sēdecim

6.4K 692 1.9K
                                    



"Bisa ngomong?"

Anhara segera membenarkan letak turtleneck-nya saat pintu kamarnya terbuka dan Anastasia Lara muncul dengan cantik di sana. "Eh?—Iya?"

Tingkah itu membuat alis Lara naik sebelah tapi ia mencoba tidak peduli. "Mana Mama kamu?"

"..."

"Mama kamu mana?" ulang Lara, kali ini penuh penekanan. Seolah Aileen hanya Mama milik Anhara, seolah Lara buta pada kebaikan Aileen yang jika dilihat lebih lanjut, wanita itu peduli pada Anastasia Lara bukan Anhara.

"Mama?"

"Gak denger tadi aku bilang apa?!"

"Bukannya Mama pergi dari kemarin pagi?" Anhara bertanya takut. Tidak peduli bentakan yang keluar dari kakaknya. "Kak Lara belum tau?"

Lara baru pulang kemarin sore, dan tentu saja Anhara tidak berani bertanya pada Bibi selama kurun waktu lima hari ia di rumah.

Anhara juga terbiasa sendiri di rumah setelah Mama pulang dari rumah sakit— menunggu temannya. Dan kemarin harus pergi lagi. Anhara ingin ikut, tapi dengan wajah lelah, Aileen menjelaskan agar Anhara menjadi anak baik dan penurut dengan di rumah saja. Tentu saja Anhara menuruti kata mamanya tanpa peduli pikirannya yang bisa mendorongnya untuk melukai dirinya lagi.

Lara memasuki kamar Anhara yang dingin, anak itu juga terlihat lebih mati. Ya bagus deh. "Belum juga pulang?"

"Belum?" Anhara meremas jemarinya. Pertama ia takut pada kakaknya, seperti banyak hal yang terjadi dan Anhara tidak tau itu benar atau salah. Seperti dekat dengan Kafka. Bagaimana juga Mama bisa tau semuanya. Bagaimana Anastasia Lara masuk ke hubungan ini. Bagaimana dengan menjijikkannya Anhara menutup mata saat bersama Kafka tanpa ia bertanya ada apa antara Lara dan cowok itu.

"Heh!" panggil Lara.

"Iya?" Anhara membenarkan lagi turtleneck-nya lagi. "Kenapa, Kak?"

"Ya kamu yang kenapa?" Lara menyentak.

"Aku kenapa?" Anhara balik bertanya yang justru membuat Lara makin emosi sore ini.

"Benerin apa si di leher?!"

Anhara bingung harus menjelaskan apa dan bagaimana. Haruskah ia bilang menutupi ulah cowok yang telah selesai hubungan bersamanya sejak lima hari yang lalu?

"Kamu nggak denger aku bilang apa?"

"Nggak kok," Anhara senyum sekenanya. "Nggak papa."

Anhara menatap Anastasia Lara, perempuan cantik dan selalu terlihat anggun yang membuat semua laki-laki jika berpapasan dengan kakakanya akan menoleh kan kepala dua kali untuk menatap kecantikan perempuan itu.

Beda sama Anhara yang selalu merasa bukan apa-apa disanding sama saudaranya.

Kadang Anhara heran, kenapa Marshall dan Kafka tidak menaruh perhatian pada Anastasia Lara yang segalanya?

"He!" Lara menyentak lagi. "Nggak denger aku bilang apa?"

"Maaf, apa?"

"Leher kamu kenapa?"

Anhara menggeleng, dan Lara yang antara takut dan marah oleh fakta yang mungkin akan ia dapat saat melakukan ini, justru mendekat, menarik paksa kain yang menutupi leher itu untuk mendapati keunguan di leher Anhara.

Brengsek.

"Siapa yang buat leher kamu jadi gitu?" Lara marah. "Kafka?"

"..."

Changed 2 | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang