20. Rumah Sakit

45.7K 6.2K 1K
                                    


Yang nungguuu?!

.
.
.

"H-hallo."

Dira tersenyum sedih, tanganya mengepal makin erat. Kepalanya menunduk dihadapkan dengan tangan yang penuh dengan infus. Cewek itu terkekeh, mengusap air matanya yang mengalir tambah deras.

"Diraa kangenn," rengek Dira.

Wajahnya mendongak, menatap wajah pucat yang sering dirindukanya itu. Berbagai alat medis yang membantu menopang hidupnya membuat Dira semakin terisak keras.

Dira merebahkan kepalanya. "Gak ada yang belain Dira lagi masaa," adunya.

"Kan, gara-gara Dira Kakak jadi yang gantiin posisi Dira sekarang," Dira tetap bercerita. Gadis itu tau, sangat tau kalau ia tak mendapat respon. Setidaknya dengan berbicara meluapkan hatinya Dira merasa bebanya lebih berkurang.

"Mama sama Papa nggak sayang Dira," lirih Dira, air matanya menetes membasahi ranjang brangkar.

Dira memejamkan matanya erat seiring bibirnya yang membuat isakan lirih. Rasanya sakit, mengingat keluarganya, Erlan, atau laki-laki yang sedang ditangisinya ini.

Tangan Dira meraih tangan pucat cowok itu dengan hati-hati. "Tau gak sih? Dira lagi sakit hati," adu Dira.

"Cowoknya gak ada adab," gumam Dira. Yang dimaksud adalah Erlan, tentu saja.

Dira menegakkan tubuhnya. "Bagunn dongg," rengek gadis itu menangis keras.

"D-dira bukan pembunuh kan? Kakak masih hidup, Kakak bakal bangun, nggak pernah ninggalin Diraa," isak Dira memeluk tubuh tak sadarkan diri itu.

"Kakak pegang janji Kakak, Dira benci sama Dira sendirii," Dira mengusap air matanya yang mengalir deras.

"Dira jahat, Mama, Papa, Kakak benci Diraa," ujar Dira lirih.

Bibir Dira menyungingkan senyum manis. Tanganya mengelus lembut tangan cowok itu.

"Eum, harapan Dira satu. Pas bangun, Kakak nggak benci Dira," kata Dira.

Gadis itu bangkit, menunduk untuk mengecup kening cowok itu singkat. Tangisanya akan tumpah lagi jika Dira tak cepat-cepat pergi dari ruangan ini.

"D-dira sayang Kakak," lirih Dira langsung keluar.

Tangan Dira mengusap air matanya saat berjalan dikoridor rumah sakit. Berat, dia salah satu orang yang akan maju jika Dira tersakiti ataupun dikucilkan. Orang yang sangat disayangi Dira, begitupun sebaliknya.

"Akh," Dira merintih pelan saat tubuhnya bertabrakan dengan seseorang.

Tanganya bertumpu pada tembok untuk menahan berat tubuhnya yang hampir terjatuh.

"Maaf."

Dira memegang kepalanya yang pusing gara-gara menangis tadi. Gadis itu mengangguk singkat. "Iya."

Dira hendak berjalan sebelum tanganya ditahan oleh cowok yang tadi menabraknya.

"Dira?"

"Heum?" gumam Dira lirih saat tangan Erlan menyapu pipinya yang basah bersimbah air mata.

"Kenapa?" tanya Erlan datar. Dia tau orang yang ditabraknya itu Dira, melihat Dira keluar dari salah satu ruangan dengan keadaan yang terbilang buruk membuat Erlan sedikit khawatir.

"Kenapa hm? Bilang," ujar Erlan lembut.

Dira menggeleng keras. Memeluk tubuh Erlan erat, menumpahkan tangisanya disana. Sekuat apapun Dira menahan tetap tak bisa, tak peduli dia yang sudah menangis lama disana.

SENIOR LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang