septendecim

5.5K 616 1.6K
                                    


"Sialan."

Marshall baru ingat pagi ini perihal pesan dari Aileen jika Anhara di rumah sendirian. Sebenarnya itu bukan masalah besar kalau aja nggak ada pesan dari orang terpercayanya yang bilang Lara dan Petra telah di rumah dari kemarin. Yang artinya; Anhara bersama mereka, tanpa Aileen.

"Sial, sial. Bego lu Shall!"

"Bego, bego!"

"Begoooo!"

Cowok itu segera menarik kunci mobil dan keluar kamar dengan terburu-buru, tidak peduli bajunya yang kusut, ia menuju garasi mobil dan mengendarai kendaraan itu gila-gilaan di jalan raya yang sepi. Pikirannya cuman penuh dengan pertanyaan: Anhara di rumah apa baik-baik aja? Apa Lara dan Petra ngomong aneh-aneh?

Marshall udah menelfon lebihdari sepuluh kali sejak terakhir kali keluar sama Anhara saat makan bakso, tapi tidak diangkat sampai sekarang.

Lampu sudah merah dan Marshall justru menginjak gas tidak peduli suara klakson dan omelan gerombolan emak-emak yang membawa motor karena mau lewat.

Nggak lama cowok itu sampai di gerbang tinggi dan kokoh rumah Anhara yang tenang dan sepi. Tau akses bebas Marshall membuat satpam membuka besi menjulang tinggi dan Marshall memasukkan mobilnya dan memarkirkan Lexus-nya di samping sedan mewah yang Marshall tau milik Petra.

Cowok itu segera memasuki rumah, mengumpat beberapa kali karena semalam setelah mengantar Tania, ia justru memikirkan tiket untuk ke Bali. Bodoh. Bego lu Shall.

Tapi tentu saja Marshall terlalu lama berpikir menyusul ke Bali atau tidak hingga akhirnya ketiduran.

"Ra ini gue." Marshall mengetuk pintu kamar perempuan itu yang tertutup rapat. Bersyukur di rumah luas ini tidak bertemu Petra dan Lara. "Ra? Are you there?" Nggak ada jawaban.

Marshall menghubungi tapi tidak diangkat.

"Ra?" Marshall memanggil nama itu lagi dan ia menyadari kesamaan saat Kafka memanggil dan berkata posesif untuk kalimat itu. Seolah hanya Kafka yang boleh memanggil dengan kata Kaia, Ara dan Adara—Gila, Kafka gila—sedangkan Marshall nggak boleh.

"Ra?" Marshall kali ini menggunakan jurusnya. "Raaaaaaaa gue digigit lebah! Plis, bukain pintunya!"

Nggak ada jawaban, Marshall menarik handle pintu disusul senyumnya muncul karena tidak dikunci. Satu yang dirasakan Marshall saat masuk ke kamar; kulitnya langsung tersapu udara dingin. Membuatnya kedinginan. Suhu kamar Anhara terlalu dingin. Ditambah sunyi dan gelap. Seperti tidak dihuni bertahun-tahun.

Sialan. Marshall panik sekarang. Ia melakukan kesalahan apa? Perempuan ini kenapa? Bukannya terakhir baik-baik aja?

Marshall melangkah ke tengah ruangan yang luas. Tapi kosong. Anhara tidak ada. "Ra nggak lucu si kalo lo ngumpet."

Ia berniat membuka semua jendela agar sinar matahari masuk tapi batal dan ia terdiam melihat dari cahaya kecil ada puluhan putung rokok yang berserakan dan satu ini yang mengganggu: cutter.

Ya Tuhan, apa lagi?

Marshall langsung mencari Anhara dengan cahaya  remang, berdetik-detik sampai mendapati anak itu sembunyi memeluk lututnya di sudut ruangan dekat wastafel seolah mau menghilang dan menyakiti diri sendiri tanpa diketaui siapa-siapa.

Changed 2 | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang