"Ngapain lagi sih disuruh kumpul. Capek gue," keluh Winda memegang lututnya yang terasa nyeri. Mereka lari-larian saat mendengar pengumuman bahwa peserta didik baru harus berkumpul karena waktu istirahat yang memang sudah habis."Iya, mana lari-larian lagi," tambah Dira. Gadis itu mengipasi wajahnya menggunakan tangan.
Seperti tadi. Mereka mencari barisan yang paling belakang. Selain terhindar dari para Osis yang berada didepan. Tempatnya lebih enak untuk berbicara leluasa.
"Kalian akan kami bagi menjadi beberapa kelompok. Satu kelompok nanti dibimbing oleh dua anggota Osis yang bertugas. Kalian akan mengitari kawasan sekolah untuk mengetahui letak-letaknya." jelas salah satu anggota Osis yang Dira ingat saat memperkenalkan diri tadi adalah Wakil ketua Osis.
Semuanya mengangguk mengerti. Para anggota Osis mulai membentuk kelompok.
"Sama lo," girang Winda saat satu kelompok dengan Dira. Dira pun sama. Gadis itu tersenyum penuh antusias.
"Diem!" sentakan itu membuat anggota kelompok mereka diam.
"Gue bakal tugas di kelompok ini," ujarnya datar tanpa ekspresi. Erlan, tentu saja. Banyak yang langsung terdiam juga ada yang masih menggunjing pelan saat melihat idola baru mereka.
Dira terdiam, mereka mulai menyusuri kawasan sekolah. Shinta, seorang anggota Osis yang menjelaskan mengenai kawasan ini. Gadis itu berceloteh berjalan memimpin didepan mereka yang berjalan santai.
Sedangkan Erlan sendiri berada tepat dibelakang Dira. Entah kenapa gadis itu terlalu senang baris di bagian belakang. Dan sepertinya kali ini adalah kesialan. Tujuanya berbaris dibelakang adalah ingin berbicara panjang lebar bersama Winda, tapi tentu saja tak akan terkabul. Aura mencekam malah sangat terasa disini.
3 menit lalu, Dira secara tak sengaja memanggil Winda yang masih sesekali melirik ke arah Erlan yang hanya fokus diam menatap kedepan. Dan yang didapat adalah sentakan pelan disamping telinganya.
Maka dari itu Dira setelahnya hanya diam. Tak berbicara membuat Dira mengumpat dalam hati. Gadis itu paling tak tahan jika harus diam tanpa berbicara kecuali dalam keadaan yang membuat hatinya kacau.
"Udah paham kan, tentang kawasan sekolah ini?" tanya Shinta saat mereka sudah lebih dari 1 jam mengelilingi sekolah ini.
"Siapa yang belum paham?" ucapan datar terkesan tajam itu membuat Dira merinding.
Bagaimana tidak, perjalanan mereka berhenti dan Erlan yang berdiri menjulang tinggi dibelakangnya. Suara berat terkesan dingin itu langsung memenuhi gendang telinganya secara langsung.
"Kalian harus nyari kertas kecil yang ditaruh didalam botol warna merah. Entah dimana itu. Didalemnya ada nama seseorang. Dan kalian harus nemuin orang itu. Buat bukti, minta tanda tangan sama foto bareng. Paham? " terang Shinta sekali lagi membuat Dira mendesah pelan. Ini baru hari pertama MOS, gimana selanjutnya?
"Iya kak," ujar siswa lain mengangguk patuh.
"Masih sekitar sekolah," lanjut Shinta membuat mereka mulai berpencar.
Dira sendiri memilih ke arah timur, yang didapati hanyalah lorong dan ruangan yang ia tau adalah gudang. Sepi, tapi ujung koridor ini menghubungkan dengan taman belakang sekolah.
Hidungnya langsung menghirup udara segar. Pepohonan yang terbilang banyak membuat lebih segar dan sejuk. Matanya kemudian mencari-cari botol bewarna merah yang dimaksud.
"Mana sih ah!" kesal Dira mengobrak-abrik daun yang berserakan ditanah.
"Diatas pohon kali ya?" gumamnya kala tak menemukan botol yang dimaksud.
KAMU SEDANG MEMBACA
SENIOR LOVE
Roman pour AdolescentsErlan Anggara, ketua osis di SMA nya sendiri, SMA Cakrawala. Dingin, bermulut pedas, itu yang mereka kenal dari Erlan. Satu lagi, tampan. Semua wanita yang melihatnya akan tergila-gila, tapi tak ada berani yang mendekatinya. Erlan tak bisa tersentuh...