"Aaaa, Malik mager, Kamaaaarrr!" ujar Malik saat Mario memaksanya untuk segera mandi dan bersiap ikut pergi ke acara launching restoran terbaru Ayahnya tersebut.
"Deeeeek! Ga boleh gitu ah! Hargain dong usaha Papa! Dia udah capek-capek loh, ngerintis usahanya. Masa kamu gak mau dateng!" cetus Mario.
"Kamar kan tau, aku paling gak suka ikut-ikut acara kayak gitu, kak! Terlalu rame, tauuuu!" tukas Malik.
"Dek, kita sebagai anak itu wajib mendukung keluarga satu sama lain. Apalagi ke Papa. Papa itu udah ngelakuin semuanya buat kita, dia juga pasti butuh dukungan dan semangat dari kita, Dek! Tolong laah, jangan gitu. Hargai kerja keras Papah. Kan buat kita-kita juga hasilnya!" ujar Mario panjang lebar.
Malik lalu berujar, "Iya iya iya. Malik ikut"
"Nah, gitu dooong. Sun dulu Kamarnya sini" Mario menyodorkan pipinya pada Malik.
Sejurus Malik pun langsung mencium pipi Mario dengan lembut. "Dah, Malik mandi dulu"
"Iya" kata Mario.
~
"Mama gak yakin deh, Pah, untuk pergi ke acara itu! Perasaan aku kayak gak enak gitu ya?" ujar Mama pada Imam.
"Mah, Mama tuh gimana sih, itu kan acara Papah. Launchingnya Papah sama rekan kita di Jakarta Platinum. Kenapa Mama gak mau ikut coba? Apa nanti kata rekan-rekan kita, kalau usaha Papa kok kesannya kayak gak di dukung sama istrinya sendiri" tutur Imam, membujuk.
Padahal Imam sudah melihat istrinya itu sudah rapih dengan pakaian anggun dan bersahaja. Kemungkinan istrinya itu hanya ingin mengujinya untuk terus membujuknya pergi. Capek.
"Mama kok jadi nervous gini ya, Pah?" tanya Mama.
Imam turut membelai wajah istrinya itu dengan lembut. "Itu artinya pertanda bagus"
"Pertanda bagus apa sih! Jangan bikin Mama tambah nervous deh, Pah!" omel Mama.
Imam tertawa, "Ya kan berarti siapa tau aja banyak tamu undangan yang dateng.
Mama memutar bola matanya. Dia tampak terlihat cantik mempesona dengan balutan dress warna merah tuanya. Walau dia sedikit tak nyaman mengenakan pakaian tersebut.
"Yuk, berangkat! Panggil juga anak-anak ya. Suruh kumpul di bawah"
"Iya, Pah"
~
"Aidan tumben banget nih ikut, biasanya paling gak suka di ajak ke tempat-tempat rame kayak gitu!" tanya Julian yang sedang menyetir mobilnya. Sementara Arsen turut tersenyum duduk di kiri mobil, dan Aidan sendiri duduk diam di kursi belakang.
"Udahlah, Bang. Anak udah sukur mau ikut gathering kayak gini kok malah di ledekin!" cetus Arsen.
"Biarin aja, Paaah! Daddy tuh emang gitu, suka nyinyir!" tukas Aidan.
Julian menahan tawa menutup mulutnya. Arsen memukul pelan bahu Julian.
"Soalnya ada Dali ya, Dan, ya? Best friend banget kan Aidan sama Dalinya" tutur Arsen.
"Iya, Pah. Papah tolong telponin Opa Robert dong, Dalinya ikut apa enggak. Soalnya Aidan udah telpon tapi nomornya gak aktif" ujar Aidan.
"Iya, Sayang. Sebentar ya, Papa telpon dulu" ujar Arsen, lalu menelpon Robert seketika. "Halo, Buper... Buper, Arsen mau nanya, Dali ikut gak ke acaranya Adit sama Anwar? Soalnya Aidan nanyain terus nih?"
Aidan melihat ke arah Arsen yang sedang menelpon itu dengan penasaran dan berharap.
Sejurus Arsen diam dan menoleh ke arah Aidan di belakang. "Ooohh, iya iya, Buper. Makasih ya" telpon di tutup.
KAMU SEDANG MEMBACA
STUCK ON YOU 3 (END 21+)
RandomWARNING!!! : LGBT CONTENT (21+) CERITA MENGANDUNG KALIMAT KASAR DAN TIDAK DIPERKENANKAN UNTUK DIBACA OLEH DIBAWAH UMUR DAN JUGA HOMOPHOBIA. Dilahirkan dengan penuh perjuangan, segala penantian dan pengorbanan akhirnya berhenti disaat Aidan Tawakkal...