trīgintā quattuor

5.1K 427 1.4K
                                    



"Shall."

"Ha?"

"Kafka lucu banget masa."

"Lucu gimana? Kafka bisa ngelucu emang?"

Adara sedang berdiri di jalan menuju gerbang kampusnya dengan lalu lalang mobil yang kebetulan masuk atau keluar dari kawasan itu. Mendung abu-abu juga menggantung yang siap menurunkan hujan kapan saja tapi tidak membuat Adara panik dan segera pergi dari sana. Perempuan itu justru masih fokus telfonan sama Marshall, tanpa perduli sekitar. Lagi pula cuman di tempat ini aja yang aman dari temen kampusnya dan cuman waktu ini aja ia bisa menelfon cowok itu karena nggak ada Kafka.

"Ish! Dengerin dulu. Dia kemaren ngerangkaiin bunga gitu."

"Buat siapa?"

"Ya gue lah?!" Adara mendadak sewot. Inget sama Sab—tit itu.

"Ha?" Heran Marshall. "Gue ngerangkain bunga buat costumer juga nggak lo bilang lucu?"

"Beda."

Marshall tertawa. "Terus-terus gimana?"

"Lo inget ngga waktu gue boongin buat kita ketemuan? Itu gue kan iseng beli bunga buat diri gue sendiri, kebetulan gue taroh di kursi belakang. Kafka ngeliat, terus marah-marah gitu dikirain dari elo."

"Emosian emang mantan lo tu."

Adara mencoba kalem. Pura-pura emang mantan. "Umm, iya... emosian."

"Terus?"

"Terus beberapa hari yang lalu, gue cerita gue beli sendiri, waktu dia tau, dia langsung ke taman belakang tau, nunduk-nunduk gitu di deket semak-semak. Gue kira ngapain, ternyata cari bunga buat gue."

"Hm, lucu juga percintaan kalian. Boleh saya bergabung?"

Adara tertawa. "Dengerin dulu Shallllll."

"Terus apaa lagi?" tanya Marshall yang mau mendengar cerita Adara sore ini.

"Jarang tau dia begitu. Biasanya juga engga gitu." Lalu Adara mengoreksi, enggak si. Kafka selalu usahain kasih apapun buat dirinya. Kadang hal nggak masuk akal juga.

"Nggak gitu gimana?"

"Nggak jadi, dia emang kasih apa aja buat gue," Adara ingat soal ramen itu lagi. Padahal cuman bilang 'pengen ramen' eh didatengin Massimo.

"Dia kan emang bucin," ledek Marshall. "Lo mau aja lagi dibucinin cowok kayak Kafka."

"Lo berdua kenapa ngga akur si?" Adara ketawa. "Tapi intinya gue seneng deh, Shall. Sampe dia buatin gue rangkaian bunga gitu, nggak nyangkah aja gue. Biasanya kan nyuruh orang-orangnya itu buat beli."

"Kerasukan setan internasional kali makanya jadi gitu."

"Mana ada, jan ngaco deh." Adara lalu sadar. "Tunggu, lo tau ya?"

"Ya tau, Nyet. Lo bilang lagi pagi, sedangkan di rumah udah sore."

"Sorry."

"Ngapain sorry? Gue ngga ada masalah." Marshall mencoba senyum. Melupakan soal Tante Aileen. Membiarkan Adara bahagia dulu.

"Makasih."

"Abis sorry. Sekarang makasih. Buat apaan si?" Marshall kesel sekarang.

"Pengen makasih aja." Adara senyum.

"Gue mau nanya deh, Ra. Kadang lo suka takut nggak si sama Kafka?"

"Pa maksud?"

"Kayak nekatnya?"

Changed 2 | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang