Arsen kembali ke ruangan itu dengan raut wajah yang datar. Dia berusaha bersikap biasa saja di hadapan semua orang disana. Dia turut menatap anak lelaki yang duduk didepannya, dan sangat ia yakini diaalah Adrial.
"Tuan Arsen, Tuan tidak apa-apa, Tuan?" tanya Pak Imam.
Arsen masih terus menatap Adrialnya itu dengan layu. Otaknya tentu berpikir keras, untuk melawan Afkar dan merebut Adrial balik.
"Om gapapa, Om?" anak yang ditatapnya itu turut bertanya padanya, saking bingungnya ketika ditatap seserius itu oleh Arsen.
Arsen hanya menyunggingkan senyuman manisnya pada anak lelaki itu.
"Sayang, kamu gapapa, Sayang? Muka kamu kok jadi pucat gini?" tanya Julian.
Arsen pun menggelengkan kepalanya. "Gapapa, Bang" jawabnya.
"Om Arsen... Aidannya mana? Gak di ajak?" tanya Malik pada Arsen.
Mario langsung ambil tindakan menendang kecil kaki Malik.
Malik hanya melotot pada kakaknya itu.
"Aidannya gak bisa ikut. Lagi belajar bareng sama Dali di rumah. Kalian kenal Dali juga, gak?" tanya Arsen pada Mario dan Malik.
Mendengar nama Dali di sebut, wajah Malik mendadak muram. Sial, Dali lagi, Dali lagi. Dia hanya menyunggingkan senyuman paksa.
Mata Arsen terus menatap salah satu di antara dua anak lelaki itu. Dia menelaah baik-baik. Betapa bersedihnya Arsen harus makan satu meja bersama anak kandungnya sendiri namun mereka tak saling kenal.
Bagaimana mungkin ini bisa terjadi pada keluarganya hanya karena Afkar. Dia benar-benar membingungkan hal ini. Semenjak Afkar muncul di kehidupannya permasalahan "anak" malah kian merebak sampai masa tua Arsen.
Bersamaan dengan itu, Kirana pun muncul dan menyunggingkan senyumnya pada Arsen, Julian dan yang lainnya. Bersikap seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa.
Arsen menatap tajam pada wanita jadi-jadian itu, yang kini duduk di hadapannya, disisi Pak Imam. Dia bagai muak untuk melihat Afkar yang masih bisa bernapas tenang dihadapannya.
"Lama banget kamu, Ma?" tanya Pak Imam.
"Ah, iya, Pah. Biasalah, perempuan" ujar Kirana.
Arsen tertawa kecil, "Hmh, perempuan ya?" sindir Arsen.
Kirana membelalakkan matanya pada Arsen dengan tegang. Mampus. Apalagi kali ini ulah Arsen. Pengen main-main dia sama gua.
Julian menoleh ke arah Arsen dengan bingung. "Sayang? You okay?" tanya Julian.
Arsen tersenyum seketika, "Yeah, I'm good!"
Julian pun manggut-manggut. Lalu dia berujar pada Pak Imam dan Kirana, "Silahkan dimakan, Pak, Bu!"
"Iya, silahkan, Mbak Kirana" ujar Arsen seketika, senyum segan.
Kirana membuka piringnya dan mengambil sesendok nasi dan lauk pauk.
"Tenang aja, makanannya gak saya bubuhin racun kok!" timpal Arsen.
Seisi ruangan itu dibuat tertegun oleh ucapan Arsen barusan. Bahkan Julian kembali menoleh pada Arsen. "Sayang, ah!" bisiknya. Lalu dia berujar lagi pada Imam dan Kirana sambil tertawa maklum, "Maaf ya, istri saya ini memang orangnya suka becanda"
Imam pun ikut tertawa walai terkesan canggung. Mario dan Malik juga tertawa kecil sementara Afkar masih ketakutan untuk menyentuh makanannya sampai Imam memaksanya untuk segera makan.
~
"Harus banget ya, belajar di pinggir kolam renang gini?" tanya Dali, mengikuti ide buruk Aidan, memilih tepi kolam renang rumahnya untuk menjadi tempat belajarnya bersama Dali kali ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
STUCK ON YOU 3 (END 21+)
AcakWARNING!!! : LGBT CONTENT (21+) CERITA MENGANDUNG KALIMAT KASAR DAN TIDAK DIPERKENANKAN UNTUK DIBACA OLEH DIBAWAH UMUR DAN JUGA HOMOPHOBIA. Dilahirkan dengan penuh perjuangan, segala penantian dan pengorbanan akhirnya berhenti disaat Aidan Tawakkal...