trīgintā octo

4.3K 433 651
                                    


Suara air dari kolam dan hawa malam di kawasan rumah jauh dari mana-mana itu membuat situasi berbeda: sepi, senyap, dan mencekam.

Tapi dari semua situasi yang sangat mendukung tidak membuat pikiran cowok yang duduk di kursi tersebut menjadi tenang.

Pikiran cowok itu: Kafka— masih diliputi dengan apa saja yang telah terjadi...

Malam itu.

Paniknya semua orang yang terlibat di kejadian sialan tersebut.

Teriakan yang masih terasa menggema di telinganya.

Kemarahan pada dirinya sendiri.

Dosa besarnya yang ngga akan bisa diampuni siapapun bahkan dirinya sendiri sampai menghilangkan nyawa seseorang untuk selamanya.

Dan juga, hilangnya memori Adara. Istrinya itu.

Tatapan Adara beberapa jam yang lalu masih mengusik Kalingga Kafka Mangkualam, membuat Kafka diliputi rasa berdosa dan perasaan bersalah yang kelewat banyak pada cewek itu yang tanpa sadar membuat Kafka ingat kejadian beberapa bulan yang lalu.

Gue harus gimana...

Kafka nggak tau lagi harus berkata dan melakukan apa. Kenapa di saat sudah membaik— Adara hidup tenang sama dirinya, selalu aja ada masalah yang hadir lagi, menyangkut masalalu, membuatnya ngga bisa pergi dari luka-luka terdahulu.

Kafka kembali mengingat ucapan Aileen untuk menjauh. Mungkin jika dulu Kafka nurut wanita itu, semua ini nggak akan terjadi.

Di saat pikiran Kafka kacau, cowok itu ngga tau harus menghubungi siapa lagi kecuali: Marshall. Orang yang turut terseret pada semua kilas buruk yang terjadi berbulan-bulan yang lalu.


 Orang yang turut terseret pada semua kilas buruk yang terjadi berbulan-bulan yang lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Lara panik.

Lara menangis.

Sedangkan Salaga, hanya menatap tenang.

"Serius, Sal. Siapa yang buat wajah kamu jadi babak belur kayak gini? Kafka? Atau siapa?"

"Bukan siapa-siapa." Bohong Salaga. "Lagian udah kering kok darahnya ngga keluar juga dan ngga ngilu lagi. Kenapa masih panik?"

Lara terlihat sedih meskipun kejadian Salaga pulang dengan wajah babak belur udah beberapa jam yang lalu. "Kamu bisa jujur ke aku, siapa yang buat wajah kamu jadi gini."

"Udahlah, tenang aja..."

"Nggak bisa tenang! Aku mau beles mereka!"

"Udah, Anastasia Lara..."

Salaga menjawab kalem meskipun nyeri dimana-mana. Dari rasa sakitnya, ia justru ingat dengan adiknya: Logan.

Bagaimana paniknya Salaga saat melihat wajah Logan yang babak belur ketika pulang sekolah. Gimana marahnya Salaga pada Logan. Kenapa bisa sampai berdarah, dan Logan cuman menatap santai seolah luka pukulan dari kakak kelasnya saat ia baru beberapa hari di sekolah ngga berefek apapun.

Changed 2 | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang