Hema merasa kekenyangan dan bersyukur ketika dia selesai menyantap mie buatan Farrel.
"Kenyang ya, Mas?" tanya Farrel.
"Bangeeett, Rel!" jawab Hema.
"Nambah gak?"
"Gak mau. Entar perut saya makin maju" jawab Hema.
Farrel tertawa.
"Padahal cuma satu bungkus, tapi kok bisa bikin kenyang ya?" tanya Hema, "Apa..."
"Kenapa, Mas?"
"Apa karena yang buatinnya kamu? Jadinya terasa nikmat dan ngenyangin"
Farrel tersenyum lagi, malu. "Mas Hemaaaa... jangan mulai deh"
Hema tertawa kecil. Sejurus ponselnya berbunyi, dilihatnya satu panggilan masuk yang adalah Junior, sepupunya. Lalu dia berujar pada Farrel, "Bentar ya, Rel. Telpon dari sepupuku"
"Iya, Mas. Saya angkatin piring ke dapur dulu ya"
"Iya" jawab Hema, lalu dia menjawab ponselnya tersebut, "Halo??? Kenapa, Jun?"
"Uncle Hema! Dimana lu?" tanya Junior.
"Stop panggil gua Uncle! Emangnya gua Om lu, apa!"
"Iya iyaaa, Bang Hema dimanaaa???"
"Di rumah temen, kenapa?"
"Gila ya lo, Bang, lagi PSBB malah keluyuran"
"Udah deh, ada apaan?"
"Nikahan gua sama Nanto kayaknya bakal sederhana deh, Bang! Kecil-kecilan. Orang-orang terdekat aja yang di undang"
"Loh, kok gitu? Gak jadi bikin mewah???" tanya Hema
"Om Yugo parno, Bang! Ya lo tau kan, sekarang masanya lagi sulit gini! Pandemic"
"Yaudah, terserah lo aja, yang penting sah!"
"Iya, Bang!"
"Lo nelpon gua cuma mau kasih tau itu aja???"
"Justru itu, gua butuh bantuan Bang Hema!"
"Untuuuk???"
"Cariin catering ya, Bang! Yang terbaik! Yang mantep dah!"
"Duuuhh..." Hema mengeluh.
"Kenapa sih, Baaaang... Sepupunya mau merit, bantuin keeek"
"Ya lo kan tau, gua baru pindah kesini. Masa gua harus nyari catering. Gua juga gak tau mau cari dimana. Tempatnya juga gua gak tau"
"Ya makanyaaa tolong cari'iiiiiiinn"
Hema membuang napasnya, berdecak. "Yodeh yodeh yodeh ah, elah"
"Naaaahhh gitu dooong, itu baru Abang yang baeee"
"Terserah lu dah"
"Oke, Bang Hemaaa. Thank yoouuuu"
"Hm!" telpon di tutup.
"Siapa, Mas?" tanya Farrel yang kembali lagi setelah dia selesai mencuci piring.
"Sepupuku! Emang ngeselin anaknye!"
"Ooohh, kenapa dia?"
"Minggu depan tuh dia mau merit, nah aku disuruh cariin catering nih, yang bagus buat kawinan dia. Kamu ada rekomen gak???"
Farrel diam sebentar, "Ada. Ada kok, Mas"
"Hah, serius???"
"Iya! Makanan dia enak-enak juga loh. Dan dia udah biasa ngurusin makanan catering untuk acara-acara formal gitu"
"Waaah, seru tuh. Yaudah, besok bisa gak, kita ke tempatnya???"
"Bisa kok! Apa mau nomor telponnya aja, aku punya kok"
"Gak usah, kesana aja. Biar saya juga tau makanan yang dia sediain apa aja, harganya berapa, pokoknya biar ditel gitu deh"
"Ooohh... yaudah, Mas. Beres!"
"Wah, makasih banyak loh, Rel!"
"Iya sama-sama!"
"Eh, tapi kamu harus dateng juga sih ke nikahan sepupuku!"
"Loh, emangnya aku diundang?"
"Udah dateng aja. Undangannya khusus! Dari saya langsung" bisik Hema, bikin jantung Farrel deg-degan.
Farrel tersenyum, "Yaudah, Mas"
Hema pun ikut tersenyum memandang Farrel. Lalu dia mengacak-acak rambut Farrel seketika. Gemas.
~
Pagi buta pukul lima, Julian yang baru selesai sholat subuh itu turut menggendong Aidan yang terbangun. Dia lalu melantunkan sholawat pada Aidan pelan dan lembut sampai Aidan kembali tertidur lagi di pelukannya.
Julian yang masih mengenakan busana muslim tersebut turut menaruh Aidan di ranjangnya lagi, kemudian dia menghampiri Arsen yang masih pulas di kasurnya. "Yaaang... Arsen sayaaaaang. Bangun dong, sholat subuh dulu. Abis itu tidur lagi, gapapa"
Arsen terbangun lemas, "Mmmhh... Bang Yayan udah sholat subuh???"
"Udah. Tinggal Arsen yang belum"
"Yaaaah, kenapa gak bangunin??? Biar bisa jamaah!"
"Udah, tapi kamunya masih ngorok. Jadi yaudah deh, Bang Yayan duluan. Udah sana ambil wudhu. Jangan lupa gosok gigi tuh, ilernya kemana-mana"
"Nyebeliin" Arsen memukul lengan Julian pelan.
Julian tertawa kecil, "Yaudah sanaa"
"Iyaaa" Arsen pun bergegas menuju kamar mandi di kamarnya, sedangkan Julian meninggalkan kamarnya dan turun menuju dapur.
Begitu Julian berada di dapur bersih, dia turut menemukan Afkar yang juga mengenakan baju muslim sedang membuat susu. Dia sedikit terkesiap akan kehadiran Julian, "Eh, Julian..."
Julian menatap dingin pada Afkar. Sungguh, entah mengapa perasaannya selalu terbawa rasa tidak suka saat ia berhadapan dengan Afkar.
"Saya lagi buat susu coklat panas, Jul. Kamu mau juga?" tanya Afkar.
"Gua udah punya susu sendiri!"
"Oh ya? Susu apa?"
"Itu susu Arsen buat Aidan! Kan buat gua juga!" cetus Julian.
Afkar terdiam, salah tingkah.
Julian berjalan menuju rak gelas dan membuat teh hangat.
"Kamu abis sholat subuh juga ya?" tanya Afkar, berusaha basa-basi.
Julian masih sibuk menaruh gula pada gelasnya.
"Aku juga abis solat subuh, Jul. Emang udah kebiasaan di kampung, suka bangun pagi-pagi gini untuk solat subuh!" jelas Afkar.
"Bisa diem gak???" cetus Julian seketika, "Gua gak peduli ya, lu mau bangun subuh kek, bangun sahur kek, lagian gak ada yang nanya juga! Gak penting juga buat gue, Kar! Gua gak mau tau!"
Afkar terdiam lagi. "Iya, Jul. Maaf... just for your information aja kok"
"Ooohhh... dari kampung tapi bisa bahasa inggris ya? Hebat!" selidik Julian.
Afkar semakin salah tingkah. "Yaaa... yaa kan, sekarang jamannya udah modern, Jul. Jadi belajar bahasa inggris bisa dari mana aja. Bisa juga dari lingkungan atau perkembangan teknologi, kan?"
Teh Julian sudah jadi. "Gak nanya!" Julian pun meninggalkan dapur dan juga Afkar. Kembali ke kamarnya di atas.
Afkar terdiam penuh getir. "Okey, Julian... gapapa. Untuk sekarang, it's okay dengan semua keacuhan lu buat gua! Tapi lo harus inget, kalau cepat atau lambat, gue pasti bakal bisa ngerebut hati lo! Bahkan kepemilikan lo dari Arsen, buat gua!" senyum sinis Afkar mengembang.
TO BE CONTINUED
KAMU SEDANG MEMBACA
STUCK ON YOU 3 (END 21+)
RandomWARNING!!! : LGBT CONTENT (21+) CERITA MENGANDUNG KALIMAT KASAR DAN TIDAK DIPERKENANKAN UNTUK DIBACA OLEH DIBAWAH UMUR DAN JUGA HOMOPHOBIA. Dilahirkan dengan penuh perjuangan, segala penantian dan pengorbanan akhirnya berhenti disaat Aidan Tawakkal...