pandangan menjadi terarah pada mereka.

"Bantuin malah!" ujar Dira. Sepertinya gadis itu sudah kelewat kesal, karena kalau tidak ia yakin tak akan berani seperti ini.

Erlan hanya diam mendengarkan, kemudian bangkit menenteng almameter Osis yang tadi dilepasnya. Matanya menatap tajam kearah gadis yang sedang berkacak pinggang melotot kearahnya.

"Ck, nyusahin!"

Dira mengikuti langkah Erlan yang berjalan didepanya. Gugup, tentu saja. Dia laki-laki yang paling diidam-idamin disini. Dan Dira berani ngomong sepanjang lebar itu?

Astaga, kalau nggak dalam keadaan kaya gini pasti malu-malu kucing, nggak kaya orang kesurupan marah-marah.

Langkah keduanya berhenti didepan salah satu siswa. Mata Dira berbinar, tanpa menunggu ucapan Erlan gadis itu langsung mendekati cowok itu.

"Kak, boleh minta fotonya ya?" kata Dira semangat.

Laki-laki itu melongo. "Boleh," ujarnya tersenyum manis.

"Kakak Zayn Putra Mahardika kan?" tanya Dira dengan gamblang.

"Eeh sorry, nama gue Sandi," ujar laki-laki itu kiuk.

Dira melongo, mukanya pasti merah sekarang. Maluu! Astaga udah dua kali ini.

Tatapan Dira beralih kearah Erlan yang membuang pandangan kearah lain, dapat dilihat jelas oleh Dira sudut bibir Erlan tersungging sedikit keatas.

Sialan!!

"Oh, maaf kak, boleh tanya nggak kak Zayn itu yang mana," tanya Dira pada Sandi. Daripada nanya sama Erlan nggak bener-bener kan ya.

"Tuh,"

Dira langsung menghampiri laki-laki yang ditunjuk oleh Sandi. Tampan, tapi lebih tampan Erlan tentunya.

"Eum kakak yang namanya Zayn ya," tanya Dira memastikan, takut salah lagi.

Laki-laki itu tersenyum, "iya," balasnya.

Dira langsung mengucap syukur dalam hati. Gak salah lagi kan?!!

Setelahnya gadis itu berfoto dan meminta tanda tangan. Kemudian pergi begitu saja setelah mengucapkan kata terima kasih, pada Zayn tentunya.

_ _ _

"Habis ini pulang kan?" tanya Winda saat mereka berkumpul mendengarkan pengumuman.

"Iya paling, nggak tau gue," jawab Yara mengedikkan bahu acuh.

"Capek njir, panas lagi," keluh Dira mengipasi dirinya sendiri.

"Tuh liat, giliran peserta aja di panas panasin. Eh si senior kita adem gitu kayakknya. Boleh neduh," cibir Winda. Matanya menatap iri para senior mereka yang duduk dikoridor.

"Ih siapa tuh?" tanya Dira berceletuk.

"Mana?" Desi mengikuti arah tunjuk tangan Dira.

"Oh itu? Si Bianca itu namanya. Piala bergilirnya disini," jelas Desi sok.

"Dandanannya ewhh," ujar Dira bergidik. Make up tebal yang menghiasi wajah perempuan yang memegang kipas ditanganya. Ditambah baju ketat yang sangat kentara.

"Wkwkw, anjir. Ati-ati di bully lo!" ujar Yara tertawa.

"Lawan dong, ye gak?" sombong Dira ber tos ria dengan Winda.

"Cantikan gue padahal," ujar Winda.

"Iya, nih gue yang alami cantiknya!" Dira menggoyangkan rambutnya sombong.

"Sombong bat lo," Desi menoyor kepala sahabat barunya itu.

"Eh emang iya sih," lanjut Desi setelahnya.

"Eh. Anjir!" teriak Yara. "Kita diliatin," bisik Yara setelahnya melirik ke arah belakang mereka.

Mereka serentak menoleh, tapi langsung memalingkan wajahnya saat melihat banyak anak cowok yang sialnya sangat tampan menatap mereka sambil berbincang sesekali tertawa.

Malu astaga! Senior itu.

"Berasa artis gue," ujar Desi membenarkan penampilanya.

"Yee, apaan lo!"

_ _ _

Dira pulang saat rumah terasa sepi, sama seperti hatinya. Kosong, dia tau Mama dan Papanya sudah pulang dari kerja, mungkin juga Kakak perempuan-nya.

Ia memilih naik keatas. Setiap kakinya menginjak anak tangga, didinding tertempel foto keluarga mereka. Tiga orang perempuan dan dua orang laki-laki. Namun itu foto lama. Yang lain hanyalah berisi dua orang perempuan dan satu laki-laki. Tanpa dirinya.

Sakit? Tentu saja. Dengan cepat Dira menghapus air mata yang meleleh disudut matanya. Senyumnya kembali terukir indah. Kakinya semakin cepat menaiki anak tangga dengan riang. Tidak, pura-pura riang sebenarnya.

Entah sampai kapan hati ini akan berbohong padanya, kalau dia memang tak apa-apa. Yang pastinya tak sesuai kenyataan.

Ia mandi, badanya terasa lengket sekarang. Setelahnya naik keatas kasur. Menelungkupkan kepalanya kebantal.

Dira menoleh kesamping, tepat berhadapan dengan sebuah foto yang berhasil membuat hatinya tercabik-cabik sakit. Bukan karena patah hati, tapi rasa bersalah itu semakin besar. Disana dua orang berbeda jenis kelamin tersenyum saling berpelukan erat.

Mata Dira mengabur, menangis keras-keras. Sampai saat dia lelah maka akan tertidur pulas.

_ _ _

Dira terbangun mengucek matanya. Sudah pukul tujuh malam. Dia memilih keluar, perutnya kosong jadi terasa lapar.

Di tangga paling atas, telinganya dapat mendengar suara tawa perempuan. Kakaknya, diikuti Mama dan Papanya yang membuat senyuman gadis itu merekah.

"Mama!" dengan cepat ia menuruni anak tangga.

"Kalian habis darimana?" tanyanya ingin tau.

Tak ada jawaban satupun. Tapi tak melunturkan senyum gadis itu.

"Mama nggak masak? Aku laper padahal," tanyanya lesu saat melihat meja makan kosong.

"Kita makan diluar," jawaban itu dari Kakaknya.

"Kok nggak ngajak?" tanya gadis itu cemberut yang dibalas dengusan Mamanya.

"Harus?" hatinya tertusuk saat sang Mama melontarkan kalimat itu.

"Tapi sekarang Dira laper, gimana dong?"

"Bikin sendiri bisa nggak?!" Mamanya berdiri. "Nyusahin aja. Ganggu kamu!!"

Dira hanya bisa menahan tangis dengan senyuman yang selalu cerah dibirnya. Mereka memang tak menganggapnya ada. Dari dulu, bukan lebih tepatnya setelah kejadian itu.

_ _ _

Vote and coment guys

Salam sayang

SENIOR LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang