Chapter 64

756 117 63
                                    

"Hei..." sapa Julian yang masuk ke ruang kerjanya dan menemukan Arsen disana. "Kok disini sih, Sayaaaang? Udah malem banget loh ini. Kamu gak ngantuk apa?"

Arsen dengan seketika kembali meletakkan bingkai foto Adrial kecil yang dipegangnya sejak tadi di meja. Dia lalu tersenyum pada suaminya itu.

"Ayo dong, Arseeenn... kita bobooo. Ini udah larut banget loh. Jangan begadang. Nanti kamu sakit" tutur Julian sambil memeluk Arsen dari belakangnya.

"Arsen kangen sama Adrial, Bang. Arsen gak bisa ngelupain dia sama sekali. Meski udah bertahun-tahun" tutur Arsen.

"Iya, Sayang. Bang Yayan ngerti. Tapi, bukan berarti Arsen juga harus menyiksa diri Arsen sendiri kayak gini. Kasian Arsennya juga atuuhh" ujar Julian.

Arsen mengusap air matanya.

Melihat itu, Julian pun turut menyeka air mata lelakinya itu. "Jangan nangis, Sayaaaang. Jangan nangis ya, Sayang ya. Kan masih ada Bang Yayan disini. Ada Aidan juga. Jangan nangis ya, Papa Arsen sayaaaang"

Arsen menganggukan kepalanya, mengiyakan walau berat. Julian pun turut memeluknya dengan erat.

Sementara sejak tadi di balik pintu, si sulung Aidan mendengar dan melihat beban yang ditanggung oleh kedua orang tuanya itu sejak dulu sampai sekarang, berkarat.

Dia sedikit meratap menyaksikannya, dan juga sedikit kasihan pada Papanya, Arsen. Walau hatinya berusaha menduakan, entah mengapa ikatan batin antara Ibu dan Anak itu sangat kuat. Tak tergantikan.

~

Di kamar, Aidan memikirkan apa yang dilihatnya tadi di depan pintu ruang kerja Daddy-nya tersebut.

Baru kali ini dia memikirkan, Adrial sedang apa dan dimana. Apakah dia sudah tumbuh remaja sama sepertinya. Bagaimanakan bentuk rupanya kini. Apakah mirip dengan Papa Arsen, atau Daddy Julian.

Jujur, dia juga merindukan adiknya yang belum pernah dilihatnya sejak kecil. Dia juga butuh kenal dengan adiknya itu. Tumbuh dan bermain bersama. Pasti menyenangkan juga.

Tapi ah, lebih enak menjadi anak tunggal. Mendapatkan perhatian lebih dari apapun dan siapapun.

Tapi dia berharap, semoga Adiknya itu baik-baik saja disana dan dapat hidup layak.

Hingga seketika, getar ponselnya cukup membuatnya terkesiap kecil dan melihat ke layarnya.

Satu panggilan masuk dari nomor tak dikenal.

Aidan mengernyitkan keningnya. "Siapa nih?"

Sejurus Aidan mengangkat telponnya dan bertanya, "Halo?"

Di ujung sana, Malik menahan tawa mendengar suara lelaki itu. Lelaki yang begitu galak, namun lucu baginya.

"Siapa nih???" tanya Aidan lagi.

Telpon ditutup oleh Malik. Malik geregetan sendiri di kamarnya. Sementara Aidan mengernyitkan keningnya. "Gak jelas anjir"

Tak lama telpon pun berbunyi lagi. Aidan melihatnya lagi. Masih dengan nomor yang sama. Nomor tak dikenal. Dia pun menekuk alisnya, geram. "Siapa sih nih, anjrit!" lalu mengangkatnya, "Halo???"

Malik menahan tawanya lagi dalam diam, tak menjawab apa-apa.

"Siapa sih nih??? Mama minta pulsa???" tanya Aidan.

Malik menutup mulutnya, takut keceplosan tertawa dan bersuara.

Aidan melihat lagi ke layar ponselnya dan menutup telpon tersebut. Sejurus dia pun beralih menelpon Dali.

Tak perlu waktu lama, Dali pun menjawabnya. "Ya, kenapa, Dan?"

"Lagi ngapain?" tanya Aidan, masih dengan rasa jengkelnya terhadap penelpon gelap tadi.

STUCK ON YOU 3 (END 21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang