quīnquāgintā duo

4.3K 450 455
                                    


"Astaga, Marshall! Mau apa?!"

Suara paniknya Mama membuat Marshall tersadar dari mengistirahatkan kakinya dengan nyenderin punggung di dinding. Ia masih memegang surat itu di tangannya kemudian lanjut keluar kamar tanpa ngejawab, mengabaikan juga kakinya yang masih sakit. Nggak mikir lagi ia bisa oleng terus jatuh. Marshall nggak perduli. Pikirannya cuman Aned. Aned. Aned dan Sabine.

"Marshall? Kamu itu mau kemana?" Eve mengikuti dan menahan dari depan. "Kenapa si? Ada apa?" rentet Eve.

Sambil tertatih- tatih, Marshall menuju pintu, membuka benda itu lalu ia berjalan keluar lagi, Tania yang baru muncul bersamaan Marshall nongol langsung diam karena kaget, "Heh, ngapain di sini? Kok lo berdiri si?" Lagi-lagi, Marshall melewati cewek itu begitu saja, seolah Tania nggak ada. "Marshall?" Tania nahan. "Lo mau ke mana—"

"Minggir lo!"

Tania langsung terdiam kaku di lorong depan pintu kamar. Yang jelas ia nggak bisa gerak karena nada Marshall yang nggak ada hangatnya seperti beberapa jam yang lalu. Cowok itu berubah. Cowok itu membentaknya...

Tania nggak sadar saat ia beneran udah nangis. Tangisnya sesak campur sama tawa mengejek dirinya sendiri. Ia tau suka dan sayang Marshall itu begini. Sakit. Tapi ia nggak bisa begitu saja pergi.

"Tania?"

Suara Eve terdengar saat Marshall udah menjauh dari keduanya, bersamaan usapan lembut di lengan Tania terasa. membuat cewek itu buru-buru mengusap pipinya sambil memutar badan, masang senyum hangat dan sopan kepada Eve. "Iya, Tante? Cari Marshall ya? Dia buru-buru pergi. Nanti balik mungkin, Tante..." Tania menjelaskan. Eve makin menatap dengan rasa bersalah. "Dia belok ke—"

"Tania..." Eve menyuruh Tania untuk diam dulu. Karena Demi Tuhan Eve tau cewek di depannya ini nggak baik-baik aja. "Husst, udah. Tante nggak mau tau Marshall di mana."

"Kakinya Marshall?" Tania justru masih mikirin kondisi itu.

"Udah ada orangnya Tante di depan, nanti biar dibantu pakai kursi roda. Sekarang Tania masuk dulu ya? Duduk di dalem."

"Saya mau pulang aja, Tante." Tania menolak.

"Tante mau bicara sama Tania dulu, boleh?"

Tania menggigit bibirnya menahan agar tidak terisak. "Iya, Tante... boleh."

Marshall emang kalau udah nekat nggak mikir keselamatannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Marshall emang kalau udah nekat nggak mikir keselamatannya. Ia selalu ngatain Kafka bego nggak mikir panjang tapi nyatanya ia sama Kafka sama. Sama-sama bego.

Ia segera berjalan ke mana tempat Kafka berada. Yang seharusnya bisa ditempuh lima menit, ia sampai menghabiskan lima belas menit. Tentu aja ia udah dapat kalimat dan tatapan suster untuk membantunya. Tapi mereka nggak bisa berbuat banyak. Apalagi di belakang Marshall udah ada seorang pria yang ngikutin sambil mendorong sebuah kursi roda. "Saya antar." Ucap pria itu berkali-kali.

Changed 2 | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang