quattuordecim

8.3K 726 2.4K
                                    


⚠️

"Kafka..."

"..."

"Kaf?"

"..."

"Kaf? Bangun."

"..."

"Aku laper," Anhara manyun. "Pengen makan."

"..."

Nggak dapet yang dimau, Anhara masuk ke selimut yang sama dengan cowok itu lalu memeluk tubuh atas Kafka yang tanpa apa-apa. Merasakan dingin kulit cowok itu. "Ayo dong, bangun?"

"..."

"Aku tau kamu udah bangun daritadi, ngeliatin aku tidur, cuman sekarang lagi pura-pura merem waktu tau aku bangun."

Anhara memberi kecupan kecil-kecil di dahi, turun ke pipi. "Ayo bangun, pacar kamu lagi laper nih."

Cowok itu akhirnya membuka mata perlahan, mata tajamnya menyipit menatap Anhara yang tengkurap di dadanya. Napas mereka berebutan. Mata mereka saling mengunci dari jarak yang dekat.

"Laper..."

Kafka mengerjap lamban, tapi tatapan tajam cowok itu tidak pernah hilang, sialnya membuat Anhara ingat kejadian semalam.

"Woiii laper..."

Kafka memilih menatap anak itu. Lalu nggak diduga cowok itu senyum. "Kenapa senyum seyum?" todong Anhara, meskipun sudut bibir Kafka yang naik hanya satu senti.

Kafka nggak jawab.

"Kenapa ihhh?" Anhara nuntut.

Kafka masih diam, lalu Anhara menyembunyikan wajahnya di lekukan leher Kafka karna malu. Semula kedua tangan Kafka yang bebas jadi bergerak, mendekap tubuh Anhara yang tanpa apa-apa itu hingga makin merapat di badannya yang juga tanpa apa-apa sambil berbisik. "Tumben banget kaya gini?"

"Nggak papa pengen aja."

"Biasanya galak banget."

"Iya mirip kamu."

Kafka ketawa, sambil jemarinya main di punggung telanjang Anhara dengan memberikan gerakan memutar. "Masih sakit nggak?"

"Nggak..." Anhara mengintip liat Kafka dikit, lalu menggeleng. Sialnya gini aja lucu di mata Kafka.

"Bener?"

"Iya. Punggung kamu sakit banget pasti."

"Nggak, biasa aja."

"Kamu tadi senyum kenapa?"

"Seneng aja bangun ada kamu."

Anhara makin bersemu merah. Sialan, ia malu sekarang. Dan Kafka menikmati semua itu.

"Lega aja, kamu nggak pergi kayak kemarin."

"Maaf."

Jemari Kafka naik turun di punggung anak itu. Menyuruh untuk berhenti meminta maaf.

"Aku sayang kamu, Ra."

Anhara terdiam, Kafka juga diam setelahnya, tapi Anhara tau suara itu gumaman, tatapan cowok itu pasti seperti melamun sekarang.

"Nggak ngerti lagi kenapa segininya. Nyiksa banget, nggak enak."

Anhara merasakan lengan Kafka makin memeluknya posesif.  "Kenapa?" Anhara mulai buka suara, pelan.

"Kamu apain aku si?"

"..."

"Berhasil banget kamu bikin aku gini," Kafka ketawa. "Alay banget nggak si? Tapi emang bener."

Changed 2 | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang