19. Marah?

46.6K 6.6K 1.4K
                                    


Yang nunggu?

___

"Ingin tau heh?"

Erlan diam, tanganya terkepal erat melihat Ayah dari sahabatnya yang kini memandang tajam kearah cowok itu. Erlan tak tau apa yang membawanya kesini, yang pasti dia harus tau satu hal yang membayanginya selama ini.

"Satu hal, tapi saya punya syarat."

"Jaga Aurel, dia permata bagi saya. Jika berhasil, rahasia itu akan kamu dapat Erlan,"

***

Bukanya lupa atau tak sadar Erlan meninggalkan Dira kemarin. Dia ingat, sangat ingat terhadap janjinya dengan Dira. Dia tau, bagaimana gadis itu menunggunya di halte.

Bahkan Erlan akan menghampirinya sebelum Aurel datang begitu saja meminta diantarkan pulang. Erlan bisa menolak sebenarnya, bisa sangat bisa. Tapi Aurel adalah kunci semua rahasia keluarganya saat ini. Jadi jangan salahkan Erlan kalau harus bingung memilih salah satunya.

Cowok itu memasukkan tanganya ke saku jaket. Matanya menatap tajam objek perempuan didepanya. Berjalan maju, sampai dadanya membentur punggung cewek yang sedang memilih camilan di rak paling atas.

Kaki cewek itu berjinjit pertanda tak sampai mengambil makanan membuat Erlan tersenyum miring. Cowok itu mengulurkan tanganya keatas.

"Eh," pekik perempuan itu. Makanan yang diincarnya disambar oleh seseorang dibelakangnya.

Kepalanya dengan cepat menoleh, matanya membulat kemudian menunduk agar pandangan mereka tak bertemu.

"Kak Erlan," gumam perempuan itu lirih.

Erlan menaikkan alisnya sekilas. Tapi tersentak kala camilan yang semula ditanganya direbut kasar.

"Makasih!" balas Dira ketus.

Mengingat masalah tadi siang membuat hatinya memanas. Siapa bilang Dira bakal luluh memaafkan begitu saja? Tidak semudah itu hm. Memangnya Erlan siapa berani mempermainkan perasaan Dira?

Erlan mengerjapkan matanya bingung, tapi langsung mendesah pelan. Yang ia tau sekarang adalah Dira marah.

"Dengerin dulu," Erlan menahan lengan Dira saat gadis itu mulai berjalan menjauh darinya.

"Alah bacot! Dengerin omongan lo gak guna semua, tipu doang!!" ujar Dira kasar.

Erlan menggeram, "mulut gak usah kasar bisa?" ujarnya datar menatap Dira tajam.

"Gak!" balas Dira ketus.

Cowok itu menatap punggung Dira yang menjauh darinya. Dengan langkah pelan dan santai Erlan mengikuti Dira, saat berjalan beriringan gadis itu berbisik pelan ditelinga Dira.

"Gue anterin pulangnya," ujar Erlan.

Dira menoleh, menatap Erlan sambil tersenyum remeh. "Disini ada Aurel gak si? Sonoh anterin. Gak sudi gue!"

Dira berubah, hanya karena kejadian kecil seperti itu. Sifat, kata yang digunakan, hal itu membuat Erlan menatap Dira marah.

"Gue anterin!" suara Erlan naik beberapa oktaf membuat Dira tersentak.

Beberapa pengunjung supermarket juga mulai menatap kearah kedua sejoli itu. Dalam bayanganya mungkin mereka sepasang kekasih yang bertengkar. Dan yang terjadi sebenarnya adalah, mereka pacaran?

Tatapan Erlan melembut, "gue anterin," ujarnya pelan menatap mata Dira dalam.

Dira menggeleng pelan. "Gue sama Rayhan."

SENIOR LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang