"Saya udah gak kuat, Mas. Sumpah, saya pengen mati aja rasanya. Saya udah gak tahan hidup kayak gini, Mas" isak Julian di kamarnya.
"Kamu tenang dong, Jul... kamu harus kuat! Inget bahwa kamu sekarang gak cuma punya Arsen aja. Tapi kamu juga punya Aidan. Dia harta berharga kedua kamu! Jadi kamu harus kuat demi dia. Demi Arsen. Demi mempertahankan keluarga kecil kalian" tutur Robert.
"Aku gak tau Arsen dimana, Mas. Sumpah, aku nyesel banget ikutin semua permainannya Afkar. Padahal di awal aku udah tau kalau itu gak bener. Tapi tetep aja aku gak berani jujur sama Arsen. Jahat banget aku, Mas. Bodoh banget" sesal Julian, mengisakkan tangisnya.
Robert menghela napasnya, menghapus air mata Julian yang sudah ia anggap sebagai anaknya. "Mas Jul... sah-sah aja kalau kita ngerasa takut dan ragu untuk melakukan sesuatu. Mas gak salah. Mas sama sekali gak salah. Takut itu juga manusiawi, Mas. Semua orang di dunia ini pasti punya sifat buruknya masing-masing. Aibnya masing-masing. Ada yang tertutup rapat. Ada juga yang terbuka. Semuanya tinggal dari kitanya aja, mau pakai cara seperti apa untuk menghadapinya" ujar Robert, "Tapi sekali lagi, Mas. Kunci keharmonisan rumah tangga itu adalah saling percaya satu sama lain. Jujur satu sama lain. Jadi percaya deh, kalau memang pasangan kita itu adalah orang yang benar-benar terbaik, seburuk apapun dosa kita. Sememalukan apapun aib kita, kalau kita jujur ke dia. Dia pasti akan menerima dan memaafkan kita, Mas! Mas Julian paham, kan?" tanya Robert.
Julian menganggukkan kepalanya. Lalu memeluk Robert dengan erat. "Makasih ya, Mas... Makasih banget untuk semuanya. Saya sama Arsen beruntung banget bisa punya Buper kayak Mas Robert..."
"Iyaaaa... udah ah, jangan nangis lagi ya! Kalo ada Arsen sama Aidan, pasti Mas Jul di ketawain, karna cengeng!" ujar Robert.
Julian tertawa seketika.
"Intinya sekarang, kita harus cari Arsen! Kita bicarain baik-baik sama dia. Oke?"
"Tapi, Mas... kalau Arsen gak mau ngomong sama saya, gimana?" tanya Julian.
"Arsen itu udah cinta mati sama Bang Yayannya! Masa mau marah lama-lama terus! Gak akan kuat dia! Percaya deh sama Buper!!!" cetus Robert.
Julian menyunggingkan senyumnya dan manggut-manggut. "Apa mungkin... dia ke Lumajang ya, Mas? Biasanya kan dia kalau kabur kesitu"
"Mmm... bisa jadi juga sih. Tapi gak tau kenapa ya, Mas, feeling saya tuh ngomong kalau Arsen itu gak ke Lumajang. Dia masih di area Jakarta deh"
Julian terdiam, berpikiran sama. "Tapi dia dimana, Mas???"
Tak lama kemudian dering ponsel Robert berbunyi. Dia melihat ke layarnya, panggilan atas nama Hema. Dia meragu lagi, mau ngapain Mas Hema nelpon pagi-pagi begini. Dia gak sibuk, apa.
"Siapa, Mas?" tanya Julian.
"Ah, temen"
"Di angkat lah, Mas. Siapa tau penting!" ujar Julian.
Robert pun turut menjawab telpon tersebut. "Halo..."
"Bert! Aku mau kasih tau hal penting sama kamu, Bert! Penting banget!" ujar Hema, to the point.
"Apa itu, Mas? Kalau gak penting-penting banget, saya..."
"Ini menyangkut Arsen! Anak kamu! Dia ada di rumahku sekarang!"
"Hah??? Kamu serius, Mas?" ulang Robert.
"Kamu dateng aja ya, Bert ya, sekarang. Dia lagi sama Junior di ruang tengah. Aku masih di dapur"
"I-iya, Mas. Mas Hema gak kerja?"
"Aku ngaret bentar, Bert"
"Mas Hema... udah makan?" tanya Robert.
KAMU SEDANG MEMBACA
STUCK ON YOU 3 (END 21+)
LosoweWARNING!!! : LGBT CONTENT (21+) CERITA MENGANDUNG KALIMAT KASAR DAN TIDAK DIPERKENANKAN UNTUK DIBACA OLEH DIBAWAH UMUR DAN JUGA HOMOPHOBIA. Dilahirkan dengan penuh perjuangan, segala penantian dan pengorbanan akhirnya berhenti disaat Aidan Tawakkal...