Chapter 25

871 104 49
                                    

"Mas Hema kok bengong terus dari tadi, Mas?" tanya Farrel pada Hema yang fokus menyetir namun hanya diam saja.

"Ah, enggak. Cuma masih sedikit heran aja sama kejadian tadi. Gak nyangka banget" tutur Hema.

"Iya ya, Mas. Aku juga gak habis pikir. Kenapa bisa panggung itu kebakaran. Untung gak makan korban" tukas Farrel.

"Iyah. Untung aja Nanto sama Junior gak kenapa-napa juga" tambah Hema.

"Iyah, Mas"

"Oh iya, mmm... Rel, kamu punya kontaknya si... Robert gak?" tanya Hema, sedikit hati-hati.

Farrel tidak menemukan kecurigaan apa-apa pada Hema. "Ada kok, Mas"

"Saya minta dong, Rel. B-buat... buat nawarin bisnis bareng. Bisa kan?" tanya Hema.

"Bisa kok, Mas" Farrel lalu membuka ponselnya dan mengirimkan nomor Robert pada Hema. "Itu Mas, udah aku kirim"

"Makasih ya"

"Iyah. Ngomong-ngomong, Mas Hema mau nawarin bisnis apa ke Mas Robert, Mas?" tanya Farrel.

"Mmm... apa yah, makanya mau diskusi dulu nih sama dia, Rel. Supaya cocok aja gitu" bohong Hema.

Farrel sedikit terbelenggu rasa curiga, "Ooohh.."

Hema masih dengan fokus menyetirnya, walau dia tau sepertinya Farrel tengah mencurigainya.

~

"Daddy gak habis pikir sama kamu, Arsen! Kenapa kamu tega melakukan itu, sih? Nanto itu kan sahabat kamu! Masa kamu jahat banget, merusak pesta pernikahannya???" tukas Tuan Arkan begitu mereka sekeluarga berkumpul di ruang tengah.

"Dad, sumpah demi Allah, Dad! Arsen gak ngapa-ngapain! Arsen bahkan gak tau kalau pelaminan itu bisa kebakar. Arsen gak ngebakar panggung itu, Dad! Tolong dong, percaya sama Arsen!" mohon Arsen, menangis.

"Alaaah, alesan aja. Elo juga kan yang simpen korek gue! Berarti elo lah yang ngebakar panggung itu!" cetus Afkar, ikut nyamber.

"Heh, Afkar! Gak semua orang yang bawa korek api itu, punya niatan jahat untuk ngebakar panggung kayak gitu ya! Apalagi Arsen! Gua kenal dia, gak mungkin dia sekeji itu ngelakuin hal kayak gitu!" cetus Julian.

"Bisa aja, kalau dia cemburu! Dia kan suka sama Junior" tukas Arsen.

"Apalagi masalah suka sama Juniooooorrr!!!" Julian tertawa, "Dari dulu semua orang disini juga tau, kalau gua itu cinta matinya Arsen! Lo tuh tau apa sih? Lo cuma anak kampung yang beruntung di temuin sama ayah kandung lo sendiri! Jadi gausah sok tau deh lo!!!!"

Afkar terdiam seketika, menatap kesal pada Arsen. Selalu aja dibelain terus sama suaminya.

"Mau lo ngomong Arsen ini selingkuh sama siapa kek, gua gak akan peduli selagi itu gak ada buktinya!!! Ngerti???" tegas Arsen.

Afkar masih menahan dendamnya. Awas aja lu, Sen. Tunggu aja nanti.

"Paaah, Papah gak bisa gitu aja percaya sama omongan anak ini, Pah. Walaupun cuma ada satu bukti yang menyudutkan Arsen. Kasian lah, Arsen, Pah! Papah udah hidup lama sama Arsen, sejak dia bayi. Apa dia pernah tega untuk ngerusak kebahagiaan orang lain? Pernah gak, kutanya, Pah???" tukas Julian, panjang lebar.

Tuan Arkan terdiam, bingung. Dia menatap Arsen yang tengah menutup wajahnya, bersedih.

"Dari awal semenjak kemunculan Afkar disini, saya liat Papah udah mulai berubah. Papah jadi lebih sayang ke Afkar, dibandingkan Arsen. Saya tau, kenyataannya Arsen bukan anak kandung, Papah. Tapi bukan berarti Papah jadi lebih memprioritaskan Afkar daripada Arsen, Pah. Kasian dia, Pah" timpal Julian, "Liat dia sekarang. Dia lebih milih diem. Ikutin aja semua kata Papah. Iya iya aja walau selalu disalahin sama Papah. Dia jadi lebih memasrahkan semuanya yang Papa tuduhkan selama ini ke dia. Papa pikir hati dia gak sakit. Perasaan dia gak terluka. Tiap kali Papah selalu pilih kasih sama Afkar dibanding ke Arsen. Saya yang ngerasain perubahan sikap dia yang tadinya berani, periang, ceria, sampe jadi down dan pasrahan aja kayak gini! Kasian Arsen, Pah! Arsen ini anak Papa juga, Pah. Tolong lah, pakai nurani Papa sedikit" ujar Julian panjang lebar. "Kalau kayak gini, ya apa gunanya Arsen tinggal disini. Lebih baik saya dan dia pergi aja dari rumah ini! Toh, kami juga gak ada harganya lagi di mata Papah"

Tuan Arkan terdiam. Benar-benar terdiam. Memikirkan semua kalimat Julian yang berapi-api. Mungkin Julian benar, semenjak kehadiran Afkar, ia jadi lebih memprioritaskan Afkar dibandingkan Arsen.

"Kalau menurut saya, Mas terlalu memandang Afkar lebih tinggi dari Arsen. Hanya karena Arsen ini bukan anak kandung dari Mas sendiri. Sampai-sampai Mas buta oleh semua yang telah Arsen lakukan demi keluarga kita, Mas" tambah Robert, semakin membuat Tuan Arkan bungkam, diam.

Afkar juga ikutan diam. Tidak. Arsen gak boleh pergi dari rumah ini. Kalau begitu, Julian pasti juga akan ikut pergi bersamanya. Gak ada lagi mainan di rumah ini yang bisa ia jadikan bulan-bulanan. "Kayaknya semua yang diomongin Julian sama Mas Robert itu ada benarnya juga, Yah"

Tuan Arkan mengernyitkan keningnya pada Afkar. Termasuk juga dengan yang lainnya. "Loh, kok kamu jadi berubah pikiran gini, Kar?"

"Ini semua salah Afkar, Yah. Gak seharusnya Afkar memperkeruh suasana dengan menuduh Arsen sejauh itu. Ya aku tau sih, dia emang Afkar titipin korek. Tapi bukan berarti juga dia kan yang ngebakar pelaminan itu, hanya karena dia satu-satunya orang yang jaraknya deket sama panggung itu!" jelas Afkar.

Julian memicingkan matanya pada Afkar. Apaan lagi ini?

Begitupun dengan Robert yang menatap Afkar setengah curiga. Mau main sandiwara apalagi sih kamu, Kar.

"Arsen... maafin gua ya, gua udah nuduh lo sembarangan. Sampe berlebihan banget tadi. Sorry banget ya, Sen, ya. Gua kebawa emosi aja tadi gara-gara capek nolongin lo juga kan" tukas Afkar, munafik.

Arsen menelan ludahnya dan mengangguk. "Gapapa, Kar" lirihnya, "Makasih ya, lo udah nolongin gua juga tadi"

"Iya, Sen" jawab Afkar.

Julian tetap tak percaya pada raut si munafik ini. Dia yakin sekali bahwa saat ini dia hanya berakting untuk mendapatkan perhatian dari Tuan Arkan lagi.

"Ya sudah sudah! Begini saja, kalau sampai Nanto dan Junior akan menyeret masalah ini ke pihak yang berwajib, Daddy angkat tangan! Biar Robert yang urus semua itu! Ada ada saja kalian ini!" Tuan Arkan pergi meninggalkan ruang tengah tersebut. Bergegas masuk ke kamar.

"Tenang ya, Sayang ya. Semuanya baik-baik aja kok!" lembut Julian menenangkan Arsen, "Nanti kita omongin sama Nanto dan Junior baik-baik. Aku yakin mereka pasti ngerti kok"

Arsen manggut-manggut, masih sesenggukan.

Julian menyeka keringat di dahi lelaki itu dengan lembut. "Udah sayangkuuu... jangan dipikiriiin... ada Bang Yayan, ada Robert. Semuanya pasti bakalan baik-baik aja"

"Iya, Arsen. Kan ada Buper... Arsen tenang aja ya, Buper pasti bakalan ngelindungin kamu dari iblis-iblis yang terkutuk!" kata iblis tersebut sengaja dicetuskan menghadap Afkar.

Afkar memonyongkan bibirnya seketika, disindir iblis seperti itu oleh Robert. Lalu dia beranjak menuju kamarnya.

"Makasih Bang Yayan, Buper... udah percaya sama Arsen" ujar Arsen.

"Sama-sama, Sayaaaangkuuu" tutur Julian.

Robert mengangguk. Lalu satu getaran kecil di ponselnya turut membuatnya terkesiap kecil lalu membuka ponselnya. Sebuah pesan singkat dari nomor baru.

Hai, Bert. Ini Hema, nanti malam kosong? Kalau kosong, bisa kita ketemu, Bert? Mungkin untuk yang terakhir kalinya...

TO BE CONTINUED

STUCK ON YOU 3 (END 21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang