7. Bunda

56.9K 7.1K 285
                                    

Suasana ramai sekarang. Banyak orang berlalu lalang, untuk mampir makan maupun hanya istirahat sebentar. Jalananpun tak pernah kosong sedikitpun.

Dira duduk dalam diam. Tanganya terasa hangat karena memegang gelas berisi teh panas. Tempat duduknya berhadapan langsung dengan Erlan. Cowok itu juga memegang segelas teh hangat. Hanya saja tangan satunya digunakan untuk memegang ponsel.

"Kak," panggil Dira membuka suara. Gadis itu menggigit bibir bawahnya pelan, takut jika ucapanya tak ditanggapi.

"Hm?" Erlan mendongak, menatap gadis yang baru saja diselamatkanya.

"Makasih," ujar Dira tulus sambil tersenyum manis.

Erlan hanya mengangguk menanggapi. Ia menegak teh hangat miliknya. Bangkit mengantongi  ponselnya. Kemudian berjalan kearah pedagang yang sibuk dengan pelanggan yang memesan nasi goreng.

Mereka memang berada diwarung nasi goreng pinggir jalan. Lumayan ramai, tapi Dira tak menjajal nasi gorengnya. Erlan cuma memesan 2 teh hangat untuk mereka.

Erlan kembali, duduk ditempatnya semula. Menghadap Dira. Menatap gadis itu tajam. "Ngapain?" suara berat Erlan yang terkesan menuntut.

"Hah? Ngapain ngapa-nya?" tanya Dira kembali.

Erlan membuang muka. Mendengus keras. Gadis ini sepertinya harus tau kalau Erlan itu tipe orang yang tak suka banyak bicara.

"Ngapain malem-malem keluar?" tanya Erlan setelahnya.

Dira gelagapan, kemudian tersenyum malu. "Tadi diajak sama Kakak gue. Tapi dia ninggalin gue gitu aja." curhat Dara setelahnya.

Alis Erlan terangkat satu. Masa tega banget? Tapi itu juga bukan urusanya. Cowok itu bangkit kembali dari duduknya. Menunduk menatap Dira yang masih duduk.

"Pulang!" titahnya.

"Oh, oke! Tapi cariin taksi dulu ya kak?" pinta Dira ragu. Hari sudah malam, walaupun tempat keramaian tak menjamin semua akan baik-baik aja kan?

"Gue anterin," Erlan berjalan menuju motornya. Memasang helm full face miliknya.

Dira mengikuti Erlan dengan sedikit berlari. "Kakak mau anterin gue?" tanya Dira sedikit ragu. Siapa tau kupingnya bermasalah kan.

"Hm,"

"Ham hem mulu," gerutu Dira yang masih sampai ke telinga Erlan. "Eh tapi gue pulang sendiri juga nggak papa kok. Cuma ya cariin taksi aja," ujar Dira setelahnya.

"Naik!" Dira cemberut. Ia dengan sedikit gamang menaiki motor besar Erlan. Berpegangan dengan bahu Erlan.

"Udah," gumamnya setelah berhasil membonceng Erlan.

Erlan mulai menjalankan motornya pelan. Menuju rumah gadis yang diboncengnya. Sedikit berbicara untuk mengetahui alamat gadis itu.

_ _ _

"Baru pulang?"

Erlan mendongak. Menatap siapa yang berbicara. Hanya diam dengan wajah datarnya. Walaupun tatapan matanya berubah lembut.

"Iya," jawabnya pelan mencium punggung tangan wanita didepanya.

"Darimana aja Bang?" Fani, wanita itu menutup pintu depan rumahnya.

"Main sama temen," jawab Erlan singkat duduk disofa. Cowok itu memejamkan matanya pelan. Terasa pusing kepalanya.

"Sama si rusuh itu? Kenapa jarang kesini sekarang? Bilangin! Bunda kangen, besok suruh mereka main!" titah Fani berlalu kearah dapur.

"Siap Bun!" teriak Erlan.

"Makan!"

Erlan langsung bangkit mendengar perintah itu. Langkah kakinya menuju arah dapur, terdapat meja makan sederhana didepanya. Juga berbagai macam sayur tumis dan lauk tersedia.

"Bunda udah makan?" tanya Erlan sembari menyendok nasi.

"Ini baru! Mau nunggu kamu," ujar Fani tersenyum lembut menatap anaknya.

Erlan berdecak, "jangan tungguin Erlan. Udah tau Erlan sering pulang malem," pintanya serius. Erlan hanya tak mau wanita yang sangat disayanginya ini jatuh sakit kembali.

Fani malah tertawa. Tetap cantik walaupun guratan guratan terlihat samar diwajahnya. "Bunda cuma mau nunggu kamu. Biar rame, sepi kalau cuma makan sendiri,"

Erlan tersenyum samar. Menatap Bundanya yang tersenyum adalah kebahagiaan tersendiri bagi Erlan. Walau ia tau, dia belum pantas membanggakan dirinya. Urakan dan tak jelas.

Mereka melanjutkan makan hanya diiringi dentingan sendok yang beradu dengan piring. Sampai kalimat Fani membuat Erlan terdiam.

"Bunda tau, kamu urakan. Tawuran. Balap liar. Bunda nggak ngelarang Erlan, asalkan kamu nggak kelewat batas. Apapun yang bikin kamu bahagia itu juga kebahagiaan bagi Bunda. Bunda cuma pengin lihat kamu senyum lagi. Nggak kaya patung gini," ujar Fani. Suara wanita itu tampak parau seiring air mata yang menetes disudut matanya.

Erlan tersenyum getir, ini yang tidak disukainya. Melihat wanita yang telah melahirkanya itu menangis tergugu didepanya. Dan itu hanya karena tingkahnya.

"Janji buat selalu senyum didepan Bunda. Bunda kangen sama Erlan yang dulu, yang suka senyum saat bicara sama Bunda."

Erlan berdiri menghampiri Fani yang menangis keras. Hati Ibu memang selembut itu. Erlan merasakanya, merasakan kasih sayang Fani yang tak main-main untuknya.

"Maafin Erlan. Bunda jangan nangis," Erlan menghapus air mata yang mengalir dari mata Fani. Memeluk wanita itu erat.

"Bunda nggak papa kalau itu yang kamu pikirin," kata Fani sekali lagi.

Tapi Erlan tak bisa, tidak apa-apa? Menangis keras seperti ini Erlan tau. Bukan hanya dia penyebabnya. Tapi karena orang-orang itu. Orang yang merebut kebahagiaanya disaat umur Erlan 7 tahun. Dan itu sangat membekas dipikiranya.

"Bunda kangen deh sama anak kecil yang selalu ngikutin kamu kemana-mana itu loh," ujar Fani kembali riang merenggangkan pelukanya.

"Iya, Erlan juga," kata Erlan tulus. Itu memang kebenaran dari hatinya kan.

"Dia yang selalu bisa buat Bunda senyum. Buat kamu ketawa," pikiran mereka mungkin mem-flashback beberapa tahun lalu.

Erlan tersenyum getir. Rasa rindu itu tentu ada. Untuk seseorang, seseorang yang menguatkanya. Seseorang yang berhasil membuat bibirnya tersenyum lebar. Dan untuk seseorang yang pergi meninggalkanya tanpa tau jejak terakhirnya.

"Kamu harus cari dia! Bunda pengin ketemu,"

"Pastinya dong Bun!" ujar Erlan kemudian tertawa pelan.

Mereka memang terbuai oleh rasa sakit yang ditorehkan. Tapi Erlan percaya, ada kalanya ia yang tersenyum lebar menatap orang yang tersakiti karenanya.

Terdengar kejam? Tapi itu yang Erlan inginkan.

_ _ _

Vote dan komenya ya

Banyak teka-teki kah?

Salam sayang

SENIOR LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang