11. Adik?

48.8K 6.7K 642
                                    

"Bun, si Erlan punya cewek!" teriak Andra pada Fani yang sedang menyiapkan makanan.

"Iya? Kok Bunda nggak tau?" ujar Fani lembut. Senyum tak lepas dari bibirnya sedari tadi. Pada anak muda yang memang sudah mengenalnya dari dulu itu main kerumah.

Tentu saja mengobati rindu Fani pada sahabat anaknya itu. Mereka yang paling bisa menghibur Fani untuk melupakan semua masalahnya.

"Iya, masa kemaren Andra lihat dia lagi pegang-pegang pipi Dira," jawab Andra. Padahal dalam hati tertawa ngakak. Untung Erlan masih dikamar.

"Buset! Si Erlan gercep Bun," tambah Lintang sambil meminum es teh ditanganya.

"Nanti Bunda suruh bawa kerumah," ujar Fani kemudian.

"Siapa Bun?" Erlan menuruni tangga dengan hati-hati. Cowok itu mengenakan kaus putih polos serta celana pendek rumahan.

"Itu, kata si Andra kamu punya cewek. Besok bawa pulang. Bunda mau lihat,"

Ucapan itu membuat Erlan mengernyit bingung. Tapi langsung menatap Andra tajam. "Bukan cewek Erlan," kata Erlan datar.

"Halah! Lo mah apa, bukan cewek kok udah pegang pegang pipi," cibir Allard. Kaus hitam melekat ditubuh cowok itu. Milik Erlan.

Allard membantu membawakan piring kosong agar ditaruh dimeja makan.

"Hooh, padahal gue yang udah dari setahun lalu haluin cewek nggak dibales-bales," ujar Rio sebal.

Naresh mengernyit. "Lah lo cuma halu doang nggak diperjuangin ya nggak tau lah dianya bege!!" semprot Naresh keras.

"Siapa Yo?" tanya Andra.

Rio langsung gelagapan. "Hm? Bukan siapa-siapa," jawabnya kemudian.

Fani tersenyum mendengar pembicaraan itu. "Udah sini makan,"

"Duh, nunggu dari tadi itu mah. Laper Rio," Rio langsung duduk dimeja makan. Menyantap menu yang disajikan Fani.

Suara bel rumah berbunyi membuat mereka menghentikan acara makanya sejenak. Andra memilih berdiri untuk membukakan pintu rumah.

"Sha?" kata Andra heran. Tapi hatinya juga was-was.

Shasa, gadis itu hanya menatap datar Andra. Kemudian menerobos masuk begitu saja membuat Andra mengumpat.

"Hallo Bunda!" raut wajah Shasa kini menjadi riang. Menatap mereka dengan pandangan binar dimatanya.

Kebahagiaan dimata Fani sedikit meredup. Tapi wanita itu semampunya tersenyum. "Sha," ujarnya pelan menyapa.

"Bunda masak?! Shasa mau makan disini ya?"

"Nggak, suruh siapa?!" ujar Erlan menatap Shasa datar. Nafsu makanya berkurang, seharusnya sekarang ia bisa melihat Bundanya itu tersenyum sepanjang hari karena kedatangan teman-temanya. Tapi itu tak akan terjadi setelah gadis itu hadir.

"Erlan," tegur Fani tersenyum maklum. Memberikan isyarat pada Erlan agar diam.

"Sup nya habis Bun?" tanya Shasa tak tau malu.

"Ambil didapur!" kata Allard membalas, sedikit ketus.

"Hah? Gue kak?"

"Setan,"

"Andra!" teriak Fani menegur Andra. Cowok itu hanya diam tersenyum manis.

"Oh, oke. Gue ambil,"

Shasa berlalu ke dapur yang memang jaraknya dekat dengan ruang makan. Gadis itu mengambil sup di mangkok besar. Membawanya sambil mengumpat dalam hati.

"Aduh!" rintih Shasa saat tubuhnya oleng.

"Akh, sshh.." Fani merintih pelan saat tanganya terkena tumpahan sup yang masih panas.

"Bun," Erlan mendekati Bundanya. Menatap Shasa tajam setelahnya.

"KALAU NGGAK BECUS NGGAK USAH SOK-SOKAN!!" bentak Erlan kasar. Acara makanya terganggu, apalagi Bundanya yang terkena sasaran.

"Shasa nggak sengaja kak," bela Shasa pada dirinya sendiri.

"Allard bantu Bun," kata Allard bangkit. Menyuruh Fani membasuh tanganya menggunakan air dingin. Membiarkan Erlan memaki Shasa.

"Gue bukan Kakak lo najis!!"

Erlan yang berbeda. Cowok itu menatap Shasa tajam. Ia tau kedatangan gadis ini hanya merusak kebahagiaan Ibunya.

"Pergi, nggak usah kesini!" usir Erlan tajam. "Minta makan sama Mama lo! Juga sama Papa gue!!" Erlan tersenyum miring melihat Shasa yang hampir menangis.

Shasa gadis manja, cengeng yang menghancurkan hidupnya dan Bundanya tentu saja. Erlan juga sengaja menyebut Papanya dengan kata kepemilikan, Shasa harus sadar. Bahwa dia dan Rika hanyalah perusak.

"Kak! Gue adik lo!" teriak Shasa kesal.

Mereka, teman Erlan hanya menonton sambil makan. Kapan lagi lihat Erlan marahin Shasa. Songong sih.

"Hmm, adik yang tiba-tiba muncul gitu aja dikehidupan gue, paham. Gue paham banget," sarkas Erlan tersenyum sinis.

"Kalau itu memang kesalahan Papa kak!!" teriak Shasa sambil terisak.

Erlan maju. Mendekati Shasa, ia tau itu hanyalah air mata buaya yang sering Shasa gunakan untuk melawanya.

"Iya, kesalahan Papa. Mungkin lagi khilaf." ujar Erlan menyetujui. Menepuk pipi Shasa sedikit kasar. "Hapus air mata lo, gue nggak bakal kasihan!"

"Lan!" tegur Rio merasa Erlan terlalu keras dari biasanya.

"Kenapa? Pantes kan? Dia berharap gue jadi Kakak yang baik. Tapi dia aja nggak pernah ngaca, dia punya perilaku baik? Rusak masa kecil gue, rebut Papa dari gue, buat hidup gue menderita sama Bunda." Rio bungkam saat Erlan mengatakan itu.

"Lo pasti kasihan. Tapi nggak tau aja, tujuan dia kesini apa? Buat Bunda terbebani?! Padahal dia tau kalau kondisi Bunda nggak bakal stabil saat ketemu sama anak pelakor!" ujar Erlan tajam. Cowok itu mengeluarkan semua unek-uneknya.

"Dia pikir gue nggak muak? Setiap hari dateng. Bunda udah ngalah buat cari rumah sendiri, supaya nggak lihat bagaimana dia sama Mamanya rusak kebahagiaan kita. Itu tujuanya, lo pikir? Dia dateng kesini saat tau kalau Bunda dan gue berusaha menjauh dari keluarga dia kan?!"

Shasa diam menangis terisak. Fani yang datang bersama Allard juga hanya terdiam. Fani tak menyangkal ucapan anaknya, itu benar. Diam-diam Fani tersenyum haru melihat bagaimana sikap keras Erlan jika menyangkut dirinya.

"Gue nggak pernah sekalipun anggep lo sebagai adik kalau lo mau tau," Erlan menutup mulutnya menjauh dari Shasa.

"Silahkan kalau mau ngadu sama Papa, gue nggak peduli. Itu sifat lo dari dulu," kata Erlan. Seperti penutup dari makianya. Cowok itu duduk dengan tenang dimeja makan. Meneruskan acara makanya.

"Sha—"

"Shasa benci Bunda!" teriak Shasa kesal lari keluar begitu saja.

"Lan," tegur Fani.

"Biarin!"

_ _ _

Vote dan komenya

Salam sayang

SENIOR LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang