Harusnya kemarin, tapi ketiduran. Maaf
_ _ _
"Ah, capek gue. Lo ngasih hukuman nggak tanggung-tanggung banget sih!" kata Dira kesal. Tapi juga menerima air mineral yang disodorkan Erlan kepadanya.
"Lo juga salah," balas Erlan cuek. Cowok itu membenarkan tas hitam yang bertengger di pundak miliknya.
Mata Dira melotot. Bener sih, masa dia disuruh lari lapangan 25 kali. Belum disuruh rapiin ruang Osis. Mana si Erlan cuma lihatin doang, duduk santai.
Sekolah sudah sepi karena memang sudah pulang dari berpuluh-puluh menit tadi. Dira menjalankan hukumanya saat setelah pulang sekolah, ditemani Erlan.
"Tuh kan! Nggak ada bang ojek, angkot juga banyak yang penuh." dumel Dira tak terima.
Erlan menatap Dira datar. Tanpa sepatah kata cowok itu berjalan lagi kedalam. Tepatnya ke area parkiran. Membuat Dira menahan mati-matian umpatanya. Sekolah udah sepi, masa ditinggal sendiri.
Dira menghembuskan nafas pelan, kemudian mengernyit bingung kala Erlan berhenti didepanya naik diatas motor dengan helm didepan tubuhnya. Tanpa dipakai.
"Naik,"
Ucapan itu membuat Dira paham, tapi cewek itu malah maju. Memegang kening Erlan yang langsung ditepis oleh cowok itu.
"Kak, lo kesambet apa? Setan?" kata Dira bingung. Tapi sedetik kemudian Dira tersenyum miring menggoda. "Kesambet cinta gue ya?!" katanya keras lalu tertawa melihat Erlan memalingkan wajahnya.
"Anjir! Ngakak gue,"
Erlan menoleh, sedikit terpesona oleh Dira yang tertawa lebar. Tapi berbeda dengan perkataan yang keluar dari mulutnya. "Mulutnya dijaga! Jangan kasar!" sentak Erlan.
Dira cemberut, "sok lo!" katanya lalu naik ke jok belakang motor Erlan tanpa disuruh dua kali.
Dira mah nggak usah malu. Sekolah sepi, ditambah jarang angkot maupun ojek lewat. Mendingan bonceng Erlan daripada disini sendiri.
"Tau rumah gue kan Kak?" tanya Dira memastikan.
Erlan hanya mengangguk pelan. Memakai helm full face miliknya. Kemudian menjalankan motor dengan kecepatan standar.
Selama perjalanan hanya diam, tak ada yang berbicara. Tapi pegangan Dira pada seragam Erlan mengerat saat cowok itu mempercepat lajunya. Matanya tertutup menikmati angin yang seolah ingin menembus wajahnya. Hal itu membuat Erlan yang melihat dari kaca spion tersenyum tipis.
Erlan tak tau, hanya saja ia merasa dekat dengan Dira. Entah karena pertemuannya dengan gadis itu terlalu sering atau memang ada hal lain. Yang pasti jiwanya merasa nyaman. Sehingga sebisa mungkin Erlan sering menemui gadis itu. Disengaja baginya namun tidak bagi Dira. Bagi gadis itu mungkin semua hanya kebetulan, tanpa tau ada campur tangan Erlan didalamnya.
Erlan memberhentikan motornya didepan warung bakso lesehan dipinggir jalan. Dira sendiri malah mengernyit bingung.
"Kak? Niat anterin pulang nggak sih?! Gue nggak laper elah!" kata Dira turun dari motor Erlan. Protes terhadap cowok yang hanya menatapnya datar itu.
"Gue laper," kata Erlan singkat berjalan kearah pedagang. Memesan dua mangkok bakso dan es teh.
Dira cemberut, ia duduk lesehan disamping Erlan. Mengeluarkan ponselnya sambil menyandarkan kepalanya kemeja. Eelan yang melihatnya hanya menggeleng pelan. Emang sikapnya nggak ada manis-manisnya. Tapi bagi Erlan manis terus sih.
"Buat gue ya Kak?" tanya Dira pd saat dua mangkok bakso datang ditemani dua gelas es teh yang sekarang tersaji diatas meja.
"Dih, pd. Gue laper!" ujar Erlan menggoda Dira. Tapi terkekeh kala Dira kembali menyandarkan kepalanya dimeja. Menutup wajahnya menggunakan lengan.
"Hm, buat lo. Makan!" titah Erlan mengelus rambut Dira gemas. Reflek yang tak disengaja itu membuat Erlan diam, menjauhkan tanganya dengan cepat.
Dira juga terkejut, pipinya memerah. Tapi gadis itu berdehem canggung menggeser bakso itu agar tepat didepanya. Menaruh sambal, lalu lanjut makan. Walaupun gerogi, tapi daripada kepergok baper kan ya.
"Makasih," kata Dira memecah kecanggungan diantara mereka. Gadis itu menoleh kearah Erlan yang sedari tadi terus memperhatikanya.
"Lo merah, pipinya," ujar Erlan datar. Padahal hatinya sudah tertawa, pembalasan!
"Sialan! Makan makan aja!" sentak Dira karena malu, gadis itu melanjutkan makanya dengan kepala menunduk.
_ _ _
"Kenapa kok lo berubah sih?" tanya Dira, mereka dalam perjalanan pulang beneran kali ini.
"Hm? Apa?" kata Erlan menyahut datar.
Dira mendengus, "lo kayakknya berubah deh Kak, awal ketemu aja dingn kok sekarang gini? Walau masih dingin juga sih. Tapi pokoknya beda," cerocos Dira menyampaikan. Dari tadi ia bingung, kok Erlan berubah? Maka dari itu Dira memberanikan diri untuk bertanya.
"Enggak," jawab Erlan datar. Dira menyimpulkan, Erlan memang tak berubah. Nadanya aja tetep datar gitu, berarti tadi cuma perasaanya doang.
Dira hanya mengangguk, saat sudah sampai didepan rumahnya Erlan memberhentikan motor. Membuat Dira turun.
"Makasih Kak," kata Dira riang hendak masuk sebelum Erlan mencekal tanganya.
"Lo bilang apa tadi? Gue berubah?" tanya Erlan. Dira mengangguk kaku.
"Anggep aja kita pdkt-an." ujar Erlan sebelum menjalankan motornya menjauhi Dira yang masih terdiam.
"Hah, pdkt-an ya?" kata Dira berbicara sendiri. "Anjir, pipi gue merah lagi!" seru Dira kemudian sambil tersenyum nggak jelas.
_ _ _
"Siapa?"
Dira mendongak, menghela nafas lelah. Tubuhnya ia baringkan kekasur. "Siapa apanya?"
"Yang anterin lo pulang, cowok?"
"Apa mau Kakak?" ujar Dira berusaha menahan emosinya yang makin menjadi-jadi.
"Kalau cowok bagus dong, jadi alat buat hancurin hidup lo. Setara sama gue,"
Dira bangkit. "Kak, disini gue juga hancur! Dia orang yang paling sayang sama gue, orang yang peduli saat Mama Papa lebih memihak ke elo! Itu bukan mau gue! Bisa nggak lo nggak usah nyalahin gue terus?!" teriak Dira keras-keras. Setitik air mata jatuh mengalir dipipinya.
"Kalau nyatanya lo yang bersalah? Lo buat dia hampir kehilangan nyawa. Sekarang, salah kalau gue bales menggunakan cowok tadi?" cewek itu mengusap pipi Dira yang bersimbah air mata sambil tersenyum licik.
"Tunggu aja,"
Dira hanya dapat diam, saat Kakaknya mulai keluar dari kamarnya. Gadis itu terduduk diranjang, tangisanya tambah keras saat melihat foto yang dipajang diatas nakas.
Dirinya memang berdosa. Tapi Dira harap laki-laki itu tak akan berubah sifatnya. Sampai nanti.
_ _ _
Vote dan komenya ya
Salam sayang
❤
KAMU SEDANG MEMBACA
SENIOR LOVE
Подростковая литератураErlan Anggara, ketua osis di SMA nya sendiri, SMA Cakrawala. Dingin, bermulut pedas, itu yang mereka kenal dari Erlan. Satu lagi, tampan. Semua wanita yang melihatnya akan tergila-gila, tapi tak ada berani yang mendekatinya. Erlan tak bisa tersentuh...