5. Kalimat Penenang

65.5K 8.2K 404
                                    


Erlan menatap jengah seorang perempuan yang duduk diruang Osis. Sedangkan perempuan itu tersenyum manis menatap Erlan.

"Hai," sapa Chalya.

Erlan diam, tak bergerak masuk. Mata tajamnya terlihat mengintimidasi. Ia kesini untuk memeriksa berkas peserta didik baru. Dan malah bertemu dengan orang yang tak diharapkannya.

"Lan? Kenapa nggak masuk? Aku mau ngomong sesuatu sama kamu," ujar Chalya lembut.

"Keluar!" usir Erlan saat tau sesuatu yang dibicarakan itu jauh dari hubungan mereka yang hanya sebatas anggota Osis.

"Lan? Kenapa sih?" sebal Chalya. Pasti seperti ini jika dia menghammpiri Erlan.

"Gue bilang keluar! Budek lo?" ujar Erlan geram. Jangan tanyakan kenapa bisa berkata sekasar ini. Karena itulah Erlan yang sesungguhnya.

"Kok kam-"

"Keluar Chalya!!"

Chalya terdiam, memilih melangkah keluar dengan tergesa. Kenapa Erlan selalu terang-terangan menolaknya? Sialan! Ini yang terburuk dihidupnya. Biasanya semua kemauanya terturuti, sebesar apapun itu.

↪↪↪↪↪

"Napa tuh?" ujar Lintang kepo saat melihat Chalya keluar dari ruang Osis dengan tergesa.

Mereka ber5 memang hendak pergi keruangan Erlan sekarang. Tapi malah melihat si ratu drama pergi dengan buru-buru dari ruangan Erlan.

Allard mengedikkan bahu acuh. Ia memasukkan satu buah premen karet ditanganya.

"Si Erlan paling," komentar Rio.

"Erlan mah bego. Udah tau ada cewek cakep yang suka sama dia. Malah dianggurin. Andaikan Chalya mau sama gue!" Andra menatap punggung Chalya yang mulai menjauh dari pandangan mereka.

"Andaikan mulu lo, udah halunya!" sarkas Naresh pada Andra. Pokoknya teman yang satu ini suka banget nge halu. Ada cewek cantik dikit langsung dihaluin.

"Lan!" teriak Lintang saat sudah masuk kedalam ruang Osis. Mereka duduk dibangku yang tersedia. Dengan urakan tentunya.

"Hmm?" gumam Erlan lebih fokus terhadap kertas-kertas ditanganya.

"Eh, itu Chalya lo apain?!" tanya Andra ngegas. Gebetan dia itu. Oke, anggep semua cewek cantik adalah gebetan Andra. Inget! Cuma gebetan. Karena nggak mungkin pada mau.

Erlan mengedikkan bahu acuh. Tak peduli. Salahnya juga sudah membuat Erlan jengah. Tiap hari dateng dan ucapanya selalu saja sama.

"Kualat entar Lan!" ujar Naresh kalem. Ia mengambil rokok disaku celananya. Kemudian mematiknya dengan api.

Untung Osisnya Erlan kan. Yang udah kenal mereka dari orok. Jadi bae-bae aja.

"Ntar malem, temenin gue!" ujar Allard angkat bicara.

"Kemana? Si Cakra?" tebakan Rio itu dibalas anggukan oleh Allard. Erlan kini juga sudah mengalihkan pandanganya kearah Allard.

"Iya," ujar Erlan mengangguk pelan. Seolah teringat sesuatu dia kembali membenarkan. "Kalau bisa,"

Allard hanya mengangguk, dia tau alasanya. "Laper! Kantin ayo!" ajaknya kemudian berdiri.

Naresh berdiri. Mematikan rokok ditanganya. Kemudian membuangnya ke tempat sampah didekatnya. Walaupun masih panjang, tetep harus direlain.

"Lan!" peringat Lintang menatap tajam Erlan.

Hal itu membuat Erlan bangkit, mendengus pelan. Ia berjalan santai mengikuti mereka.

Kita absen sekarang.

Erlan. Ketua Osis itu kini berjalan santai sesekali menimpali candaan temanya. Terlihat sangat kontras. Terlebih lagi tampilanya yang rapi menjadi perbandingan dengan tampilan ke5 sahabatnya. Urakan.

Allard, dua kancing atas dicopot dengan tak memakai dasi, juga baju yang dikeluarkan acak-acakan. Celana sedikit sobek dibeberapa bagian. Tapi tenang, idola kaum hawa ini tetap terlihat tampan dimanapun kapanpun.

Juga Lintang, cowok manis yang memiliki lesung pipit itu tak peduli sekitar, tapi malah bercanda dengan teman-temannya. Bajunya yang seluruh kancing dicopot memperlihatkan kaus putih yang melekat ditubuhnya.

Ada juga si Andra. Sebenarnya laki-laki itu cukup tampan. Cuma wajahnya yang terlihat sedikit hitam dari yang lain membuat ketampananya memudar. Oke, lupakan!

Cowok dengan atasan baju hitam itu juga jadi perhatian sepanjang koridor, tubuhnya tercetak dengan bagus. Kalau Rio sesekali menimpali dengan genit ucapan kekaguman yang mereka layangkan.

Naresh masih ngedumel pelan pada Andra. Yang hanya dibalas putaran bola mata malas. Naresh juga terlihat 'sedikit' rapi dari brandalan itu. Tapi juga kalah jauh rapi dibanding Erlan.

_ _ _

Air mata Dira turun perlahan berbarengan dengan tangannya yang sibuk menulis di buku diary-nya.

Tentang keluh kesahnya, rasa sakit hatinya juga rasa bersalahnya. Ingin rasanya menangis keras dan kencang meluapkan segalanya. Tapi ini masih disekitar sekolahan.

Kata orang, rumah itu tempat teraman dan ternyaman. Tapi tidak bagi Dira. Gadis itu tertekan. Dadanya juga sesak saat mencoba menahan tangisan dalam-dalam. Satu hal yang Dira benci. Rumahnya.

Tempat ternyaman itu nyatanya hanya kebohongan belaka. Tangisan pilunya pasti akan dibalas dengan bentakan tak tau rasa. Dan itu sangat menyakitkannya.

Tangisan Dira semakin keras. Taman belakang yang dipilihnya sangat sepi. Kali ini sedang waktu istirahat. Walaupun begitu entah kenapa tidak ada yang berwira-wiri disini.

"Cengeng,"

Dira membeku. Dia kepergok nangis ditaman sendirian gitu? Gadis itu tak menoleh. Tetap diam menundukkan kepalanya. Isakan kecil masih saja lolos dibibirnya. Rasanya jika ada orang yang mengetahui suara tangisanya, Dira ingin menumpahkan semua bebanya. Tanganya lebih erat memegang buku diary kecil.

"Lo tau? Masalah nggak bakal selesai kalau cuma ditangisin gitu aja," suara berat serak itu memenuhi telinga Dira.

Dengan pelan Dira menjawab. "Tapi itu cara gue buat luapin kesedihan saat tau masalah itu nggak bakal hilang semudah membalikkan telapak tangan," ujarnya parau.

Kepalanya menoleh, membulat kaget mendapati ketua Osis kemarin. Yang ia tau namanya adalah Erlan. Laki-laki itu menatap lurus kedepan dengan rahang mengeras.

"Tuhan itu tau kalau kita rapuh, tapi dibalik cobaan itu dia berusaha bikin kita lebih tangguh," ujar cowok itu serius. Pandanganya tetap lurus kedepan.

"Gue tau, kalau menyelesaikan masalah nggak semudah membalikkan telapak tangan,"

"Tapi kalau lo memperbaiki keadaan, secara perlahan berjalan seperti semestinya kan?" ujar Erlan menoleh. Menatap dalam mata gadis itu.

Yang Erlan tau, dia punya banyak rasa kecewa dan kesedihan dari dalam matanya.

_ _ _

Vote dan komen-nya, ya

Salam sayang

SENIOR LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang