Di ruang kerjanya, Afkar tak melakukan apa-apa. Hanya duduk diam, sambil memikirkan harta dan kekuasaan yang akan ia dapatkan sebentar lagi. Dia begitu antusias dan tak sabar untuk segera mendapatkan warisan itu.
Tapi Afkar berpikir kembali. Entah sampai kapan dia akan menunggu lebih lama lagi untuk Tuan Arkan segera mengalihkan harta warisannya menjadi miliknya.
"Gua harus bergerak cepat. Kalau nungguin si Arkan nanda-tanganin surat pengalihannya, bisa lama banget. Gatau kapan, kali. Apa gue duluan bertindak aja ya???" pikir Afkar, lalu dia meyakinkan dirinya. "Oke. Gue harus bergerak. Gue jebak aja dulu dia untuk tanda-tanganin surat itu. Biar legalisirnya gua urus belakangan! Oke! Gue harus lakuin itu hari ini juga!"
~
"Aduuuh, Mas Baiiikk... maaf ya, jadi ngerepotin ya, nenangin Aidan???" tanya Arsen yang menghampiri Hema di halaman rumahnya sambil menggendong Aidan.
"Gapapa kok, Sen... Justru Aidannya malah anteng nih. Diem jadinya. Lagian kan kamu juga sibuk siapin sarapan. Robert juga lagi mandi. Tapi Julian...???"
"Oh, Bang Yayan lagi beli popok, Mas. Di warung. Aidan stok popoknya tinggal dikit" tutur Arsen.
"Ya ampun, Sen... kenapa gak bilang sama saya aja sih??? Biar nanti saya beliin sekalian di supermarket pulang ngantor"
"Ah, jangan Mas! Gapapa. Lagian... ini kan udah tanggung jawab Arsen sama Bang Yayan sebagai orang tuanya Aidan"
"Tapi kalo cuma popok doang, saya bisa kali, Sen, bantu-bantu!"
Arsen tersenyum pada Hema, "Mas Hema udah bantu banyak keluarga Arsen! Jadi udah ya, Mas Hema terlalu baik buat Arsen! Arsen bisa tinggal dengan aman disini aja, udah seneng banget loh, Mas"
Hema tersenyum pada Arsen. Lalu dia terengah sesuatu, "Oh iya, tadi malem saya sempet ngobrol sama Robert. Terus tembus-tembus ngomongin Aidan. Katanya Robert... Aidan belum sempet di aqiqahin ya, Sen? Bener???"
Arsen tersenyum, "Iya, Mas. Belum sempet. Gimana mau sempet, kita masing-masing aja pada punya masalah"
"Nah, yaudah, gini aja. Gimana kalau Aidan kita aqiqahin disini aja? Kamu setuju gak???" tanya Hema.
"B-boleh sih, Mas. T-tapi... apa gak merepotkan Mas Baik?" tanya Arsen.
"Kamu tuh, tiap ditanya, pasti jawabannya apa gak merepotkan, apa gak merepotkan. Kalau saya yang nawarin, itu tandanya siap dengan segala persiapan dan kendalanya, Arseeeennn" jelas Hema.
Arsen menyengir, "Abisnya saya gak enak, Mas. Mas udah baik banget sama saya"
"Udah ah, gak mau tau. Besok kita adain acaranya. Undang kerabat dekat aja. Tetep patuhi prokes juga"
"I-iya, Mas. Siap"
"Kamu undang juga Ayah kamu ya, Sen!" tutur Hema.
Arsen tertegun sejenak. "Undang Daddy, Mas?"
"Iya"
"Mas Baik yakin?" tanya Arsen.
"Yakinlah. Biar gimanapun dia kan tetep ayah kandung kamu, Sen! Yang penting niatnya aja. Daripada kamu gak undang dan dia malah tersinggung? Jadi undang aja ya"
Arsen mengangguk. Dia menatap Hema yang kini menciumi pipi Aidan, tulus. "Mas Hema baik banget untuk orang luar seperti aku dan keluargaku. Ya Allaaaaahh... mengapa ayah kandungku sendiri, begitu buta dengan semua ini, Ya Allah??? Aku jadi bingung menghadapinya seperti apa. Tolong sadarkan dia ya Allah. Buka mata hatinya. Berikan kebenaran bahwa aku ini adalah anak kandung yang sebenarnya. Bukannya Afkar" batin Arsen, bertirakat.
KAMU SEDANG MEMBACA
STUCK ON YOU 3 (END 21+)
RandomWARNING!!! : LGBT CONTENT (21+) CERITA MENGANDUNG KALIMAT KASAR DAN TIDAK DIPERKENANKAN UNTUK DIBACA OLEH DIBAWAH UMUR DAN JUGA HOMOPHOBIA. Dilahirkan dengan penuh perjuangan, segala penantian dan pengorbanan akhirnya berhenti disaat Aidan Tawakkal...