Julian datang bersama Robert menghampiri rumah Hema. Disana sudah ada Junior dan Arsen yang menggendong Aidan yang duduk di ruang tengah.
"Arsen..." lirih Julian.
Arsen melotot kemudian berdiri dari duduknya. "Tega lu, Jun! Kenapa lu malah ngundang mereka kesini? Apalagi si cowok biadab itu tuh!" cetus Arsen. "Gue baru aja mau hidup tenang! Gak bisa apa, lo kasih gua napas satu hari?"
Junior ikut berdiri, kebingungan. "Sen... gue sama sekali gak tau kalau mereka bisa kesini, Sen! Lo liat kan, gue gak megang hape dari tadi"
"Tapi saya, Arsen" tutur Hema yang muncul dari arah dapur. Dia nampak tenang dan senyuman kecil.
"Mas Baik... kenapa Mas Baik kasih tau mereka? Mas Baik kenal mereka? Mas Baik kenapa..."
"Biar gimanapun mereka keluarga kamu, Sen! Mereka berhak tau kabar kamu"
Arsen menitihkan air matanya. Menatap Julian semakin tak sanggup.
"Kamu inget kan... cerita saya tentang orang yang saya cintai... dan dia telah menikah?"
Arsen mendongak ke arah Hema, menatapnya sedu sedan.
"Robert orangnya, Sen" jelas Hema.
"Mas Robert?" ulang Arsen, tak menyangka. Baik Julian dan Junior turut memandang wajah Robert yang termangu, sayu.
"Dia cinta pertama saya, Sen! Dialah orang yang mengajarkan banyak hal di hidup saya. Arti kebaikan. Kebenaran. Ketulusan..." tutur Hema dengan mata yang berkaca-kaca, namun dia tetap tegar dan tersenyum.
Robert tak tahan menatap wajah Hema yang tak pernah berubah baginya. Tetap menjadi satu hal yang berarti dalam hidupnya. Dia temaram akan masa lalunya.
"Saya juga pernah melakukan kesalahan fatal... pada Robert. Dan hal itu membuat saya terpuruk menjadi laki-laki yang tak berdaya selama bertahun-tahun, Sen" aku Hema, berkata terus terang. "Saya pikir waktu itu, saya terlalu bodoh. Sampai bisa melakukan hal konyol dan tolol seperti itu. Bahkan ketika tiba waktunya hal itu terbuka juga, saya gak berhenti hidup dalam penyesalan. Berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan bertahun-tahun lamanya saya harus hidup menyesuaikan dengan rasa bersalah saya. Rasa sesal saya yang terus menerus bertambah tiap dentumnya..."
Julian menitihkan air matanya, mengingat akan kesalahannya pada Arsen.
Begitupun dengan Arsen yang terus menatap sendu wajah Hema, Mas Baiknya.
Hema melanjutkan, "Sampai waktu akhirnya berbicara... Saya tidak diijinkan untuk mendapat kesempatan untuk memperbaiki dan menata ulang semuanya. Sampai hari ini, pun... saya masih tinggal bersama penyesalan terbodoh saya, Sen..."
Arsen terisak, begitu juga dengan Robert yang mengalami kejadian itu sendiri. Dia semakin yakin betapa cintanya Hema terhadapnya. Sampai saat ini.
"Percaya deh, Sen..." sambung Hema, "Hidup... berdampingan dengan rasa bersalah tuh gak enak, Sen... rasanya sesak. Kita gak akan nyaman ngejalanin hari"
Arsen menoleh sejenak ke arah Julian. Disana terlihat Julian dengan raut merasa bersalah dan penyesalannya.
"Kamu masih beruntung... mendapatkan kesempatan itu di hari ini, Sen... Jadi tolong, pergunakan sebaik-baiknya ya... itu aja permintaan dari saya... sebagai Mas Baik kamu, Sen!" ujar Hema, menuturkan segala harapan dan niat tulusnya pada Arsen.
Arsen menoleh pada Julian dan menatapnya dengan saksama.
Julian memandang penuh harap dan lemas pada Arsen. Lalu satu nafasnya menegaskan, "Maafin Bang Yayan, Sen... Maaf..."
Arsen turut berjalan cepat menghampiri Julian, lalu membiarkan tubuhnya di peluk erat oleh Julian. Tangan kirinya turut memeluk pinggang Julian. "Maafin Arsen juga, Bang... yang gak bisa ngertiin Bang Yayan..."
"Enggak, Sen... ini salah Bang Yayan sepenuhnya... bukan salah kamu" ujar Julian. "Bang Yayan janji, mulai hari ini, apapun yang terjadi, Bang Yayan akan jujur dan terbuka sama kamu ya" Julian turut mengecup lembut anak kening Arsen, lalu mengecup kening Aidan.
"Iya, Bang... Arsen akan merasa terhargai banget, kalau Bang Yayan jujur sama Arsen. Itu tandanya Bang Yayan benar-benar yakin dan sayang sama Arsen, Bang" jelas Arsen.
"Iya, Sen... I'm stuck on you..."
"Stuck on you too, Bang..."
"Maafin Bang Yayan banget ya... yang gak sempat menghargai kamu sebelum pergi... Jangan tinggalin Bang Yayan lagi ya, Sen"
Baik Hema, Robert dan Junior turut tersenyum menyaksikan pemandangan yang mengharukan tersebut. Arsen dan Julian dapat saling memaafkan dan bersatu kembali.
Robert menghampiri Hema seketika, "Makasih banyak ya, Mas..."
"Buat apa, Bet?"
"Untuk usaha Mas Hema, kebaikan hati Mas Hema, dan juga segala pengorbanan Mas Hema sampai hari ini. Maaf karena saya pernah menyakiti hati Mas Hema..."
"Bukan kamu, Bert... bukan kamu yang menyakiti hati aku. Tapi aku... aku yang udah menghancurkan semuanya sampai berakhir dengan sakit hati yang kurasa selama ini!"
Robert menitihkan air matanya dengan penuh derai. "Kalau aja waktu itu saya masih bisa kasih Mas Hema kesempatan... mungkin saya dan Maa Hema sekarang gak akan menderita kayak gini, Mas... Mas jadi orang yang paling menderita dan berkorban perasaan di hubungan kita ini"
Hema tersenyum pahit, membiarkan air matanya jatuh, namun tak membiarkan air mata Robert, lelaki tercintanya itu jatuh juga. Disekanya air mata Robert yang berlinang, "Bukan menderita dan berkorban, Bet... bukan... inilah hidup... itulah cinta... inilah bahagia"
"Mas Hema..." Robert memeluk erat tubuh Hema. Dia menangis di bahunya, "Maafkan saya, Mas... maafkan saya..."
Hema turut menangis dalam pelukan Robert, "Bukan salah kamu yah... udah yah... jangan nangis... malu tuh sama anak-anak"
Robert menangis bersuara di pelukan Hema. Tangisnya pecah, benar-benar pecah. Bahkan ia tak pernah menangis sederai ini pada siapapun.
Arsen, Julian dan Robert turut melinangkan air matanya menyaksikan kisah cinta yang tak harus memiliki dari dua lelaki maha baik itu.
Hema mengangkat wajah Robert, jangan sampai tertunduk layu lagi. "Hey... cowok udik... senyum ya... tersenyum... percaya sama aku yah, kalau kita gak ditakdirkan bahagia di dunia... percayalah, sayang... Tuhan pasti punya rencana yang jauh lebih indah buat kita. Kita pasti akan jadi dua orang paling bahagia di tempat lain nanti. Yah... udah yah, jangan nangis lagi... cowok udik harus kuat ya..." Hema berusaha tersenyum di tengah-tengah air matanya yang berlinang.
"Amin, Mas... Amin..." Robert mencium tangan Hema dengan lembut. Sekali lagi, Hema menghapus air mata dari wajah indah Robert, yang akan tetap sama, seperti saat pertama kali ia datang ke tempatnya dulu.
Arsen dan Julian kini mengerti, akan kekuatan cinta yang benar-benar sejati dan tulus... tak mengenal rasa lelah, tak habis di makan waktu yang berjalan. Abadi tak punah jaman.
Mereka berdua hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk keduanya. Dua orang yang baik pada mereka. Dan mereka bersyukur, dapat dipertemukan oleh dua lelaki sebaik Hema dan Robert.
#MUSNAHKANAFKAR
KAMU SEDANG MEMBACA
STUCK ON YOU 3 (END 21+)
CasualeWARNING!!! : LGBT CONTENT (21+) CERITA MENGANDUNG KALIMAT KASAR DAN TIDAK DIPERKENANKAN UNTUK DIBACA OLEH DIBAWAH UMUR DAN JUGA HOMOPHOBIA. Dilahirkan dengan penuh perjuangan, segala penantian dan pengorbanan akhirnya berhenti disaat Aidan Tawakkal...