Tuan Arkan mengerahkan segala pasukannya untuk mencari Afkar. Namun Afkar sulit untuk ditemukan keberadaannya.
Tuan Arkan kalut bukan main atas tindakan Afkar pada Nanto dan juga Junior. Buat malu saja. Nama baiknya jadi tercoreng akibat ulahnya. "Tasyaaa... saya selaku ayah dari Afkar, ingin meminta maaf pada kamu dan Junior atas ulah Afkar yang kelewat batas. Bahkan sampai pesta pernikahan kalian hancur berantakan" ujarnya, "Berapapun, Tasya, Junior... berapapun biaya kerugiannya, sebut saja, saya pasti akan menggantinya. Kalau perlu dua kali lipat. Tapi tolong, untuk kasus ini jangan dibuka di ruang publik, apalagi sampai mempidanakan Afkar. Saya mohon, Tasya, Junior..."
Junior dan Nanto berpandangan. Mereka saling adu tanya lewat mimik wajah mereka.
Nanto pun ambil alih, "Mmm... gini ya, Om Arkan... jujur... saya juga sebenernya gak mau membawa masalah ini sampai berlarut-larut ke ruang publik, apalagi mengingat selama ini budi baik Om Arkan, juga Arsen selaku sahabat baik saya. Tapi, Om... yang saya paling gak suka adalah, saat Afkar memfitnah sahabat saya dan suami saya di depan semua orang. Apa itu bukan pencemaran nama baik, namanya?" tanya Nanto. "Saya juga harus mengambil tindakan tegas lah, Om! Supaya memberikan efek jera pada Afkar! Coba, kalau sampe itu dia lakuin lagi ke orang lain? Apa gak berbahaya dia, Om???" cetus Nanto, panjang lebar. "Nanti lama-lama dia bakalan berani ngefitnah Om Arkan loh, Om. Om mau itu terjadi?"
"Makanya, Pah... lain kali, kalau mau taruh banyak perhatian. Itu jangan cuma ke satu anak aja. Nanti dampaknya bisa jadi kayak gini kan?" cetus Julian.
"Iya, Mas. Mas juga harus punya sikap. Bisa mengimbangi dan adil dalam mendidik dan memberikan perhatian, jangan cuma ke satu anak aja" tambah Robert.
"Halah, kamu tau apa sih, Bet??? Kamu gak ngerasain aja, gimana rasanya ada di posisi kayak saya. Lagian juga tadi malem aja kamu kelayapan gak tau kemana, kan. Gimana mau ngerawat anak???" cetus Tuan Arkan.
Robert menundukkan kepala.
"Daddy kok ngomongnya kasar gitu sih sama Buper???" Arsen ambil alih, "Biar gimanapun apa yang dilakukan Robert pasti menyangkut dengan keluarga! Emangnya dia pernah apa, gak melakukan loyalitasnya sama keluarga kita? Jangan lah bawa-bawa masalah lain. Fokus dulu dong ke masalah anak kandung Daddy! Jangan masalah yang satu di tumpuk-tumpukin ke masalah lainnya!"
Tuan Arkan tertegun diam. Lalu kemudian dia kembali beralih pada Nanto. "Jadi Tasya... gimana? Apa kamu tetap teguh pada keputusan kamu?"
Nanto menganggukkan kepalanya. "Bagi saya ini pencemaran nama baik. Tapi semuanya juga saya putuskan sama Arsennya sendiri. Karena dia yang jauh lebih merasa seperti korban. Om ingat kan, pepatah mengatakan, fitnah lebih kejam daripada pembunuhan?"
Tuan Arkan tercekat, lalu dia memandang ke arah Arsen.
Nanto melanjutkan lagi, "Jadi kalau Arsen gak mau nuntut Afkar, maka saya sama suami saya pun akan pikir-pikir lagi untuk jeblosin anak Om ke penjara!"
Arsen bergeming. Dia di hadapkan oleh pilihan sulit. Ini waktunya. Waktu yang sangat dinantikan olehnya. Tapi, melihat wajah Tuan Arkan yang lelah, dia malah merasa kasihan dan bingung. Dia serba salah.
~
Afkar datang ke kelab malam untuk menenangkan dirinya lewat minum-minum disana. Dia mencoba menghilangkan stressnya karena masalah Nanto dan Junior tadi pagi.
Hingga larut malam seperti ini, dia tak berniat untuk pulang. Dia takut menghadapi Tuan Arkan. Pikirnya, jangan sampai masalah ini malah akan membuka tabir baginya bahwa dia bukanlah anak kandung dari Tuan Arkan. Bisa mati dia disiksa oleh Tuan Arkan nantinya.
Afkar mabuk, ini sudah kesekian gelasnya dia meminum minuman keras beralkohol.
Sampai kemudian dia mendapatkan telpon dari Tuan Arkan. Dia pun melihatnya, "Ngapain sih nih orang nelponin mulu ah" Afkar pun mengangkatnya. "Haloooo"
"Heh, kamu dimana Afkar??? Cepat kamu pulang! Selesaikan masalah kamu dengan Tasya dan Junior! Cepat!" tegas Tuan Arkan di rumahnya. Masih berkumpul menunggu Afkar pulang. Namun Nanto dan Junior sudah pulang sejak sehabis isya.
"Gak maaauuuuuuu hahahaha" tawa Afkar, sadar tak sadar.
"Afkar!!! Kamu jangan macem-macem ya!!! Kamu itu bisa di penjara, tau kamu!!!"
"Wuhuuhuuuu ampun bang jagooo!!!"
"Afkaaaaarrr!!! Cepat kamu pulang, atau saya..."
"Julian mane Julian???" tanya Afkar.
Tuan Arkan menekuk alisnya di ujung sana.
"Manaaaa si Juliaaaan, mau ngomong niiihhh! Kalo gak, gak dikasih tau nih, aku dimanaaa!"
Tuan Arkan melihat ke arah ponselnya. Lalu dia menyodorkan ponselnya pada Julian. "Dia mau ngomong sama kamu, Julian!"
"Hah??? Ngapain sih, Paaah???" tanya Julian tercekat. Arsen dan Robert pun juga bingung.
"Udah ngomong aja, intinya kamu juga bujuk dia pulang!" suruh Tuan Arkan.
Julian mau tidak mau mengambil ponsel tersebut dari genggaman Tuan Arkan pelan. Lalu menempelkannya pada telinganya. "Halo!!! Dimana lo???"
"Ayaaaaaaaang... akhirnya nelpon juga!!!"
"Lo jangan main-main ya, Kar! Pulang gak lo sekarang!" cetus Julian. "Atau polisi..."
"Polisi sampe sekarang aja gak nemuin aku juga, Juliaaaaannn!!!"
Julian menghela napasnya geram. Dia seakan ingin memukul wajah Afkar dengan tangannya sendiri. "Pulang, Afkar!!! Selesain masalah lo! Jangan jadi pengecut!"
Afkar tertawa menutup mulutnya. "Yaudah yaudah, gini aja. Julian jemput aku, baru deh, aku akan pulang. Sekalian, akan akuin juga semua kebusukan aku, sama siapa orang yang nyuruh aku ngelakuin ini semua!" cetusnya setengah sadar.
Julian terdiam berpikir keras. Disuruh. Siapa yang nyuruh Afkar. Jadi... selama ini dia cuma suruhan orang lain. Tapi siapa. "Lo dimana sekarang? Gue jemput lu sekarang juga!"
"Di dunia disco, perbatasan Bekasi. Kalau sampe ada orang lain, aku gak akan kasih tau siapa dalangnya yaaaa! See you babaaayyy sayaangkuu" telpon di tutup.
Julian berdiri dari duduknya. Dan menyerahkan ponselnya pada Tuan Arkan. "Aku harus jemput Afkar"
"Loh, kok???" Arsen terkesiap.
"Kenapa, Jul?" tanya Tuan Arkan dan Robert.
"Nanti aja ceritanya ya. Kalau dia udah sampe rumah! Yang jelas, dia pulang dulu ke rumah ini! Biar masalahnya cepet selesai!"
Tuan Arkan pun manggut-manggut. "Yaudah, kamu sama siapa tapi?"
"Sama Pak Andi aja, Pah" ujar Julian terburu-buru.
"Bang Yayan hati-hati ya" ujar Arsen.
"Pasti sayang" Julian mengecup kening Arsen. Lalu pamit, "Assalamualaikum..."
"Walaikum salam..." ujar semua orang di ruang tengah tersebut.
~
"Kadang suka heran saya, anak buah Tuan Besar tuh bisanya apa, coba. Di suruh cari Afkar aja gak becus banget" tutur Pak Andi sambil menyetir menuju Bekasi. "Ini malah kita yang disuruh jemput dia!"
"Mungkin juga mereka atur strategi atau punya rencana dulu sebelum eksekusi, Pak" tutur Julian.
"Tapi Mas Jul gapapa, ninggalin Tuan Arsen sama Den Aidan di rumah?" tanya Pak Andi.
"Yaaah, tujuan saya juga ingin nyelametin keluarga ini, Pak. Jadi mereka pasti ngerti kok!" jawab Julian.
"Memang dari awal tuh, saya ndak suka dengan Mas Afkar, Mas Jul! Orangnya rese banget! Gak ngerti lagi deh saya, Mas"
"Semoga aja ya, Arsen mau memperkarakan masalah ini ke polisi. Supaya si Afkar tuh gak nyusahin keluarga lagi!" cetus Julian.
"Amiiiiinnn... wah, saya dukung sekali kalau begitu, Mas. Kasian Tuan Arsen. Selalu jadi bulan-bulananannya Mas Afkar" cetus Pak Andi.
"Iya, Pak. Amiiin..." turut Julian.
TO BE CONTINUED
KAMU SEDANG MEMBACA
STUCK ON YOU 3 (END 21+)
RandomWARNING!!! : LGBT CONTENT (21+) CERITA MENGANDUNG KALIMAT KASAR DAN TIDAK DIPERKENANKAN UNTUK DIBACA OLEH DIBAWAH UMUR DAN JUGA HOMOPHOBIA. Dilahirkan dengan penuh perjuangan, segala penantian dan pengorbanan akhirnya berhenti disaat Aidan Tawakkal...